Penulis: Muhammad Ash-Shiddiqy, Editor: Tegar Rifqi
Puasa, salah satu ibadah utama dalam Islam, memiliki sejarah panjang yang bermula dari tradisi Nabi Muhammad SAW dan para nabi sebelumnya. Sebelum puasa Ramadan disyariatkan, Nabi Muhammad SAW telah menjalankan puasa selama 13 tahun di Makkah dan hampir dua tahun pada awal kehidupannya di Madinah. Puasa yang beliau jalankan mengikuti tradisi Nabi Musa AS, yang juga dipraktikkan oleh bangsa Quraish, yaitu puasa pada tanggal 10 Muharram yang dikenal sebagai puasa Asyura. Tradisi ini mengungkap keterkaitan antara praktik puasa dalam Islam dengan tradisi puasa umat Yahudi dan Kristiani, setidaknya menurut versi sejarah Islam.
Kemudian, melalui turunnya ayat 183 surat Al-Baqarah, puasa Ramadan ditetapkan sebagai kewajiban bagi umat Muslim. Ayat tersebut menyatakan, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Pernyataan ini tidak hanya menegaskan kewajiban berpuasa, tetapi juga mengaitkannya dengan tradisi spiritual umat terdahulu.
Baca juga: Keutamaan Awal Ramadan: Cara Niat Puasa di Malam Pertama Bulan Ramadan
Puasa juga menampakkan sisi kemanusiaannya. Dalam ayat-ayat selanjutnya—khususnya hingga ayat 186 surat Al-Baqarah—Allah SWT memberikan keringanan bagi mereka yang berhalangan menjalankan puasa, seperti orang sakit, musafir, atau wanita hamil dan menyusui, dengan alternatif fidyah berupa memberi makan orang miskin. Hal ini menegaskan bahwa Islam adalah agama yang berpihak pada kemanusiaan, di mana puasa bukan dimaksudkan untuk memberatkan, melainkan untuk menumbuhkan nilai ketakwaan, empati, dan kepedulian terhadap sesama. Dengan demikian, puasa menjadi sarana untuk merasakan penderitaan mereka yang kurang beruntung dan meningkatkan kepekaan sosial.
Di tengah arus modernitas yang serba cepat, puasa mengajarkan kita untuk melambatkan laju kehidupan. Ambisi untuk selalu melaju tanpa henti seringkali membuat kita lupa berhenti sejenak, merenung, dan menikmati hidup secara lebih bermakna. Puasa berperan sebagai “rem waktu” yang mengajarkan kita menahan diri, menanti waktu berbuka, serta merasakan setiap detik dengan intens, sehingga kita belajar untuk menghargai setiap momen dengan ketenangan dan kesadaran.
Baca juga: Ramadan Bulan Kebangkitan Ummat
Dalam menyambut Ramadan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ibadah kita lebih maksimal. Ramadan adalah bulan yang penuh berkah, sehingga sebaiknya diisi dengan memperbanyak ibadah seperti shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, dan bersedekah. Kewajiban seperti puasa dan shalat berjamaah bagi laki-laki harus diprioritaskan, begitu pula shalat Tarawih dan tadarus Al-Qur’an sebagai ibadah sunnah yang sangat dianjurkan. Donasi buka puasa memang baik, tetapi hendaknya dilakukan dengan sederhana dan tidak berlebihan agar keikhlasan tetap terjaga.
Sepuluh hari terakhir Ramadan adalah waktu istimewa yang sebaiknya dimanfaatkan untuk meningkatkan ibadah, terutama dalam mencari malam Lailatul Qadar. Keluarga juga perlu dilibatkan dalam suasana Ramadan, dengan menanamkan nilai dan keutamaannya kepada istri dan anak-anak agar ibadah bersama menjadi lebih bermakna. Selain itu, menargetkan khatam Al-Qur’an minimal empat kali selama Ramadan bisa menjadi cara untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Berbuka puasa di rumah bersama keluarga lebih utama dan penuh berkah dibandingkan berbuka di luar. Ceramah Tarawih sebaiknya tidak terlalu panjang agar tidak memberatkan jamaah. Para imam shalat hendaknya memimpin dengan keikhlasan, bukan untuk mencari popularitas atau keuntungan materiil. Ramadan juga merupakan waktu yang tepat untuk melakukan muhasabah diri dan memperbanyak istighfar serta tobat sebagai bekal menuju kehidupan yang lebih baik.
Baca juga: Tradisi Menyambut Ramadan: Nyekar, Padusan, dan Nyadran
Puasa bukan hanya soal menahan lapar dan dahaga, melainkan juga merupakan sarana untuk mengasah spiritualitas, empati, dan kesadaran akan waktu. Dari tradisi Nabi Muhammad SAW hingga relevansinya di era modern, puasa mengajarkan kita untuk hidup lebih bermakna. Semoga Ramadan tahun ini menjadi momentum untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Wallahu a’lam bish-shawab.