Nilai-Nilai Islam di Tengah Budaya Jepang: Pengalaman Hidup Komunitas Muslim

Penulis: Taufiqur Rohman, Editor: Azzam Nabil H.

Tokyo, Jepang — Di tengah kemajuan teknologi dan budaya yang khas, komunitas Muslim di Jepang menghadapi tantangan sekaligus menemukan harmoni dalam menerapkan nilai-nilai Islam yang bersinergi dengan nilai-nilai budaya Jepang. Nilai-nilai Islam yang dijunjung tinggi oleh komunitas Muslim seperti disiplin, kebersihan, etos kerja tinggi, keamanan, dan toleransi beragama, tidak hanya cocok diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka, tetapi juga sejalan dengan budaya Jepang yang menghargai ketertiban dan nilai-nilai kemanusiaan.

Jepang dikenal sebagai negara dengan tingkat disiplin dan etos kerja yang tinggi. Hal ini menjadi titik temu yang kuat antara budaya Jepang dan nilai-nilai Islam. Dalam ajaran Islam, disiplin dan kerja keras adalah bagian dari ibadah, yang sejalan dengan sikap masyarakat Jepang dalam bekerja dan menjalani aktivitas harian. Nilai-nilai ini bukan suatu hal yang menyulitkan bagi Komunitas Muslim yang tinggal dan bekerja di Jepang. Mereka yang senantiasa menerapkan kedisiplinan dan memiliki etos kerja tinggi, tidak hanya mampu memperkuat karakter pribadi mereka, tetapi juga menciptakan harmoni dengan masyarakat sekitar.

Baca juga: Petani Muslim Indonesia Sukses di Negara Maju Jepang

Disamping itu, kebersihan juga menjadi hal utama dalam kehidupan sehari-hari bagi Muslim dan menjadi salah satu ciri khas dari masyarakat Jepang. Ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga kebersihan baik jasmani maupun lingkungan, menemukan ruang yang sesuai di Jepang, di mana masyarakat umumnya sangat menjaga kebersihan, baik di area publik maupun pribadi. Hal ini membawa dampak positif bagi Komunitas Muslim. Mereka merasa terbantu untuk menjalankan ibadah dan menjalani kehidupan yang bersih dan sehat berkat lingkungan yang mendukung.

Berangkat dari kebiasaan menjaga kebersihan lingkungan tersebut, masyarakat di Jepang jadi mampu lebih mudah dalam menerapkan tata tertib dan kepatuhan di jalan raya. Budaya ketertiban dan kepatuhan di jalan raya ini dapat dilihat dari sikap menghormati pejalan kaki dan pesepeda, yang mana sikap tersebut juga sejalan dengan ajaran Islam tentang keselamatan dan perlindungan nyawa. Komunitas Muslim di Jepang turut mendukung budaya ini dengan mematuhi aturan berlalu lintas dan menjaga keselamatan sebagai bagian dari ajaran Islam yang menghargai kehidupan.

Baca juga: Menghargai dan Memperbarui: Kontribusi Islam dalam Pelestarian Budaya Lokal

Jepang juga memiliki angka kriminalitas dan korupsi yang sangat rendah, sesuatu yang dicita-citakan dalam masyarakat Islam. Dalam kehidupan sehari-hari, komunitas Muslim di Jepang merasa aman dan nyaman, karena nilai-nilai kejujuran dan integritas yang dijunjung tinggi. Hal ini memberikan mereka ruang yang nyaman untuk hidup secara damai dan beribadah dengan tenang.

Selain itu, toleransi beragama menjadi ciri positif dari masyarakat Jepang. Kebebasan bagi setiap orang untuk mempraktikkan ajaran agamanya dihargai tinggi. Hal ini memungkinkan komunitas Muslim untuk menjalankan ajaran agama mereka, termasuk salat, puasa, serta memperingati hari-hari besar Islam, tanpa rasa takut atau tertekan.

Komunitas Muslim di Jepang

Komunitas Muslim di Jepang juga aktif menjaga nilai-nilai kemanusiaan dengan menjunjung perdamaian dan bekerja sama dengan masyarakat sekitar. Mereka sering terlibat dalam kegiatan sosial dan amal, seperti distribusi makanan dan dukungan bagi yang membutuhkan, yang diterima baik oleh masyarakat Jepang. Hal ini semakin menguatkan sinergi antara kedua nilai tersebut.

Baca juga: Islam Moderat Sebagai Kunci untuk Toleransi, Keadilan, dan Keseimbangan Sosial

Nilai-nilai Islam yang diterapkan komunitas Muslim di Jepang berperan dalam mempererat persaudaraan antar umat dan menumbuhkan rasa saling menghormati di tengah keberagaman budaya. Pengalaman hidup komunitas Muslim di Jepang menunjukkan bahwa nilai-nilai agama dan budaya dapat berpadu, menciptakan harmoni yang menginspirasi di tengah perbedaan.

Tren Crosshijaber di Media Sosial dalam Perspektif Agama Islam

Penulis: Rizqi Lutfiyani, Editor: Ryuu Pangestu

Busana merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia yang bahannya terbuat dari bahan-bahan tertentu untuk menutupi sekujur tubuh atau segala sesuatu dipakai, dari  bagian atas kepala hingga ujung kaki. Juga memberikan sebuah kenyamanan serta tampilkan keindahan bagi pemakai seperti pakaiann, aksesoris, atapun riasan wajah. Adapun fungsinya diantaranya ada bisa melingdungi dari berbagai macam cuaca, benda berbahaya, menutupi aurat sesuai ajaran gama atau budaya masing-masing, meningkatkan kepercayaan diri agar tampil lebih baik, dan utamanya membedakan identitas gender antara laki-laki maupun perempuan.

Ditambah seiringnya kemajuan pesat teknologi yang tak bisa dikendalikan, salah satunya media sosial. Saat ini apa saja untuk mencari sebuah informasi dan lain sebagainya sangatlah cepat dengan menggunakan ponsel kemudian bisa berselancar di dalamnya seluasa mungkin. Trend sekarang ini tentunya banyak sekali bermuculan mulai dari trend fashion, trend konten dan lainnya. Semua platform memiliki trendnya berbeda-beda bahkan akan muda di ikuti oleh kalangan lain. Pengguna media yang banyak lantas membawa berbagai trend baru yang mulai bermunculan. Namun tak selamanya trend itu berdampak positif ada pula trend yang membawa dampak negatif bagi diri sendiri atau bahkan orang lain.

Diantaranya ada trend yang sedang marak tersebar yaitu crosshijaber, mungkin sebagai kalangan tidak sadar telah mengikuti trend tersebut. Crosshijaber memiliki arti dimana lelaki memakai pakaian perempuan dengan menutupi wajahnya dengan menggunakan cadar agar tidak diketahui identitasnya. Perlu diingat kembali tujuan dari menyerupai hal-hal tersebut. Padahal Crossshijaber yang dilakukan bisa menyebabkan seseorang secara tidak langsung berbuat yang tidak diinginkan, seperti melecehkan perempuan, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Menguak Misi Terselubung: Strategi Israel dalam Konflik Palestina

Hal itu berdampak buruk bagi diri sendiri dan orang sekitar, dengan lelaki menyerupai perempuan bisa menjadi faktor masalah lain. Bisa saja seorang perempuan akan merasa tidak nyaman disekitarnya. Selain itu, dengan Crosshijaber seorang lelaki akan mudah melecehkan perempuan. Oleh karena itu kita harus waspada dan hati-hati kepada penampilan seseorang. Jangan biarkan hal itu menjadi kebiasaan.

Dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan tentang larangan menyerupai lawan jenis:

Surat An-nisa ayat 119

وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَـَٔامُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ ءَاذَانَ ٱلْأَنْعَـٰمِ وَلَـَٔامُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يَتَّخِذِ ٱلشَّيْطَـٰنَ وَلِيًّۭا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًۭا مُّبِينًۭا

Artinya: Dan aku pasti akan menyesatkan mereka, dan pasti akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, dan pasti akan menyuruh mereka (untuk memotong telinga binatang ternak; dan pasti akan menyuruh mereka (untuk mengubah ciptaan allah).

Dengan adanya peringatan dari surat yang ada di Al-Qur’an tersebut, perlu kita belajar lagi agar bisa memahami kaidah-kaidah penting dalam islam. Mana yang baik dan buruk agar tidak salah dalam bertindak. Boleh-boleh saja jika lelaki memakai gamis (koko gamis), tetapi tidak dengan hijab dan cadar karena itu akan membuat ketidak nyamanan seorang perempuan.

Baca Juga: Semarak Tren Fashion Muslimah di Era Digital: Memadukan Gaya Modern dengan Nilai Syar’i

Selain itu, fenomena crosshijabers ini menuai banyak kritikan dari masyarakat luas. Ada pula orang-orang tak bertanggung jawab memanfaatnya untuk hal-hal negatif atau hanya sekedar memuaskan nafsu akan penasaran sama busana wanita muslim, juga beberapa kasus yang memviralkan jagat maya seperti berita seorang laki-laki menyamar menjadi seorang wanita hanya untuk bisa masuk ke toilet wanita, ikut sholat barisan perempuan hingga parahnya menerobos masuk ke salah satu pondok pesantren. Dengan hal ini, banyak sekali dari mereka menjadi selalu waspada terutama di tempat umum agar tidak terjadi yang tak diinginkan.