KKN Nusantara V Ajak Warga Jurang Depok Jadi Pionir Pencegahan Narkoba

Penulis:Moh. Alwi Ardiansyah ,Editor: Muslimah

Kulon Progo — Rabu, (13/8) KKN Nusantara V yang bertugas di Dukuh Jurang Depok, Kelurahan Banjarasri, Kapanewon Kalibawang, menggelar kegiatan sosialisasi NAPZA di Posyandu Bina Sehat. Mengusung tema “Remaja Berprestasi Tanpa NAPZA, Masyarakat Kuat Bersatu Melawan Penyalahgunaan”, acara ini bertujuan mengedukasi masyarakat tentang bahaya narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, sekaligus mengajak seluruh warga menjadi pionir pencegahan di lingkungannya.

Kegiatan ini menghadirkan Moh. Alwi Andiansyah Saputra, mahasiswa UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan, sebagai pemateri utama. Dalam paparannya, Alwi menegaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA tidak hanya merusak fisik dan mental individu, tetapi juga mengancam masa depan generasi muda dan ketahanan sosial masyarakat. Ia juga memaparkan berbagai tanda-tanda penyalahgunaan NAPZA, faktor penyebab, hingga strategi pencegahan yang bisa dilakukan keluarga dan masyarakat.

Baca juga:  Memerangi Narkoba, Menyelamatkan Bangsa: Belajar dari Fredy Pratama

“Remaja harus memiliki orientasi masa depan yang jelas dan kegiatan positif yang membangun. Jika lingkungan dan keluarga hadir sebagai pendukung, maka peluang terjerumus ke NAPZA akan jauh lebih kecil,” ujarnya di hadapan peserta yang terdiri dari remaja, orang tua, dan tokoh masyarakat setempat.

Acara ini dipandu oleh moderator Natasya Herliani, mahasiswa UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto, yang membawakan sesi tanya jawab secara interaktif. Antusiasme warga terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan, mulai dari cara mengenali tanda awal kecanduan dan langkah konkret yang bisa dilakukan bersama untuk mencegah peredaran NAPZA di tingkat pedukuhan.

Bu Sutiyem, salah satu tokoh masyarakat menyampaikan bahwa kegiatan seperti ini sangat relevan dan bermanfaat, terutama di tengah maraknya kasus penyalahgunaan narkoba yang menyasar generasi muda. “Pencegahan harus dimulai dari pengetahuan. Sosialisasi ini membuka wawasan kami bahwa melawan NAPZA adalah tanggung jawab bersama,” ujarnya.

Melalui kegiatan ini, KKN Nusantara V berharap masyarakat Dukuh Jurang Depok tidak hanya menjadi penonton, tetapi aktif berperan sebagai agen perubahan. Edukasi, kepedulian, dan sinergi antarwarga diharapkan menjadi benteng kuat yang mampu melindungi generasi muda dari ancaman narkoba.

Dari Lingkungan Bersih ke UMKM Naik Kelas: KKN Kolaborasi Kelompok 37 Tunjukkan Program Berdampak Nyata

Penulis: KKN Kolaborasi Kelompok 37, Editor: Nehayatul Najwa

Pekalongan — Senin 21 Juli 2025, bertempat di Aula Kelurahan Simbang Kulon, telah dilaksanakan kegiatan Penyampaian Program Kerja Mahasiswa KKN Kolaborasi Kelompok 37 dari UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan dan UIN Prof. K.H. Saifudin Zuhri Purwokerto. Kegiatan dimulai pukul 19.30 WIB yang dihadiri oleh masyarakat sekitar. Suasana kegiatan berlangsung dengan khidmat dan tenang. Acara diawali dengan sambutan dari Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) kemudian dilanjutkan sambutan dari Sekretaris Kelurahan Simbang Kulon.

Program kerja yang disampaikan mencakup empat fokus utama, yaitu Bank Sampah, Penanganan Stunting, Koperasi Merah Putih, dan Pemberdayaan UMKM. Program ini dirancang berdasarkan hasil observasi awal dan diskusi dengan masyarakat setempat, dengan harapan mampu memberikan kontribusi nyata selama masa pengabdian. Pemaparan program kerja ini bertujuan agar perangkat kelurahan, tokoh masyarakat, serta masyarakat mengetahui secara rinci rencana kegiatan mahasiswa selama masa pengabdian KKN, serta untuk menerima arahan dan saran dari para tamu undangan yang hadir.

“Kami merancang program berdasarkan kondisi nyata yang kami temui di lapangan, dengan harapan kegiatan ini bisa memberikan dampak langsung dan berkelanjutan bagi masyarakat,” ujar Ilham Sholihan, salah satu perwakilan mahasiswa.

Baca Juga:Menjaga Bumi, Menebar Senyum: Refleksi Akhlak Santri dalam Merawat Lingkungan

Setelah penyampaian program kerja selesai, para tamu undangan diberi kesempatan untuk memberikan kritik, saran, tanggapan, serta masukan yang berkaitan dengan berbagai macam program kerja yang telah disampaikan. Berdasarkan hasil diskusi bersama, seluruh program kerja yang telah disampaikan oleh Mahasiswa KKN Kelompok 37 secara umum mendapat respon positif, dan disetujui oleh seluruh tamu undangan yang hadir, serta dapat segera ditindaklanjuti selama masa pelaksanaan KKN di Kelurahan Simbang Kulon.

“Kami mendukung penuh kegiatan ini, dan berharap mahasiswa bisa berbaur serta menjadi bagian dari solusi bagi masyarakat Simbang Kulon,” ungkap salah satu tokoh masyarakat yang hadir.

Sebagai penutup, seluruh peserta kegiatan melakukan sesi foto bersama sebagai bentuk dokumentasi dan kebersamaan antara mahasiswa, perangkat kelurahan, serta tamu undangan yang hadir.

Dokumentasi ini sekaligus menjadi catatan resmi atas terselenggaranya kegiatan Penyampaian Program Kerja Mahasiswa KKN Kolaborasi Kelompok 37 Tahun 2025. Besar harapan kami agar program-program yang telah disusun dapat berjalan dengan baik serta memberikan manfaat bagi masyarakat Kelurahan Simbang Kulon.

Sosialisasi dan Pendampingan Labelisasi Halal Produk UMKM: Pemantik Kegiatan KKN di Kelurahan Simbang kulon

Penulis: KKN Kolaborasi Kelompok 37, Editor: Nehayatul Najwa

Pekalongan — Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kesadaran para pelaku UMKM terhadap pentingnya labelisasi halal, Mahasiswa KKN Kolaborasi Kelompok 37 dari UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan dan UIN Prof. K.H. Saifudin Zuhri Purwokerto bersama DPL, Bapak Muh. Izza, M.S.I., menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi dan Pendampingan Labelisasi Halal Produk UMKM. Kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa, 21 Juli 2025, di Aula Kelurahan Simbang Kulon dan dihadiri oleh sejumlah pelaku UMKM setempat dari berbagai jenis usaha.

Acara dibuka dengan sambutan dari Bapak Muh. Izza, M.S.I., yang menekankan pentingnya legalitas dan sertifikasi halal sebagai bentuk tanggung jawab moral sekaligus strategi peningkatan daya saing produk di pasar.

“Dengan sertifikasi halal, pelaku UMKM tidak hanya memenuhi aspek syariah, tetapi juga meningkatkan daya saing di pasar,” ujar beliau.

Baca Juga :Pihak Mitra Teken Kerjasama Sponsporship Program Labelisasi Halal UIN Gusdur Pekalongan

Sambutan berikutnya disampaikan oleh Lurah Simbang Kulon, Bapak R. Agatha Franky Irawan, S.E., yang memberikan dukungan penuh terhadap kegiatan ini dan mengapresiasi inisiatif mahasiswa KKN dalam mendampingi UMKM lokal agar lebih siap menghadapi tantangan pasar modern yang menuntut transparansi dan kualitas produk.

Sesi inti diisi oleh narasumber dari PPH (Pendamping Proses Produk Halal) yang memberikan pemaparan komprehensif mengenai proses labelisasi halal.

“Halal itu tidak cukup hanya diyakini, tetapi harus dibuktikan melalui proses yang sistematis dan terdokumentasi,” jelas narasumber.

Materi yang disampaikan meliputi pengertian dan urgensi label halal, tahapan pengajuan sertifikasi, persyaratan administrasi dan alur pengajuan sertifikasi. Narasumber juga menekankan pentingnya integritas pelaku usaha dalam memastikan bahwa seluruh bahan baku dan proses produksi sesuai dengan standar kehalalan yang ditetapkan.

Baca Juga: Jangan mudah terlena Makanan dan Minuman Enak Cek dulu Kehalalannya

Peserta sosialisasi tampak antusias dan aktif dalam sesi tanya jawab, yang mencakup berbagai permasalahan teknis dan administratif yang akan dihadapi dalam proses produksi dan pengurusan sertifikasi halal. Salah satu peserta, mengungkapkan,“Selama ini saya ragu mengurus halal karena merasa rumit, tapi setelah dijelaskan ternyata bisa kami lakukan asal tahu tahapannya.”

Peringati Hari Anak Nasional, Mahasiswa KKN Nusantara Dukuh Brajan Ajak Siswa MI Ma’arif Belajar Pancasila

Penulis: Nanda Kartika Putri, Editor: Muslimah

Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, Rabu (23/7), mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Nusantara di Dukuh Brajan, Kelurahan Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, menggelar kegiatan edukatif bertemakan “Belajar Bersama tentang Pancasila” bersama siswa-siswi MI Ma’arif Brajan pada Kamis (24/7).

Baca juga: KKN Nusantara V tahun 2025 dan Semangat Gotong Royong Membangun Desa

Kegiatan ini disambut antusias oleh para siswa. Dengan metode pembelajaran yang menyenangkan, seperti menyanyi, bermain kuis interaktif, dan menggambar simbol-simbol Pancasila. Suasana kelas berubah menjadi ruang penuh tawa, semangat, dan kebersamaan.

Dalam hal ini, Novella Citra menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata dari kepedulian terhadap pendidikan karakter anak sejak dini.

“Kami ingin Hari Anak Nasional ini menjadi momen bermakna bagi adik-adik. Melalui kegiatan sederhana ini, kami berusaha menyalurkan sedikit ilmu yang kami miliki agar mereka bisa tumbuh menjadi generasi yang mencintai bangsa dan negaranya,” ujarnya.

Selain itu, siswa juga diajak berdiskusi ringan mengenai contoh-contoh sikap yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, seperti saling tolong-menolong, menghargai perbedaan pendapat, dan menjaga kebersihan.

Tak hanya di dalam kelas, mahasiswa KKN juga mengajak siswa bermain permainan edukatif di halaman sekolah. Salah satu permainan favorit anak-anak adalah “Tebak Sila,” di mana peserta harus menebak sila Pancasila berdasarkan petunjuk yang diberikan oleh teman-temannya. Aktivitas ini tidak hanya melatih daya ingat dan pemahaman, tetapi juga membangun kerja sama dan kepercayaan diri anak-anak.

Kegiatan ini juga menjadi ajang refleksi bagi mahasiswa KKN Nusantara. Mereka merasakan langsung betapa pentingnya mendekatkan nilai-nilai dasar kebangsaan kepada generasi muda dengan pendekatan yang sesuai usia dan menyenangkan.

“Kami belajar banyak dari semangat anak-anak hari ini. Ternyata, ketika kita hadir dengan niat tulus dan metode yang tepat, nilai-nilai besar seperti Pancasila bisa ditanamkan dengan sangat efektif,” ujar salah satu mahasiswa.

Pihak sekolah mengapresiasi langkah mahasiswa KKN yang telah ikut serta meramaikan Hari Anak Nasional dengan kegiatan yang bermanfaat. Kepala MI Ma’arif Brajan berharap kegiatan serupa dapat terus dilaksanakan sebagai bentuk kolaborasi antara dunia pendidikan dan pengabdian masyarakat.

Melalui momentum Hari Anak Nasional ini, mahasiswa KKN Nusantara Brajan berharap kontribusi mereka bisa menjadi bagian dari upaya membentuk karakter anak-anak yang cinta tanah air dan berjiwa Pancasila. Mereka pun berkomitmen untuk terus menghadirkan kegiatan positif lainnya selama masa pengabdian di Dukuh Brajan, demi mendampingi masyarakat dalam tumbuh dan berkembang bersama.

Menyelami Makna dan Keunikan di Balik Festival Bubur Suro Krapyak Kota Pekalongan

Penulis: Atika Puspita Rini, Editor: Ika Amiliya Nurhidayah

Menyambut tahun baru Hijriah menjadi hal yang penuh suka cita bagi setiap umat muslim. Seperti yang dirasakan oleh masyarakat Kota Pekalongan, khususnya wilayah Krapyak dalam menyambut acara tahunan ini.

Setiap memasuki bulan Muharram (Suro) masyarakat Kelurahan Krapyak mengadakan acara tahunan berupa Festival Bubur Suro. Sebuah acara yang kental akan tradisi ini lahir dari kebiasaan dan spiritual masyarakat. Sesuai penamaannya, Festival Bubur Suro diambil dari bulan pertama dalam kalender Jawa yaitu Suro.

Baca juga: Pawai Obor Warnai Semarak Muharram Remaja Masjid Al Muttaqien Desa Sidorejo

Tradisi yang diselenggarakan sejak tahun 2019 ini bukan hanya perayaan, namun menjadi wujud dari rasa syukur, kebersamaan, serta pelestarian budaya yang maknanya sangat mendalam bagi masyarakat sekitar.

Dalam pelaksanaan tradisinya, masyarakat Krapyak membagikan ribuan porsi bubur. Hal ini merupakan bentuk rasa syukur dan sedekah atas karunia Allah SWT. Ditinjau dari sisi historis, tradisi bubur suro ini merupakan interpretasi dari kisah Nabi Nuh dan pengikutnya, di mana kapal yang ditumpangi selamat dari bencana banjir bandang, kemudian mereka memasak makanan dengan bahan seadanya untuk dinikmati bersama. Seperti wadah yang digunakan untuk bubur tersebut yaitu takir yang berbentuk melengkung menyerupai kapal Nabi Nuh.

Tentunya bubur suro ini menggambarkan keberagaman, sebagaimana yang terdapat di dalam bubur yang terdiri dari macam-macam bahan, rempah, kacang-kacangan, dan diolah dengan tujuh toping lainnya. Dalam proses pembuatannya pun melibatkan banyak orang, tentunya tergambarkan betapa kuatnya nilai gotong royong dalam kehidupan masyarakat.

Keunikan juga tergambarkan dari rangkaian acara Festival Bubur Suro yang kental akan pelestarian budayanya. Seperti terselenggaranya acara tahun ini yang mengusung tema “Merawat Jejak Luhur” dengan menonjolkan nilai-nilai tradisi, serta kearifan lokal. Ornamen yang digunakan dalam dekorasi acara pun dirancang penuh dengan sentuhan lokal yang menggunakan bambu dan kayu sebagai konsep dekorasi utama. Rangkaian acara pun menjadi simbol betapa masih kuatnya pelestarian budaya yang tersaji dalam acara ini. Seperti Kirab Gunungan Bubur Suro yang memiliki simbol harapan dan doa, pentas budaya seni yang menghadirkan musik keroncong, hingga bazar makanan dari berbagai jenis generasi baik tradisional maupun modern. Kegiatan ini pastinya memberikan banyak peluang bagi masyarakat baik perekonomian serta rasa gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Krapyak.

Tradisi ini mengundang banyak antusiasme masyarakat serta menjadi kebanggaan lokal yang tentunya memberikan inspirasi bagi daerah lain untuk menjaga tradisi setempat. Festival Bubur Suro ini menjadi cerminan kearifan lokal serta semangat gotong royong masyarakat Krapyak Kota Pekalongan. Di balik pemaknaan sebuah bubur tersimpan rasa syukur, harapan, serta kebersamaan masyarakat yang selalu dirayakan secara turun-temurun.

Merawat Iman, Hidupkan Harmoni: Belajar Moderasi Beragama dari Petilasan 5 Roti 2 Ikan

Penulis: Moh. Alwi Andiansyah Saputra, Editor: Atika Puspita Rini

Malam itu (24/7), angin perbukitan Kalibawang berembus lembut saat saya dan rekan-rekan KKN Nusantara Posko 22 mengikuti kegiatan Doa Rutin Kamis Malam di Petilasan 5 Roti 2 Ikan, Dukuh Jurang Depok, Kelurahan Banjarasri, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo. Bukan sekadar doa biasa, perjumpaan ini membawa kami menelusuri jejak iman Katolik yang telah mengakar sejak awal penyebarannya di Tanah Istimewa Yogyakarta.

Baca juga: Langkah Awal Wujudkan Ketahanan Pangan: Warga Kanoman I Belajar Membuat IMO

Menurut Ibu Lumiyati, Istri Dukuh Jurang Depok, nama 5 Roti 2 Ikan tidak hanya merupakan simbol alkitabiah, melainkan menyimpan sejarah penting. Nama tersebut merujuk pada lima murid dan dua misionaris yang memulai misi Katolik di Kalibawang. Sejak saat itu, tempat ini berkembang menjadi ruang pertumbuhan iman sekaligus wadah dialog lintas generasi.

Hal membedakan malam itu adalah adanya sesi sarasehan bertema “Keluarga Katolik Terlibat dalam Masyarakat” yang diarahkan langsung oleh Keuskupan Agung Semarang. Menurut Bapak Winarto, Ketua Lingkungan Jurang Depok, kegiatan ini rutin dilakukan, namun malam tersebut menjadi istimewa karena umat diajak untuk lebih reflektif terhadap peran sosial mereka.

Dalam diskusi, muncul satu pernyataan menarik yang dikutip oleh rekan saya, Mba Dewi: “Jika satu anggota tubuh rusak, maka rusaklah tubuh itu.” Pernyataan ini mengandung makna mendalam—bahwa setiap individu di masyarakat memiliki peran penting. Bila satu peran diabaikan, maka keberlangsungan masyarakat bisa terganggu. Inilah nilai dasar dari moderasi beragama.

Moderasi beragama mengajarkan kita untuk setia pada keyakinan, sekaligus terbuka dalam perbedaan. Prinsipnya mencakup komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, serta penerimaan terhadap budaya lokal. Kegiatan doa di Petilasan ini mencerminkan semuanya, yaitu umat Katolik yang tidak eksklusif, tetapi hadir dan berkontribusi nyata dalam kehidupan sosial warga sekitar. Agama tidak menutup ruang tradisi, tetapi justru merawatnya dalam bingkai iman yang kontekstual.

Di tengah maraknya polarisasi dan cara pandang sempit terhadap agama, pengalaman ini menjadi pengingat bahwa iman seharusnya mendekatkan, bukan memisahkan. Moderasi bukan berarti memudarkan keyakinan, melainkan menjalankannya secara bijak, terbuka, dan penuh empati.

Sebagai mahasiswa yang sedang menjalani KKN, saya melihat kegiatan ini bukan sekadar pengalaman religius, melainkan pelajaran penting tentang bagaimana kerukunan dirawat secara nyata. Moderasi beragama bukan jargon kosong, tapi praktik hidup sehari-hari—dalam doa, dialog, dan tindakan sosial bersama.

Indonesia sebagai bangsa majemuk membutuhkan lebih banyak ruang seperti ini. Tempat di mana perbedaan tidak menjadi ancaman, tetapi justru kekuatan. Dan malam itu, di tengah sunyinya Petilasan yang sarat makna, saya menyaksikan sebuah kebenaran sederhana, yaitu iman yang moderat mampu menjadi jembatan, bukan tembok, antarumat manusia.

Antusias, Warga Kanoman I Belajar Membuat IMO

Penulis: Ika Amiliya Nurhidayah, Editor: Muslimah

Kulonprogo – Kelompok Kanoman I bersama Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kalibawang menyelenggarakan Edukasi Pembuatan Indigenous Microorganism (IMO) dan Komersialisasi Produk Pertanian di kediaman Tumijo, Kepala Dusun Kanoman I, Banjararum, Kalibawang, Kulonprogo pada Kamis, (24/7).

Baca juga: Matangkan Persiapan Program Kerja, Kelompok 1 KKN Nusantara Praktik Membuat IMO Bersama KWT

Kegiatan ini merupakan implementasi program kerja Kelompok Kanoman I yang mengacu pada pilar Desa Rumah Alam dan Ekoteologi (Rumaket) dan Pembangunan Ekonomi Umat.

Dinna selaku Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Kalibawang, menyampaikan definisi, fungsi, kelebihan, serta proses pembuatan Indigenous Microorganism (IMO) dengan jelas.

Lebih lanjut, Dinna menyampaikan bahwa terdapat peluang ekonomi yang cukup menjanjikan dari produksi IMO, namun perlu dilakukan uji lab untuk bisa mengomersialisasikan produk tersebut.

“Perlu ada uji lab terlebih dahulu di Kabupaten Bantul, di laboratorium pengamat penyakit, baru bisa didistribusikan,” jelasnya.

Bukan hanya penyampaian teori, sosialisasi dilanjutkan dengan praktik pembuatan IMO 1 dan IMO 2 yang dilakukan di bawah pohon bambu, di mana terdapat tanah yang masih alami karena belum terkontaminasi bahan kimia apa pun. Dipimpin oleh Suwarto selaku PPL di wilayah Kelurahan Banjararum, warga menyimak dengan seksama.

Di akhir kegiatan, Kelompok I membagikan 2 bibit cabai dan 2 bibit tomat, polybag, serta 1 botol IMO 2 kepada tiap warga untuk segera dipraktikkan di rumah. Warga terlihat antusias mengikuti sesi demi sesi acara.

Menjejak Sunyi Sejarah di Gereja Boro: Napak Tilas Misi Katolik di Jantung Kulon Progo

Penulis: Moh. Alwi Andiansyah Saputra, Editor: Nehayatul Najwa

Kalibawang, Kulon Progo di antara lebatnya pepohonan dan udara sejuk pegunungan Menoreh, berdiri sebuah bangunan tua yang kokoh menantang waktu, yaitu Gereja Santa Theresia Lisieux, Boro. Bagi masyarakat sekitar Kalibawang, nama “Gereja Boro” bukan sekadar tempat ibadah. Ia adalah saksi bisu dari perjalanan panjang penyebaran ajaran Katolik dan kehidupan sosial masyarakat sejak masa kolonial.

Langkah kaki kami dari Tim KKN Nusantara V yang sedang bertugas di Dukuh Jurang Depok, Kelurahan Banjarasri, terasa ringan namun penuh rasa ingin tahu saat menginjakkan kaki di Komplek Misi Boro. Sebuah kawasan yang ternyata menyimpan lebih dari sekadar bangunan gereja, di sinilah sejarah, iman, dan pelayanan berpadu erat dalam satu ruang dan waktu.

Menurut hasil wawancara kami dengan pengelola setempat, Gereja Boro mulai dibangun pada 31 Agustus 1931, ketika wilayah ini masih merupakan bagian dari stasi Kalibawang yang dilayani oleh Paroki Muntilan, Magelang. Kehadiran Romo J. Prenthaler, S.J. menjadi titik balik yang membangkitkan kehidupan rohani di Boro, sekaligus menjadi penggerak utama berdirinya kompleks ini.

Baca Selengkapnya: Tantangan Kehidupan Mahasiswa Muslim di Kota Nanjing, Cina

Namun, gereja hanyalah satu bagian dari mosaik besar bernama Komplek Misi Boro. Kami mendapati bahwa di sekeliling gereja terdapat pastoran, rumah sakit, susteran, bruderan, panti asuhan, hingga sekolah-sekolah Katolik seperti Pangudi Luhur dan Marsudirini. Pembangunan kompleks ini berlangsung dari tahun 1928 hingga 1938, menggambarkan betapa seriusnya misi Katolik dalam mengakar di tanah Kulon Progo, bukan hanya untuk menyebarkan ajaran, tetapi juga melayani umat lewat pendidikan dan kesehatan.

Yang membuat hati terenyuh, bangunan-bangunan tua itu masih tegak berdiri. Dinding-dinding gereja dengan ornamen khas Eropa awal abad ke-20, jendela kaca patri yang menyaring cahaya mentari pagi, hingga aroma kayu tua yang menenangkan, semuanya membawa imajinasi kami menyusuri lorong-lorong waktu. Namun yang paling mencuri perhatian adalah bagaimana nuansa budaya lokal terasa begitu kuat di dalam gereja ini.

Baca Selengkapnya: Moderasi Beragama: Harmoni Islam dan Budaya Lokal di Desa Linggoasri

Ornamen-ornamen ukiran kayu bermotif batik dan tokoh-tokoh wayang menghiasi bagian dalam gereja. Kehadiran elemen-elemen budaya lokal tersebut seolah menjadi bentuk dialog harmonis antara iman dan tradisi, antara universalitas Katolik dan kearifan lokal. Ukiran yang halus dan penuh makna itu bukan sekadar hiasan, melainkan simbol bagaimana kekristenan merangkul budaya setempat, bukan menggantikannya.

“Komplek ini bukan hanya milik umat Katolik. Ini bagian dari sejarah Kulon Progo,” ungkap salah satu pengurus gereja yang kami temui.

Ucapannya seperti menegaskan bahwa di balik nilai religiusnya, Gereja Boro menyimpan warisan lintas budaya yang layak dihormati dan dilestarikan.

Baca selengkapnya: Moderasi Beragama dan Toleransi di Desa Karangturi, Lasem: Simbol Harmoni dalam Keberagaman

Di tengah modernisasi yang semakin cepat, tempat seperti Gereja Boro menjadi pengingat akan akar-akar sejarah yang tak boleh tercerabut. Kunjungan ini bukan hanya menjadi bagian dari agenda observasi KKN kami, tetapi juga menjadi pengalaman spiritual dan budaya yang mendalam—mengajarkan bahwa bangunan tua bisa menyampaikan kisah, jika kita tidak hanya diam dan mendengarnya.

Menanam Nilai Kerukunan Melalui Peringatan Hari Koperasi: Refleksi KKN Nusantara Kelompok 22 di Kulon Progo

Penulis: Moh. Alwi Andiansyah Saputra, Editor: Muslimah

Pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) bukan hanya tentang pengabdian di desa, tetapi juga tentang membumikan nilai-nilai strategis kebangsaan. Salah satu refleksi nyata dari semangat tersebut tampak dalam kegiatan Upacara Peringatan Hari Koperasi Indonesia ke-78 yang diikuti oleh KKN Nusantara Kelompok 22 di Kelurahan Banjarasri, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, pada 17 Juli 2025. Mahasiswa KKN turut serta dalam kegiatan tersebut bersama Aparatur Sipil Negara (ASN) dan perangkat kecamatan setempat.

Baca juga: KKN Nusantara V tahun 2025 dan Semangat Gotong Royong Membangun Desa

Kegiatan ini menjadi simbol keterlibatan mahasiswa dalam ruang-ruang sosial yang lebih luas—bukan hanya sebagai pelaksana program, tetapi juga sebagai agen pembangun harmoni masyarakat. Selaku inspektur upacara, Camat Kalibawang, Bapak Tukidi, menekankan pentingnya peran semua pihak, termasuk mahasiswa, dalam menjaga kerukunan dan mendorong pemberdayaan ekonomi umat sebagai bagian dari arah pembangunan yang inklusif.

Pesan tersebut sejalan dengan Asta Protas, delapan program prioritas Kementerian Agama Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 244 Tahun 2025. Dari delapan prioritas tersebut, yang paling relevan dengan konteks kegiatan ini adalah poin pertama, yaitu Meningkatkan Kerukunan dan Cinta Kemanusiaan serta poin keenam berbunyi Pemberdayaan Ekonomi Umat.

Koperasi dan Kerukunan sebagai Dua Pilar Saling Menguatkan

Koperasi tidak hanya diposisikan sebagai entitas ekonomi, melainkan juga sebagai motor penggerak solidaritas sosial. Dalam ruang koperasi, masyarakat dari berbagai latar belakang bersatu tanpa membedakan agama, etnis, maupun status sosial. Inilah nilai-nilai kerukunan yang sesungguhnya, yang terwujud dalam praktik ekonomi sehari-hari.

Mahasiswa KKN yang terlibat dalam peringatan Hari Koperasi diajak untuk menyaksikan langsung bagaimana nilai gotong royong dan keadilan sosial dapat dikonkretkan dalam bentuk kelembagaan ekonomi. Ini merupakan pelajaran kontekstual yang tidak bisa didapat di ruang kelas, tetapi sangat krusial dalam pembentukan karakter sosial mahasiswa.

Arahan Camat sebagai Titik Tekan Misi Sosial KKN

Selain mengikuti upacara, Tim KKN Kelompok 22 juga mendapatkan arahan langsung dari Camat Kalibawang. Dalam arahannya, beliau menekankan pentingnya menjaga kerukunan selama masa pengabdian berlangsung. Mahasiswa diharapkan tidak hanya membawa program kerja teknis, tetapi juga menghadirkan nilai-nilai persatuan dan kemanusiaan di tengah masyarakat yang majemuk.

Arahan ini menjadi penegas bahwa KKN bukan sekadar agenda tahunan akademik, melainkan bagian dari gerakan sosial berbasis kesadaran multikulturalisme dan inklusi. Mahasiswa diharapkan mampu menjadi mediator dialog dan harmoni sosial dalam lingkup lokal, yang akan berdampak nasional jika dilakukan secara kolektif.

Kerukunan dan Kemandirian sebagai Visi Bersama

Pengalaman KKN Nusantara Kelompok 22 dalam mengikuti peringatan Hari Koperasi menunjukkan bahwa nilai-nilai kerukunan dan ekonomi kerakyatan bisa tumbuh bersamaan. Melalui kegiatan semacam ini, mahasiswa tidak hanya belajar tentang masyarakat, tetapi juga turut membentuk masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan sejahtera.

Dengan membumikan Asta Protas dalam praktik nyata, KKN Nusantara tidak hanya menjadi program pengabdian, tetapi juga platform transformasi sosial yang berkelanjutan.

KKN Nusantara V tahun 2025 dan Semangat Gotong Royong Membangun Desa

Penulis:  Moh. Alwi Andiansyah Saputra, Editor: Nehayatul Najwa

Kuliah Kerja Nyata (KKN) Nusantara tahun 2025 bukan sekadar program pengabdian biasa. Kegiatan ini menjadi wujud nyata dukungan terhadap Asta Protas Kementerian Agama, terutama dalam mendorong peran Perguruan Tinggi Keagamaan dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan budaya di tengah masyarakat. Pelaksanaan KKN Nusantara V yang dilaksanakan serentak se-Indonesia menjadi bagian dari narasi besar membangun Indonesia dari pinggiran.

Salah satu kisah inspiratif datang dari Kelompok 22 KKN Nusantara yang diterjunkan di Dukuh Jurang Depok, Kalurahan Banjarasri, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo. Di desa yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani ini, mahasiswa bergandengan tangan bersama warga dan pemerintah desa membangun jalan desa demi memperlancar akses dan mendorong mobilitas ekonomi.

Jalan Desa Jadi Jembatan Harapan.

Di tengah keterbatasan, pembangunan jalan desa menjadi proyek yang monumental. Jalan penghubung antar-RT yang sebelumnya hanya berupa jalan tanah berbatu kini mulai dicor dan diratakan. Jalan tersebut bukan hanya jalur transportasi, melainkan simbol kolaborasi antargenerasi.

Pak Sigit, Ketua Dukuh Jurang Depok dan Ngaren, menyebutkan bahwa keterlibatan warga sejak tahap perencanaan menunjukkan tingginya rasa kepemilikan masyarakat terhadap infrastruktur desa.

“Kalau masyarakat ikut bangun, mereka akan ikut jaga. Itu yang kami harapkan,” ujarnya.

Pembangunan jalan ini tak hanya menguntungkan petani dalam mengangkut hasil panen, tetapi juga memudahkan akses anak-anak menuju sekolah dan mempercepat perputaran ekonomi lokal.

Mahasiswa Belajar Hidup, Warga Menyuarakan Harapan

KKN Nusantara tidak hanya memberi ruang bagi mahasiswa untuk mengimplementasikan ilmunya, tetapi juga menjadi ajang pembelajaran sosial. Erfan, Ketua KKN Kelompok 22, menekankan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam proyek jalan ini memperluas wawasan dan kepekaan terhadap realitas kehidupan warga.

“Kami belajar langsung dari masyarakat, mengenali keresahan, kebutuhan, dan harapan mereka. Bukan hanya tentang bangunan fisik, tapi juga membangun hubungan sosial yang bermakna,” ujar Erfan.

Menurutnya, infrastruktur desa merupakan jantung mobilitas dan distribusi hasil tani. Ketika akses menjadi lancar, produktivitas meningkat, dan kesejahteraan pun ikut terangkat.

Gotong Royong yang Hidup Kembali

Salah satu kekuatan utama dalam pembangunan ini adalah semangat gotong royong. Warga dari berbagai usia turut serta: orang tua mengangkat semen, anak muda membantu pengecoran, dan ibu-ibu menyiapkan konsumsi bagi para pekerja. Tak ada sekat, semua menyatu dalam gerakan sosial yang harmonis.

Pak Kartowiyono, seorang petani setempat, menuturkan bahwa pembangunan jalan ini telah mengubah keseharian mereka. “Kalau dulu kami kesulitan saat panen, sekarang lebih mudah bawa hasil tani. Anak-anak juga lebih aman kalau hujan,” katanya.

Peran ibu-ibu seperti Bu Kusniati pun tak bisa diabaikan.

“Kami bantu dari dapur. Biar yang kerja tetap semangat,” ucapnya sambil tersenyum.

Kebersamaan seperti inilah yang menjadi ruh pembangunan desa gotong royong bukan hanya tradisi, tetapi strategi pembangunan yang paling relevan dan berkelanjutan.

KKN Nusantara dan Masa Depan Pembangunan Inklusif

Apa yang dilakukan oleh mahasiswa KKN Nusantara dan warga Desa Banjarasri adalah gambaran kecil dari cita-cita besar Indonesia: membangun dari bawah, dari masyarakat sendiri. Ketika program pendidikan tinggi mampu bersinergi dengan semangat lokal, hasilnya bukan hanya jalan yang dicor, tetapi juga mimpi yang dikuatkan.

KKN Nusantara telah membuktikan bahwa pengabdian masyarakat bisa menyentuh langsung jantung persoalan. Bukan sekadar seremonial, tetapi kerja nyata yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Harapan ke depan, program seperti ini dapat terus dikembangkan dan diperkuat. Bukan hanya dalam pembangunan fisik, tetapi juga pemberdayaan ekonomi, pendidikan masyarakat, hingga inovasi desa berbasis teknologi dan digitalisasi.

Dari Jalan ke Harapan

Membangun jalan mungkin terlihat sederhana. Tapi ketika jalan itu dibangun dengan cinta, semangat, dan kolaborasi, maka ia menjadi jalan harapan-harapan akan masa depan desa yang lebih baik, lebih sejahtera, dan lebih mandiri.

KKN Nusantara adalah potret Indonesia yang tidak menyerah oleh keterbatasan, tapi tumbuh karena gotong royong. Dari Dukuh Jurang Depok dan Ngaren, kita belajar bahwa perubahan itu mungkin — asal dikerjakan bersama.