Penulis: Nahdliyatu Rohmah, Editor: Sirli Amry
“Jika kamu memusuhi orang yang berbeda agama dengan kamu berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah tapi agama. Pertuhankanlah Allah bukan yang lainnya. Pembuktian bahwa kamu mempertuhankan Allah kamu harus menerima semua makhluk“ (Gus Dur).
Pernyataan Gus Dur, seorang tokoh Muslim Indonesia yang dijuluki Bapak Pluralisme, menyiratkan perlunya menerima segala bentuk keberagaman sebagai bukti mempertuhankan Allah SWT. Keberagaman merupakan sebuah keniscayaan dari kehendak Yang Maha Kuasa. Islam adalah agama yang mengajarkan moderasi (wasatiyyah).
Perbedaan bahasa, ras, suku, budaya, dan agama harus dihormati serta dijunjung tinggi sebagai bentuk penghargaan terhadap kemanusiaan. Namun, kenyataannya perbedaan tersebut justru akan menciptakan sekat. Bahkan masih banyak yang beranggapan ketika beda agama membuat kita berbeda, padahal esensi kemanusiaan harusnya melampaui sekat-sekat keyakinan.
Dalam usaha mencapai keharmonisan hidup berbangsa dan beragama, diperlukan moderasi beragama yang merupakan sikap yang sedang atau seimbang, tanpa berlebihan. Tidak mengklaim diri atau kelompoknya yang paling benar, tidak menggunakan legitimasi teologis yang ekstrem, tidak menggunakan paksaan apalagi kekerasan, dan netral serta tidak berafiliasi dengan kepentingan politik atau kekuatan tertentu. Islam yang utuh atau berislam secara kaffah tidak berarti memusuhi non-Muslim.
Umat Islam yang moderat paham bahwa berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbeda agama merupakan sebuah keniscayaan. Apakah Islam kaffah bertentangan dengan Islam moderat? Istilah “kaffah” dalam Islam merujuk pada penerapan ajaran agama secara totalitas di setiap aspek kehidupan. Namun, banyak yang salah kaprah memahami konsep moderat dalam Islam sebagai sesuatu yang setengah-setengah. Faktanya, Islam moderat justru adalah bentuk ideal beragama yang menekankan keseimbangan, keterbukaan, dan toleransi tanpa mengabaikan prinsip-prinsip syariah.
Baca Juga: Gus Dur: Pengaruh, Perspektif, dan Pemikiran tentang Pendidikan Islam
Islam moderat, berakar pada semangat wasathiyah (jalan tengah), memungkinkan umat Islam berpegang teguh pada ajaran agama sambil beradaptasi dengan dinamika sosial. Moderasi dalam Islam mengutamakan toleransi dalam perbedaan dan keterbukaan terhadap keberagaman. Baik itu dalam mazhab yang beragam maupun dalam beragama yang beragam. Perbedaan bukan penghalang untuk menjalin kerja sama dengan asas kemanusiaan. Moderasi bukan berarti mengurangi ajaran Islam, melainkan memahami dan menjalankannya secara kontekstual, menghargai perbedaan, dan mempromosikan dialog yang damai. Ini adalah pengejawantahan dari konsep rahmatan lil ‘alamin yang membawa misi kedamaian bagi seluruh alam. Perlu digarisbawahi bahwa moderasi beragama artinya cara kita beragama yang dimoderatkan bukan agama yang dimoderasikan.
Ajaran Islam moderat tidak hanya mementingkan hubungan baik kepada Allah, tapi juga hubungan baik kepada sesama manusia. Dalam pelajaran matematika kita kenal dengan sistem koordinat yang menghasilkan titik persimpangan. Di sinilah kedua sumbu bertemu menggambarkan kehidupan seimbang. Keseimbangan antara hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia. Tidak hanya terhadap sesama umat, tapi juga terhadap sesama yang berbeda agama. Selain itu, moderasi Islam tercerminkan dalam sikap yang tidak mudah untuk menyalahkan bahkan mengkafirkan orang atau kelompok dengan pandangan yang berbeda. Moderasi Islam lebih menekankan persaudaraan berdasarkan asas kemanusiaan daripada asas keimanan atau kebangsaan.
Baca Juga: Sepuluh Pemikiran Gus Dur tentang Moderasi Agama
Lantas, apakah moderat dianggap sebagai konsep asing atau pemikiran Barat? Jika moderat dianggap asing, apakah Islam kaffah juga dianggap asing dan Barat? Ber-Islam secara kaffah tidak harus berarti ekstrem atau kaku dalam menjalani agama, melainkan bersikap inklusif dan menebar misi kedamaian. Islam moderat bukanlah Islam yang setengah-setengah, melainkan bentuk komitmen penuh pada nilai-nilai keadilan, kebijaksanaan, dan kemanusiaan dalam kerangka ajaran Islam yang holistik.
Islam moderat sebenarnya adalah cara berpikir dan beragama dengan mengacu pada sifat umat Islam yang moderat yang berasal dari al-Quran. Sikap moderat dalam beragama berasal dari konsep “tawasuth.” Kita disarankan untuk tidak berlebihan dalam beragama atau bersikap ekstrim (ghuluw). Allah memerintahkan bersikap “tawazun” (seimbang) sebagaimana Surat Ar-Rahman: “Dan Allah meninggikan langit dan meletakkan timbangan. Agar Anda jangan melampaui timbangan (keseimbangan).”.
Dalam surat Al-Mumtahanah ayat 8, Allah menegaskan umat Islam diperbolehkan berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang yang tidak memerangi atau mengusir mereka karena agama. Maka, menganggap musuh umat yang berbeda bukan hanya melawan pemikiran yang moderat, tetapi juga melawan perintah Allah dalam al-Quran. Begitu juga, Islam yang utuh atau berislam secara kaffah tidak berarti memusuhi non-Muslim. Salah besar jika menganggap Muslim sejati berarti hanya bergaul dan berinteraksi dengan umat Islam dan menolak non-Muslim. Pemikiran berislam yang tidak jelas seperti ini akan menyebabkan kesalahpahaman.
Baca Juga: Toleransi Harmoni: Jejak Gus Dur dalam Merajut Kebhinekaan
Bagaimana Rasulullah bisa berislam secara kaffah? Rasul memberi contoh langsung dengan menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Rasulullah mampu berinteraksi, bertemu, berdiskusi, bahkan menjalin kerjasama dan diplomasi dengan kekuatan politik yang memiliki keyakinan agama yang berbeda. Jika manusia memahami Islam kaffah sebagai berpikir ekslusif dan penuh kebencian, itu bukan Islam kaffah yang diperintahkan dalam Al-Quran, bisa jadi pemikiran ideologi tokoh tertentu. Justru, berislam secara kaffah harus mempunyai sifat umat yang washatan. Berislam secara kaffah harus tidak ekstrem spritualisme dan tidak ekstrem materialisme.
Intinya, berislam secara menyeluruh harus bersifat moderat, sesuai dengan ajaran Al-Quran dan sesuai dengan sikap yang ditunjukkan Rasulullah. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan menebar misi kedamaian. Jika masih menganggap yang berbeda adalah musuh maka mainnya kurang jauh.