Konser Musik Lebih Menarik daripada Seminar Akademik

Editor: Sirly Amri; Penulis: Mar’atus Sholikhah

Generasi Z, begitulah manusia menyebut era yang dimana setiap mereka dituntut untuk bisa beradaptasi dengan perubahan terlebih dengan adanya kemajuan teknologi. Generasi Z juga mempunyai peran penting dalam kehidupan berbangsa nantinya. Generasi ini  juga disiapkan untuk menjadi penggerak bangsa yang berkualitas, berkompeten, dan berdaya saing tinggi, sehingga diharapkan bisa membawa bangsa Indonesia mencapai puncak kejayaannya di tahun 2045.

Sebagian besar transformasi di era milenial baik dari segi positif maupun negatif bergantung pada generasi itu sendiri yang dapat mengatasinya ataupun tidak. Tanpa di sadari, generasi milenial ini terdapat kekurangan yakni dari segi ilmu pengetahuan moral dan agama.  Dari kekurangan tersebutlah generasi ini akan gampang tergoyahkan oleh arus globalisasi yang semakin pesat.

Ketika berbicara mengenai perguruan tinggi erat kaitannya dengan dunia akademik. Di dalam perguruan tinggi sendiri, pada hakikatnya tugas seorang mahasiswa adalah menimba ilmu, berdiskusi dan mengembangkan diri. Hal inilah yang akan menjadi bekal untuk masuk ke dunia kerja serta kehidupan sosial kemasyarakatan. Beberapa hal yang sudah disebutkan, tertuang jelas dalam Tri Darma Perguruan Tinggi yang menjadi pondasi bagi setiap dosen dan mahasiswa di kampus manapun untuk menjalankan segala aktivitas akademiknya.

Baca juga: Tanggap Teknologi Digital: BSI bersama Mahasiswa KKN UIN Gusdur adakan Pembuatan QRIS di Desa Gondang

Namun akhir-akhir ini, Tri Darma Perguruan Tinggi tersebut seakan tergerus dan terkesan terabaikan oleh generasi milenial, khususnya di kampus UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan atau yang lebih dikenal dengan sebutan UIN Gus Dur. Dimana kampus yang sejatinya tempat untuk menuntut ilmu malah terkesan dialih fungsikan menjadi tempat konser musik.

Musik ialah suatu bentuk kesenian yang tidak akan pernah lepas serta melekat pada kehidupan manusia dan konser musik biasanya menjadi ajang pertunjukan musik secara langsung kepada para penikmat musik serta penggemarnya. Diselenggarakannya konser musik tidak hanya dijadikan sebagai sebuah hiburan saja, melainkan ada suasana tersendiri di dalam konser musik yang bisa memberikan kesan sangat menarik bagi para penikmat musik. Sedangkan seminar ialah suatu kegiatan akademik untuk menyampaikan suatu karya ilmiah dari seorang akademisi maupun sebuah topik pembahasan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan zaman.

Tak ada salahnya menyelenggarakan konser musik di lingkungan kampus. Konser musik menjadi sarana menghibur mahasiswa yang penat dengan aktivitas perkuliahan, juga menjadi sarana promosi organisasi atau komunitas agar semakin dikenal. Konser musik juga tentu mendatangkan keuntungan yang besar, kemudian konser musik juga dapat menjadi sarana mengumpulkan massa untuk kemudian panitia mengajak atau mengarahkan massa ke satu hal yang mereka inginkan seperti kampanye.

Baca juga: Memahami Aturan Pernikahan bagi Gen Z

Namun penyelenggaraan konser musik yang begitu masif melontarkan berbagai pertanyaan; apakah budaya akademis mahasiswa sudah terkikis? Apakah kegiatan akademis sudah tidak menarik lagi bagi mahasiswa? terlebih lagi didukung dengan adanya fakta dilapangan bahwa konser musik lebih ramai serta banyak menarik peminatnya, berbanding terbalik dengan seminar akademik baik dari ormawa kampus maupun dari pihak kampus yang semakin kesini semakin sepi peminatnya.

Menarik untuk di diskusikan apa motif utama komunitas atau organisasi itu mengadakan konser musik, padahal kompetensi mereka bukan dibidang musik. Apakah konser yang diadakan murni untuk menghibur mahasiswa? Apakah organisasi atau komunitas itu mencari keuntungan ekonomi semata? Atau mungkin mereka mempunyai motif tersembunyi dibalik konser yang mereka selenggarakannya?

Berbagai asumsi tersebut muncul karena saking seringnya pergelaran konser musik di kampus UIN Gus Dur sepanjang tahun 2024, terlebih lagi dengan ramainya konten yang terkenal atau lebih disebut dengan For You Page (fyp) diberbagai platform digital baik tiktok, instagram serta yang lain. Dimana di lingkungan kampus Islam serta memakai nama seorang ulama besar yang seharusnya dikenal dan unggul dalam bidang keilmuan maupun ke Islamannya kalah tenar dengan berbagai konser musik yang diselenggarakan, terlebih lagi yang sangat amat disayangkan dari banyaknya konten kreator yang ada, tak jarang pula ada yang tidak mengenakan jilbab serta berpakaian kurang tertutup saat konser musik berlangsung.

Baca juga: Perayaan Hari Pangan Sedunia, Masyarakat Desa Mendolo Kenalkan Komoditi Pangan Lokal.

Kemudian hal tersebut seharusnya menjadi sorotan bagi para pimpinan tertinggi dikampus UIN Gus Dur, jangan sampai kelonggaran toleransi di kampus Islam tercinta ini menjadi cabang dari Negara Arab Saudi yang terkenal dengan keIslamannya namun semakin bebas akan keduniawiannya. Serta hal tersebut seharusnya cepat ditanggapi dari berbagai pihak terlebih lagi dari pihak kampus maupun pihak ormawa untuk mencari cara maupun menemukan ide yang cepat serta tepat untuk meramaikan kembali forum-forum diskusi keilmuwan sehingga diharapkan mampu menarik banyak peminat ketika mengadakan seminar akademik.

Sebenarnya pihak kampus telah memunculkan solusi nyata yakni dengan mengadakan seminar akademik rasa konser, yang pada saat itu diselingi menghadirkan penyanyi terkenal yakni Woro Widowati, penyanyi yang terkenal dengan ambyar tersebut menyanyikan beberapa lagu khasnya disela waktu istirahat seminar berlangsung. Harapannya kegiatan tersebut menjadi gambaran awal bagi pihak kampus maupun ormawa kampus untuk mendesain sebuah seminar akademik yang menarik supaya tidak kalah ramai dengan konser musik.

Menjaga Lidah, Prinsip Moral yang Universal

Penulis: Serena Salsabila; Editor: Sirli Amry

Ghibah atau berbicara buruk tentang orang lain adalah perilaku yang sangat dihindari oleh banyak agama dan budaya. Ghibah dapat menimbulkan dampak yang negatif yang beragam. Salah satunya adalah rusaknya hubungan sosial, baik dalam pertemanan, kekeluargaan, maupun hubungan sosial lainnya. Selain merusak hubungan sosial, ghibah juga dapat merusak kesehatan mental dan emosional, serta menciptakan lingkungan yang tidak sehat.

Menjaga lidah bukan hanya tentang menahan diri untuk tidak berbicara buruk tentang orang lain, tetapi juga membangun sikap yang penuh dengan kebaikan dan kejujuran. Sikap seperti ini merupakan bentuk penghormatan terhadap hak-hak orang lain. Selain itu, juga merupakan upaya untuk menciptakan hubungan yang lebih baik dalam masyarakat.

Salah satu alasan utama untuk menjaga lidah adalah untuk mencegah ghibah. Ghibah tidak hanya merusak hubungan antar individu, tetapi juga dapat menciptakan ketegangan dan konflik dalam masyarakat. Ketika kita berbicara buruk tentang orang lain, kita tidak hanya merugikan orang yang kita bicarakan, tetapi juga diri kita sendiri.

Baca juga: Menyoroti Bahaya Bermain Game Online Dampaknya Terhadap Kesehatan Mental Dan Sosial

Selain itu, menjaga lidah juga dapat meningkatkan kualitas hidup bersama. Dengan bertutur kata yang baik dan jujur, kita dapat menciptakan lingkungan yang positif dan mendukung. Sikap positif dan komunikasi yang baik akan menciptakan hubungan yang lebih harmonis dan penuh kasih dalam masyarakat.

Bertutur kata yang baik memiliki kekuatan luar biasa dalam membentuk hubungan antar  manusia. Firman Allah dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah (2:262) menyatakan, “Kata-kata yang baik dan pengampunan lebih baik daripada sedekah yang diiringi celaan.” Kata-kata yang baik mampu menyentuh hati orang lain dan membawa kebaikan dalam hubungan sosial. Sebagaimana yang disebutkan dalam Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim, “Seseorang berkata dengan suatu kata yang tidak memperhatikan kadar beratnya, sehingga akibatnya ia terjerumus ke dalam neraka lebih dalam dari jarak antara timur dan barat.” Hal ini menegaskan tanggung jawab besar yang kita miliki atas setiap kata yang keluar dari mulut kita.

Di akhirat nanti, setiap kata yang kita ucapkan akan dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana yang disebutkan dalam Surah Qaf (50:18), “Tidaklah ia berbicara dengan suatu ucapan melainkan di sisinya ada penjaga yang siap.” Menjaga lidah bukan hanya tentang kehidupan dunia, tetapi juga persiapan untuk kehidupan akhirat.

Baca juga: Penanaman Nilai Moderasi Beragama Sejak Dini di Lingkungan Sekolah

Mengapa kita harus menjaga lidah? Karena dengan menjaga lidah, kita tidak hanya menghormati orang lain, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih baik untuk diri kita sendiri dan orang lain. Dengan menjaga lidah, kita dapat mencegah ghibah dan meningkatkan kualitas hidup bersama. Sebab, ghibah itu sendiri sudah dijelaskan pula larangannya dalam QS. Al-Hujurat ayat (12), yang artinya “”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka buruk (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka buruk itu dosa. Dan janganlah sebagian kalian mencari-cari keburukan orang dan menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudanya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Pentingnya menjaga lidah bukanlah sekadar ajaran agama, tetapi juga prinsip moral yang universal.  Maknanya, prinsip menjaga lidah ini berkaitan dengan berbagai hal dalam kehidupan manusia, karena kata-kata memiliki kekuatan untuk membentuk hal yang baik maupun buruk. Bahkan melalui kata-kata, orang dapat dengan mudah menjatuhkan orang lain. Oleh karena itu, kita harus bertanggung jawab atas setiap ucapan yang keluar dari mulut kita. Sehingga kita dapat menciptakan hubungan yang lebih baik dengan sesama manusia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat yang lebih baik pula.