Ngaji Filsafat: Menyebarkan Kesejukan dan Kebijaksanaan Bersama Fahrudin Faiz

Penulis: M. Fatih Qosdana, Editor: Sirli Amry

Fahrudin Faiz, nama yang tidak asing dikalangan pemuda, orangtua, dan bagi mereka penggemar gadget di era globalisasi sekarang ini. Pasalnya tak satupun orang yang tidak mengenal beliau meski di pelosok desa sekalipun. Akses internet yang menjangkau terhadap semua lapisan masyarakat menjadikan beliau banyak dikenal melalui kajiannya yang unik. Berbagai kajiannya menuai banyak tanggapan positif dari masyarakat. Salah satunya adalah kajian youtube ”Ngaji Filsafat”.

Dr. H. Fahruddin Faiz, S.Ag., M.Ag., adalah seorang filsuf Muslim kelahiran Mojokerto, 16 Agustus 1975. Dengan keahlian dan dedikasi yang luar biasa dalam bidang filsafat, beliau menjadi inspirasi bagi banyak orang yang ingin mendalami filsafat, terutama filsafat Islam. Perjalanan pendidikannya dimulai di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, tempat beliau meraih gelar Sarjana (S1) di jurusan Aqidah dan Filsafat pada tahun 1998. Tidak berhenti di situ, beliau melanjutkan pendidikannya di program Magister (S2) pada bidang Agama dan Filsafat di universitas yang sama dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2001. Kecintaannya pada ilmu membawanya meraih gelar Doktor (S3) dalam Studi Islam pada tahun 2014.

Baca Juga:  Refleksi Pemikiran Politik Menurut Imam Al Ghazali dalam Konteks Nilai-Nilai Islam dan Relevansinya pada Era Modern

Dedikasi dan keilmuan yang mendalam dari Dr. Fahruddin Faiz tidak hanya tercermin di ruang akademik, tetapi juga melalui program Ngaji Filsafat yang kini telah memasuki 457 sesi.  Kajian yang beliau usung bersama tim ini pertama kali digelar pada malam Senin sejak tahun 2013, sebelum akhirnya bergeser ke malam Kamis. Salah satu keunikan Ngaji Filsafat ini adalah menghadirkan berbagai macam pemikiran (filosof) barat, timur, asia, nusantara dan lainnya. Dilaksanakan setiap satu minggu sekali menjadikan kajian ini terasa dikangeni dan digandrungi banyak orang. Tema kajian filsafat (banner, pamflet YouTube, instagram, facebook, dan media lainnya) biasanya di share beberapa hari sebelum kajian berlangsung.

”Saya sering mendapat tanggapan dari teman-teman dari media-media mengatakan ada juga yang berharap semoga suatu saat bisa bertemu Pak Faiz. Kemudian ada juga yang mengatakan barangkali Pak Faiz terima aku jadi muridmu dan seterusnya-seterusnya. Sebenarnya yang dapat keuntungan, manfaat daripada itu semua itu adalah saya. Sebab, sebelum kalian tahu tentang pemikiran sebuah tokoh ataupun tema-tema yang akan dikaji maka saya harus lebih tahu dulu daripada kalian, sehingga saya harus mencari referensi terlebih dahulu ini, itu, dan sebagainya. Sehingga seringkali saya tekankan, mari belajar bersama-sama; saya belajar kepada kalian, kalian belajar kepada saya. Sebab hakikatnya seorang guru itu yang mau belajar sebagaimana murid yang mau mengajarkan. Sehingga terus-menerus adanya korelasi yang berkesinambungan.” ungkap beliau Pak Faiz dengan nada rendah yang menenangkan dalam kajiannya.

Pak Faiz, dalam kajiannya seringkali menyelipkan jokes-jokes atau candaan ringan. Hal ini dimaksudkan agar ngaji filsafat terasa menyenangkan dan tidak terkesan berat. Meskipun sejatinya filsafat itu susah, namun ditangan beliau, ngaji filsafat menjadi mudah untuk dipahami baik bagi pendengar secara langsung (mereka yang hadir di MJS pada malam rabu) maupun tidak langsung (mendengarnya dari channel MJS). Tamu yang datang kepada beliau pun tak terhitung jumlah dan asalanya. Mereka tidak hanya berasal dari Indonesia tetapi juga dari berbagai mancanegara. Bahkan karena cara mengkaji filsafat oleh beliau itu tergolong unik dan mudah dipahami, seorang suami istri dari luar negeri rela datang mengaji dan kuliah di jurusan filsafat.

Baca Juga:   Mengenal Lebih Dekat Lukman Hakim Saifuddin: Pembawa Obor Toleransi ala Gus Dur Muda

Salah satu kutipan pernyataan beliau yang pernah beliau sampaikan yakni ”Ketika orientasimu menolong orang lain dikarenakan kasihan terhadap orang tersebut, maka sejatinya engkau sedang melangkahi Allah. Karenanya, sadarilah bahwa kemampuan kita dalam menolong orang lain itu sebab Allah memampukan diri kita untuk menolong orang lain. Sehingga jadilah kita menolong terhadap orang lain. Meskipun hal ini kadang tidak masuk akal akan tetapi memang seperti itulah sejatinya, adanya Allah dibalik seluruh aktivitas kita”.

Dalam kajian ngaji filsafat seri awal memasuki tahun baru 2025 tepatnya hari rabu tanggal 1 januari, kanal ini menghadirkan tema tentang bagaimana menetapkan resolusi yang bermakna. Dengan harapan, resolusi yang dirancang dapat menjadi pijakan untuk memperbaiki diri dan membawa perubahan positif dalam kehidupan. Semoga channel ngaji filsafat yang dibawa oleh Pak Faiz beserta crew bisa membawakan kesejukan-kesejukan untuk Indonesia khususnya dan dunia umumnya.

Mengenal Syekh Nujumudin : Ulama Sufi Pembabad dan Penyebar Islam di Watusalam

Penulis: Muhammad Irfan, Editor: Fajri Muarrikh

Desa Watusalam terletak di Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan dan berbatasan dengan Desa Warungasem Kabupaten Batang disebelah timur, dan berbatasan dengan Kota Pekalongan di sebelah utara.

Di desa Watusalam terdapat seorang punden atau leluhur yang membabad tanah Watusalam, bernama Syekh Nujumuddin dari Cirebon, lahir pada tahun 1690 M, dan wafat pada tahun 1771 M, pada bulan safar. Beliau adalah seorang murid dari Syekh Abdul Muhyi Pamijahan, Jawa Barat. Setelah membuka perguruan atau pesantren di Gua Safarwadi, Syekh Abdul Muhyi Pamijahan banyak kedatangan murid-murid, salah satunya Syekh Nujumuddin. Kurang lebih tujuh tahun beliau menimba ilmu dan mengambil sanad tarekat Syattariyah, setelah itu Syekh Abdul Muhyi memerintahkan kepada Syekh Nujumuddin untuk menyebarkan Agama Islam dan berdakwah dari Cirebon menuju ke pesisir utara Jawa.

Dalam menuju ke pesisir utara laut jawa, beliau bersama dengan rombongan Syekh Faqih Ibrahim, putra dari Syekh Abdul Muhyi untuk menuju ke Mataram, akan tetapi Syekh Nujumuddin memisahkan diri karena dalam perjalanan beliau teringat pesan gurunya bahwa ada murid tua dari gurunya bernama Syekh Tholabuddin di Batang, yang saat itu sudah menjabat menjadi penghulu di Batang. Akhirnya, Syekh Nujumuddin berpisah dari rombongan dan menuju ke murid tertua Syekh Abdul Muhyi Pamijahan. Dalam perjalanannya, beliau beberapa kali bertemu dengan orang untuk menanyakan tempat tinggal Syekh Tholabuddin, akhirnya setelah mengetahui keberadaan Syekh Tholabuddin, Syekh Nujumuddin mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan Syekh Tholabuddin, dikarenakan Syekh Tholabuddin sudah menjadi penghulu. Beliau singgah di suatu daerah untuk meminta petunjuk sebelum menemui Syekh Tholabuddin, daerah itu dipenuhi pohon salam dan bambu, kemudian beliau memilih dibawah pepohonan bambu dan mendirikan gubuk untuk tempat tinggal tepatnya di pinggir kali kupang. Orang yang mengetahui ada gubuk di pinggir kali kupang dan mengetahui beliau seorang ulama, akhirnya banyak yang mendatangi untuk berguru kepadanya. Pada tahun 1740 M, beliau mendirikan gubuk atau pesantren untuk menampung murid-murid yang belajar dengan beliau.

Baca Juga : Abdurrahman Wahid (Gus Dur): Perjalanan Sejarah Menuju Kepresidenan RI

Setelah mendapat petunjuk dan sudah lama mengajar murid-muridnya, beliau menemui Syekh Tholabuddin di Masin. Serampung menemuinya, Syekh Nujumuddin kembali ke tempat padepokannya yang di pinggiran kali kupang, yang nantinya tempat itu dinamakan Watujoyo. Disana syekh Nujumuddin mendirikan perkampung yang bernama Watujoyo, sehingga beliau dikenal Buyut Watujoyo. Beliau lah yang pertama kali membabad tanah yang tadinya alas menjadi perkampungan. Di era Belanda desa Watujoyo nantinya di pecah menjadi dua, pertama menjadi desa Kertoharjo dan kedua bernama Watusalam. Makam Syekh Nujumuddin berada dikompek pemakaman seklayu desa Watusalam. Dalam catatan naskah Cirebon berkode KBG 628 PNRI, dari bagus ihram, ditulis pada kertas Eropa. Terdapat dua jenis bahasa yaitu bahasa Arab dan pegon. Bahasa Arab berjumlah 120 halaman dan 30 halaman menggunakan pegon, tertulis silislah sanad keilmuan Syekh Nujumuddin. Untuk silsislahnya, secara berurutan sebagia berikut.

Rasulullah saw.

Ali kang putra Abi Thalib

Husein al-Syahid

Zainal Abidin

Muhammad Baqir

Ja‟far al-Sidiq

Sultan Arifin Abi Yazid al-Bistami

Muhammad Magrib

Arabi Yazid al-Isyqi

Abu Mugafir Maulana Ihram Tusi

Abi Hasani Harqani

Hadaqili Madri al-Nahrini

Muhammad Asyiq

Muhammad Arif

Hidayat Allah Sarmusun

Hasur

Muhammad Gaus kang putra Hatib al-Din

Wajih al-Din

Sibgat Allah kang putra Sayyid Ruh Allah

Sayyidina Abi Muwahid Abd Allah Ahmad kang putra Abbas

Syaikh Ahmad kang putra Muhammad ing Madina, Syaikh Ahmad Qasyasi

Syaikh Abd al-Rauf kang putra Ali kang bangsa Syaikh Hamzah Fansuri

Syaikh Abd al-Muhyi Safarwadi

Syaikh Nujum al-Din

Kanjeng Kyai Haji Muhammad Yunus Saferwedi

Kyai Bagus Muhammad Taraju Cisarua

Bagus Ihram Carebon Babakan

Baca Juga : Mengenal Lebih Dekat Sosok Habib Ja’far atau yang Lebih Dikenal Habib Milenial 

Demikianlah biografi dari Syekh Nujumudin yang bisa penulis ceritakan. Syekh Nujumuddin meninggalkan warisan yang tak hanya berupa perkampungan dan pesantren, tetapi juga jejak spiritual yang terus hidup melalui para murid dan silsilah keilmuannya. Hingga kini, Desa Watusalam tetap mengenang beliau sebagai tokoh sentral dalam perkembangan agama Islam di wilayah tersebut, dengan makamnya menjadi salah satu situs bersejarah yang dihormati.  Jika ada kekeliruan, bisa dikoreksi bersama.

Wallahu a’lam..

Tiga Hal yang Menyelamatkan dan Menghancurkan

Penulis : Abdul Basith, M.Pd., Editor : Fajri Muarrikh

الحمد للهِ الواحدِ الفردِ الصمد، الذي لم يلد ولم يولد، ولم يكن له كفواً أحد، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، في مُلكه وسُلطانه، ولا مثيلَ له في أسمائه وصفاته

وإحسانه، وأشهد أن محمداً عبدُه ورسولُه المُؤيد ببرهانه، اللهم صل وسلم على محمد، وعلى آله وأصحابه وأتباعه وأعوانه. أما بعد فيا

عباد الله أوصيكم ونفسي بتقوى الله فقد فاز المتقون.. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Jamaah Jum’at rahimakumullah

Marilah kita senantiasa meningkatkan takwallah. Takwa yang sesugguhnya dengan menjalankan seluruh perintah dan menjauhi yang dilarang Allah SWT. Dengan selalu melakukan koreksi dan evaluasi dalam kualitas takwallah tersebut, kita akan menjadi hamba yang beruntung.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Rasulullah SAW pernah berpesan:

ثَلاثٌ مُنَجِّيَاتٌ، وثَلاثٌ مُهْلِكَاتٌ، فَأَمَّا الْمُنَجِّيَاتُ : فَتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلانِيَةِ، وَالْقول بالحق فِي الرِّضَا والسخط، وَالْقَصْدُ فِي

الْغِنَى وَالْفَقْرِ . وأَمَّا الْمُهْلِكَاتُ : فَشُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

“Ada tiga hal yang bisa menyelamatkan dan tiga hal yang bisa merusak. Yang menyelamatkan antara lain (1) takwa kepada Allah dalam sepi maupun ramai, (2) berkata benar (adil) dalam kondisi ridla maupun marah, dan (3) bersikap sederhana dalam keadaan kaya maupun miskin. Sedangkan yang merusak antara lain (1) bakhil yang kelewatan, (2) nafsu yang diikuti, dan (3) ujub terhadap diri sendiri.”

Baca juga : KHUTBAH JUMAT : Mengingat Kematian Bentuk Mendekatkan Diri Kepada Allah

Hadits yang diriwayatkan Imam al-Baihaqi ini secara tegas menjelaskan sikap-sikap yang saling bertentangan. Tiga penyakit perilaku yang terakhir dapat merusak kemuliaan manusia sebagai hamba Allah, menjauhkan seseorang dari kebahagiaan akhirat, dan keluar dari kewajaran hidup sebagai makhluk di dunia. Sementara tiga hal yang pertama justru sebaliknya, menyelamatkan hamba dari kerusakan-kerusakan itu semua.

Pertama, takwa kepada Allah. Sebagian kita kerap saling paham bahwa ketika disebut kata takwa maka yang terbayang sekadar melaksanakan shalat, puasa, haji, dan perkara ubudiyah lainnya. Padahal, takwa mencakup seluruh gerak lahir dan batin. Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW. menegaskan bahwa takwa tersebut tidak hanya dalam keadaan dilihat orang lain, karena ini wajar dan naluriah manusia, tetapi juga ketika seseorang dalam keadaan sendirian karena di situlah letak ujiannya. Jika kita tidak bisa mengontrol diri agar senantiasa dalam jalur yang benar melalui jalan ketakwaan, dikhawatirkan kita akan jatuh pada hal yang merusak yaitu hawa muttaba’ (hawa nafsu dan keinginan yang selalu dituruti).

Baca juga : KHUTBAH JUMAT-HIDUP MENCINTAI KERUKUNAN MENGHINDARI KEKERASAN

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Kedua, berkata benar dalam kondisi ridla maupun marah. Hal ini menuntut emosi yang stabil dan pengendalian diri yang baik. Janganlah seseorang mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak baik meskipun itu berlaku kepada orang yang dicintainya, begitu juga sebaliknya. Standar benar-salah, baik-buruk adalah aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, bukan kepada siapa ketentuan itu akan diberlakukan.

Ketiga, sederhana saat kaya maupun miskin. Hal ini menjadi ciri dari kedewasaan seseorang dalam memaknai kekayaan. Sederhana bukan berarti kekurangan, apalagi berlebihan. Ia berada di antara sangat irit (pelit) dan mubazir (pemborosan dan hura-hura). Kesederhanaan juga merupakan cermin dari kepribadian yang sanggup membedakan antara “kebutuhan” dan “keinginan”. Apa yang diinginkan seseorang tak selalu identik dengan keperluannya. Karena kebutuhan senantiasa mempunyai porsi sementara keinginan luas tak terbatas.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Anjuran hidup sederhana dalam kondisi apa pun sangat relevan bila dikaitkan dengan hakikat harta yang sejatinya karunia Allah. Di dalamnya ada hak untuk dirinya juga untuk orang lain. Bagi orang miskin, kesederhanaan adalah strategi untuk tetap bersyukur dan wajar dalam berekonomi. Bagi orang kaya, kesederhanaan adalah pertanda ia tak tenggelam dalam gemerlap duniawi sekaligus momen berbagi harta lebih yang ia miliki. Ketidakmampuan untuk hidup sederhana akan mendorong seseorang untuk kikir (syuhhun muthâ‘) terhadap harta yang ia miliki, yang menjadi salah satu perilaku merusak dalam hadits di atas.

اعوذ بالله من الشيطان الرجيم. قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى  وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني واياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم وقل رب اغفر

وارحم وانت خير الراحمين.

الخُطْبَةُ الثَّانِيَةُ لِكُلِّ جمْـعَـةٍ

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى

سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

فيا عباد الله: اتقوا الله تعالى وأطيعوه، واعلموا أن طاعته أقوم وأقوى، وتزودوا فإن خير الزاد التقوى،. وَقَالَ تَعَالىَ:إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِي يَاأَ يُّـهَا اّلَذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. الَّلهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا ُمحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبِي اْلأُمِّيِّ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجمْعين، وَعَنِ التَّابِعِين وَتَابِعِى

التَّابِعِين بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ وَانْصُرْنَا مَعَهُمْ بِرَحْـمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاِحمِين

اللَّهُمَّ اِغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، وَضَعِّفْ لَهُمُ اْلحَسَناَتِ وَكَفِّرْ عَنْهُمُ السَّيِّئَاتِ. رَبَّناَ هَبْ لَناَ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّءْ لَناَ مِنْ أَمْرِناَ رَشَدًا. اَللَّهُمَّ اَرِنَا اْلحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْناَ اِتِّبَاعَهُ وَاَرِناَ اْلبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْناَ اجْتِناَبَهُ ولا تجعله ملتبسا علينا فنضل ونشقى واجعلنا للمتقين اماما.

رَبَّناَ أَتِناَ فىِ الدُّنيْاَ حَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلِإحْساَنِ وَإِيْتاَءِ ذِىْ اْلقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشاَءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فاَذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمَهُ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ

مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Mengenal Lebih Dekat Sam’ani Sya’roni: Sang Pembawa Petuah Sejak Muda

Pewarta: Hilma, Rista, Danny, Editor: Azzam Nabil H.

Prof. Dr. K.H. Sam’ani Sya’roni, M.Ag, adalah pria kelahiran 5 mei 1973 yang lahir di desa Ketas, Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan, anak ke 9 dari pasangan K.H Nur Sya’roni dan ibu Hj. Istiqomah. Prof. K.H Sam’ani tinggal bersama istri tercinta Izza Kamila, S.Pd dan anak tersayang Aisya Maila Shofya di desa Wangandowo Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan.

Prof. K.H Sam’ani mengawali pendidikannya di MI Wonopringgo III sembari mengaji di madrasah diniyah yang berada di kampung halamannya. Setelah menyelesaikan sekolah dasarnya, beliau kemudian melanjutkan pendidikannya di MTs YMI Wonopringgo sambil memperdalam ilmu agamanya di Pondok Pesantren Miftakhul Huda yang bertempatkan di daerah Pesantunan, Kedungwuni. Pondok pesantren ini berada di bawah asuhan K.H. Fakhrurozi.

Selepas tamat dari MTS, Prof. K.H. Sam’ani melanjutkan memperdalam ilmu agamanya di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang, dan menempuh pendidikan formal di MAN Tambak Beras. Namun pada saat naik ke kelas 2 Aliyah, Prof. K.H Sam’ani pindah belajar ke MAS Simbang Kulon, Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan, dan juga meneruskan pendidikan agamanya di Pondok Pesantren Nurul Huda, Simbang Kulon, yang di Asuh oleh K.H. Chudhori Tabri.

Baca Juga: Menyingkap Kehidupan dan Ajaran Gus Baha: Antara Fikih, Tasawuf, dan Muhasabah Diri

Setelah tamat dari MAS Simbang Kulon, Prof. K.H Sam’ani kemudian menempuh pendidikan tinggi dengan berkuliah di Fakultas Syariah IAIN Walisongo Pekalongan yang menjadi cikal bakal Kampus UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan. Selama menempuh kuliah S1 ini, Prof. K.H Sam’ani nyantri di ponpes Al Aribiyah yang di asuh oleh Pondok Pesantren Al Arifiyah yang diasuh oleh K.H. Zaenal Arifin.

Prof. K.H Sam’ani mendapatkan gelar S1 Fakultas Syariah IAIN Pekalongan jurusan Qadla’ / Peradilan Agama pada tahun 1996. Kemudian pria yang sejak kecil gemar berpidato ini memutuskan hijrah ke Jakarta untuk mencari pengalaman baru di ibu kota. Dengan modal do’a dari kedua orang tua dan rasa percaya diri Prof. K.H sam’ani mengikuti Pendidikan kader ulama MUI DKI angkatan ke 3. Setelah menyelesaikan Pendidikan kader ulama, Prof K.H Sam’ani mengikuti kuliah lagi di Pendidikan bahasa Arab, Qism Diblum LIPIA, Jakarta.

Kemudian di tahun 1999, Prof. K.H Sam’ani diangkat sebagai dosen STAIN Pekalongan. Dua tahun setelahnya, Prof. K.H Sam’ani mendapatkan tugas dari STAIN mengikuti pendidikan Short Course Daurah Tadribiyyah fi al – Lughah al – ‘Arabiyyah di Jami’ah Qanat Swiss Ismailiyyah, Mesir. Adapun dalam menempuh pendidikan S2 dan S3, beliau mendalami studinya dengan mengambil konsentrasi bidang hukum-hukum Islam di UIN Walisongo Semarang, hingga akhirnya mendapatkan gelar megister dan doctor studi islam pada tahun 2017.

Dengan penuh semangat dalam menuntut ilmu dan giat melakukan penelitian di bidang studi terkait, kini anak yang berasal dari desa Ketas, kecamatan Wonopringgo, kabupaten Pekalongan ini telah mencapai gelar akademik tertinggi yakni sebagai guru besar atau professor dalam bidang ilmu hukum islam di UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan. Selama perjalanan karirnya sebagai seorang dosen, Prof. K.H Sam’ani pernah di amanati beberapa tugas tambahan, yaitu menjadi kepala program studi Ahwal Syakhshiyyah Jurusan Syariah STAIN Pekalongan, menjadi Wakil Dekan 1 Bidang Akademik dan kelembagaan Fakultas Syariah IAIN Pekalongan, dan saat ini beliau menjabat sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan.

Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Lukman Hakim Saifuddin: Pembawa Obor Toleransi ala Gus Dur Muda

Disisi lain, karena keuletan dan etos kerja yang tinggi, Prof. K.H. Sam’ani juga diberikan amanah sebagai mediator non-hakim di pengadilan agama Kajen, Asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), Ketua dewan pengawas syariah KSPPS BMT Bahtera Pekalongan dan pengasuh beberapa majlis ta’lim yang terdiri dari pengajian rutin tafsir Al quran di masjid agung  kabupaten Batang, majlis ta’lim masjid Asy sya’roni Limbangan, kecamatan Karanganyar, majlis ta’lim Attawab, Karang asem Batang, majlis ta’lim musholla Anshori Simbang wetan Buaran, Pekalongan, kajian rutin KSPPS Bahtera, serta pengasuh ngaji Al quran untuk anak2 kecil di rumahnya.

Dalam bidang akademik, Prof. K.H Sam’ani Sya’roni, M.Ag juga telah menghasilkan berbagai macam karya-karya ilmiah seperti jurnal, prosiding, buku, haki, makalah seminar nasional dan internasional. Salah satu karyanya berbentuk buku yang berjudul “Tafkirah Ulum Al -Qur’an, Pekalongan: Al-Ghotasi Putra, 2013”

Disamping itu, dalam mengajarkan ilmunya atau ketika berdakwah, beliau juga terjun langsung di lingkungan masyarakat mulai dari pelosok desa, ibu kota, bahkan internasional. Tak heran, karena usahanya yang gigih dalam berdakwah, Prof K.H Sam’ani juga sering diundang dalam acara- acara penting, dan bahkan sering melintang di staisun televisi seperti BATIK TV, TVRI, dan bahkan di acara siraman qolbu bersama ustad danu yang tayang pada stasiun televisi MNCTV. Namun setelah menjadi dosen di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Peklongan, akhirnya beliau memutuskan untuk berhenti tampil di stasiun televisi dan fokus pada karirnya menjadi dosen serta memberikan kontribusi penuh kepada kampus.

 

Mengenal Lebih Dekat Sosok Habib Ja’far atau yang Lebih Dikenal Habib Milenial

Penulis : Adinda Suci Fadilah, Editor : Ryuu Pangestu

Nama asli Habib Ja’far adalah Husein Ja’far Al-Hadar, lahir di Bondowoso, Jawa Timur, pada tanggal 21 Juni 1988, dan merupakan keturunan sah Nabi Muhammad SAW. Ia mendapat gelar Habib dari garis keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah. Dia mendapat kalimat ini dari ayahnya. Habib Husein Ja’far lahir dan besar di keluarga Arab.

Berawal dari kakeknya yang datang ke Indonesia untuk berdagang, Habib Husein terlahir dalam sebuah keluarga. Terlahir dari keluarga Habib yang sangat religius, ia harus menjaga harkat dan martabat keluarganya serta menjaga Islam itu sendiri sebagai agama. Sejak kecil, Habib Husein harus membiasakan diri dengan aturan, norma, dan nilai yang dianggap membatasi oleh sebagian orang. Mengutip wawancara di channel YouTube Tretan Universe, ia mengatakan jika ia terlambat menunaikan salat Asri di SMA, ia akan diolok-olok oleh teman-temannya.

Baca juga : Panggung FEBIFEST UIN Gus Dur Pekalongan Dimeriahkan oleh Habib Husein ja’far Al-Hadar Usung Tema “Milenial Merawat Peradaban”

Di bangku SMA, Habib Husein belajar tentang kitab-kitab filsafat dan tokoh-tokohnya. Habib Ja’far cukup terkenal di kalangan pemuda sebagai pencerah pemuda yang tersesat. Habib Ja’far mempunyai narasi yang lancar dan mudah dipahami. Hal ini akan selalu membuat pesan dakwahnya bergema di kalangan generasi muda. Selain itu, Habib Ja’far juga mengutarakan keresahan generasi muda sehari-hari, sehingga pesan khotbahnya relevan dengan situasi generasi muda saat ini.

Habib Ja’far selalu update berita terkini. Ia juga selalu memahami apa yang diinginkan pasar media saat ini, yakni budaya pop. Habib Ja’far selalu aktif membuat konten di Instagram dan YouTube. Konten terpopuler adalah Lost Youth, konten yang dibuat atas kerja sama Coki Pardede dan Tretan Muslim. Konten ini menimbulkan beberapa pertanyaan aneh, namun Habib menjawabnya dengan keseriusan individu.

Baca juga : Mengenal Lebih Dekat Lukman Hakim Saifuddin: Pembawa Obor Toleransi ala Gus Dur Muda

Hal ini menimbulkan minat generasi muda untuk mendengarkan khotbah santai Habib Ja’far. “Selama dia baik dan mendorong kebaikan. Orang tidak bertanya tentang agama.” Gus Dur mengucapkan kata-kata itu. Bacaan Habib Ja’far ini sejalan dengan pernyataan Gus Dur. Padahal, perilaku Habib Ja’far merupakan bentuk toleransi sejati sesuai kaidah Rasulullah.

Habib menjadi sahabat baik dan akrab dengan tokoh agama non-Muslim. Perlu diketahui bahwa Islam sebenarnya adalah agama yang damai dan sederhana. Habib Ja’far juga memadukan humor dan dakwah. Humor Habib Ja’far mampu menyampaikan warna dakwah Islam yang tidak kaku, toleran, kontestasi, kontemplatif dan menghibur.

Dari sini terlihat bahwa suatu persoalan yang serius dan seringkali disampaikan secara kaku juga dapat disampaikan dengan santai dan bersahabat. Di masyarakat tertentu, dakwah jenis ini lebih populer dibandingkan ceramah di kelas. Dari Habib Ja’far kita dapat belajar bahwa Islam adalah agama yang terbuka terhadap inovasi dan perkembangan seiring berjalannya waktu.

Maka tidak salah jika ada ungkapan Islam shalih likulli masa wa makan (menyesuaikan diri dengan segala waktu dan tempat). Tentu saja, penebusan ini kembali kepada kita melalui cara penafsirannya, cara pemahamannya, dan cara penerapannya. . Apa yang dilakukan Habib Ja’far merupakan bagian dari wajah Islam yang progresif, terbuka dan inovatif.

Baca juga : Sosok KH. Taufiqul Hakim dalam Modernisasi Pendidikan Pesantren: Menyatukan Tradisi dan Inovasi dalam Pembangunan Karakter dan Kualitas Manusia

Habib Ja`far juga mendorong semua kalangan untuk menggunakan platform digital sebagai sarana dakwah. Sebab, media sosial kini telah menjadi domain dakwah Islam mainstream. Ia mencontohkan penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Sosial (PPIM), UIN Jakarta, yang menemukan lebih dari 63 persen pengguna internet belajar agama melalui internet. Dengan demikian, dakwah menjadi penting di dunia digital dengan segala tantangannya.

Dakwah digital dinilai jauh lebih efektif, murah, dan mudah. Alat ini mudah dibuat dan dapat dibuat bahkan di rumah, murah karena tidak memerlukan transportasi dan efektif di tangan serta dapat dimainkan berkali-kali. Habib Ja`far yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW pun menanggapi sinisme pembelajaran di media sosial yang dinilai jauh secara ilmiah dari pesantren. Bagi Habib Ja`far, media digital dan pertemuan taklim hanyalah alat, seperti pesantren dan sekolah.

Dakwah sendiri, ditegaskan Habib Jafar, tidak hanya mengajak umat beribadah kepada magdhoh (kepala), tapi juga kebaikan dan dakwah. Termasuk transmisi nilai-nilai kebangsaan, kebaikan spiritual, seni, dan lain-lain. Pesan Dakwah Habib Ja`far di Instagram meningkatkan pemahaman agama. Dengan isi yang sesuai dan bahasa yang mudah dipahami, Habib Jafar membantu masyarakat lebih memahami ajaran agama.

Postingannya di Instagram dapat menjadi sumber informasi dan inspirasi bagi para pengikutnya. Meningkatnya penyebaran dakwah di jejaring sosial Instagram memungkinkan Habib Jafar menjangkau calon pengikutnya di berbagai daerah. Hal ini akan membantu memperluas jangkauan dakwah dan menjangkau lebih banyak orang. Ciptakan Komunikasi Positif Dengan menanggapi komentar dan pesan, Habib Ja`far menciptakan suasana komunikasi positif antara dirinya dan pengikutnya.

Hal ini memperkuat ikatan antara jemaah dan khatibnya dalam membangun komunitas yang saling mendukung. Habib Ja`far juga menggunakan kutipan religi dalam tulisannya yang dibagikannya di Instagram. Ini menyampaikan pesan-pesan keagamaan dengan teks yang diselingi dengan kutipan keagamaan yang relevan. Ini membantu menyampaikan pesan secara efektif dan efisien.

Habib Jafar menggunakan ekspresi wajah yang ekspresif untuk menunjukkan emosi dan menekankan pesan yang disampaikan. Frasa yang tegas, penuh kasih sayang, atau serius dapat membantu menyampaikan pesan dengan lebih efektif. Gestur tubuh Habib Jafar merupakan gestur yang tepat untuk menekankan poin-poin penting dalam ceramahnya.

Baca juga : K.H. Abdul Hamid Pasuruan: Sosok Ulama Sufi dan Tokoh Panutan

Ia tahu bagaimana menggunakan gerakan tangan atau tubuh yang mendukung penyampaian pesan yang disampaikan. menawarkan visualisasi yang lebih jelas kepada para pengikutnya. Habib Jafar juga menggunakan gambar dan grafik yang relevan untuk memperkuat pesan yang disampaikan. Ia juga menggunakan ilustrasi, infografis atau gambar dengan font yang indah untuk menyampaikan pesan secara visual.

 

DAFTAR PUSTAKA

https://idr.uin-antasari.ac.id/19938/6/BAB%20IV.pdf

https://kumparan.com/tengku-passa/kita-harus-belajar-dari-habib-jafar-20C6FGd9SLs/full

https://plus.kapanlagi.com/sempat-nakal-saat-kecil-cerita-motivasi-habib-jafar-curi-rel-kereta-api-83a031.html?page=7

https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKII/article/viewFile/17675/9048

Refleksi Tahun Baru Islam dengan Pendidikan Kita Bangun Kemajuan Peradaban Islam

Penulis : Dr. Taufiqur Rohman, M.Sy, Editor : Fajri Muarrikh

Khutbah I:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهم صلي علي سيدنا محمد وعلي اله واصحا به اجمعين اما بعد فيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

 قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Jamaah Jum’at rahimakumullah….

Dari mimbar ini pula kami serukan kepada diri saya pribadi, tidak henti-hentinya mengajak dan mengingatkan kita sendiri, keluarga kita, dan semua orang yang hadir pada shalat Jumat ini untuk terus meningkatkan iman dan takwa kita, serta mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dengan terus berusaha meningkatkan iman dan takwa kita, dan menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Jamaah Jum’at rahimakumullah….

Pada hari Senin yang lalu, tepatnya pada tanggal 8 Juli 2024, kita semua sudah memasuki tahun baru Islam, yaitu 1 Muharrom 1446 H, yang mungkin dengan alasan yang berbeda-beda, ada yang dengan alasan kecintaan dan keinginan yang besar untuk mengambil pelajaran dari hijrahnya Nabi Muhammad saw, atau dengan alasan semata-mata karena rasa cinta dan kekaguman kepahlawanan Nabi Muhammad saw ketika berhijrah, atau mungkin karena sebatas memenuhi tradisi tahunan semata ? Apapun alasannya, peringatan-peringatan seperti ini selalu mengandung manfaat bagi orang-orang yang yang beriman.

فـــذ كر  فان الــذ كــرى  تنـــفع  المـؤ مـنــــين

“Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman“ (Adz-Dzariyaat : 55).

Maka pada kesempatan khutbah kali ini, khotib akan menyampaikan khutbahnya yang dikemas dalam tema “Refleksi Makna Tahun Baru Islam, melalui Pendidikan kita bangun Kemajuan Peradaban Islam”.

Jamaah Jum’at rahimakumullah….

Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia Peradaban yang dalam bahasa Inggris  disebut Civilization, atau Al-Hadlarah dalam bahasa Arabnya, adalah suatu kebudayaan yang  dianggap halus, maju dan indah yang memiliki sistem teknologi dan ilmu pengetahuan yang  maju pada  masyarakat  yang kompleks (banyak) dan modern  “

Belajar dari sejarah Islam ketika di utusnya Nabi Muhammad saw, Beliau membangun peradaban Islam yang maju, dengan melakukan reformasi (perubahan menuju arah yang lebih baik), melalui reformasi teologi (agama), ideologi (aqidah/keyakinan),  epistemologi (keilmuan/pendidikan) dan kultural/ kebudayaan.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَالْعَصْرِ . إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ . سورة العصر

Demi masa. (QS. 103:1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, (QS. 103:2) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. 103:3)

Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam:

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ (رواه الترمذي وقَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ )

Tidak akan bergeser kedua kaki manusia pada hari Kimat hingga (ia) ditanya tentang:

  • tentang umurnya, untuk apa ia habiskan ?
  • tentang ilmunya, sudahkan ia amalkan ?
  • tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan ?
  • tentang jasadnya, untuk apa ia gunakan ?

(HR. At-Tirmidzi)

Jamaah Jum’at rahimakumullah….

Sebagai bahan ‘muhasabah atau mawas diri  menjelang tahun baru hijriyah ini, seorang  ulama’ atau cendekiawan Muslim yang berasal dari  Syria bernama  al-Amir  Syakib  Arsalan, menulis sebuah buku “Limaadza  Ta’akhkhara al-Muslimun, wa Limaadza  Taqadama  Ghairuhum “. (Mengapa  orang-orang  Islam terbelakang,  dan  mengapa  orang-orang  lain  menjadi  maju ?).

beliau menulis  sebab-sebab  kemunduran  umat  Islam, antara lain  adalah   :

  • Karena kebodohan, kurang ilmu dan imannya sehingga menjadikan mereka tidak mampu membedakan antara tuak dan cuka (tidak mampu membedakan antara yang  manfaat dan madlarrat), mudah dibohongi dan gampang tertipu .

 

  • Karena kebobrokan moral, sehingga tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya dan tidak sanggup mengontrol sikap dan perilakunya sebagai seorang yang seharusnya hidup terhormat dan menjadi teladan. Lebih parah lagi, apabila kebobrokan moral ini sudah merasuki kaum elite mereka .

 

  • Karena kehilangan karakter/ kepribadian, menjadiorang-orang yang tidak memiliki harga diri dan tidak mempunyai keberanian, kehilangan sifat dan sikap  patriotisme/kepahlawanan, tidak sanggup menyampaikan kebenaran di hadapan

 

Jamaah Jum’at rahimakumullah….

Permasalahan diatas, Pendidikan Islamlah sebagai kunci jawaban yang dapat  membangun “Citra  Peradaban Islam“  di era globalisasi yang penuh persaingan seperti sekarang ini, kemudian pertanyaanya pendidikan yang bagaimana?:

  • Dinamis, yang terus bergerak maju dan berubah sejalan dengan tantangan yang dihadapi dan dalam menjawab keinginan masyarakat.
  • Relevan, sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup umat (social demand), kebutuhan  perjuangan, dan kebutuhan pembangunan bangsa di tengah-tengah persaingan global
  • Professional, dalam rekruitmen ketenagaan, dalam manajemen kependidikan, dalam proses pembelajaran, dalam kualitas output dan akuntabilitasnya .
  • Kompetitif, siap bersaing (dalam penampilan, dalam inovasi program, dalam membangun karakater dan kepribadian, dan dalam kualitas produk) dengan  pendidikan lain.

 

Mantan Perdana Menteri Malaysia Ahmad menyatakan:

“Umat Islam harus tahu, bahwa mereka dapat menjadi modern tanpa harus menjadi orang  Barat. Umat Islam yang benar-benar modern adalah mereka yang dapat menyelaraskan   Wahyu Islam (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasul (Hadis) di satu sisi, dan pemikiran manusia  serta ilmu pengetahuan di sisi lain“.

“Allah akan mengangkat beberapa derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan  orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan“.(Al-Mujadilah: 11)

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وقل رب اغفر وارحم وانت خير الراحمين

 

Khotbah II:

الْحَمْدَ لِلَّهِ رب العالمين والصلاة والسلام علي سيد المر سلين وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُوَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}

ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ واشكروه علي نعمه يزدكم ولذكر الله اكبر.

Mengenal Lebih Dekat Lukman Hakim Saifuddin: Pembawa Obor Toleransi ala Gus Dur Muda

Penulis: Dely Lutfia Ananda, Editor: Ika Amiliya Nurhidayah

Ketika mendengar mengenai tokoh moderasi beragama, pikiran kita pasti akan langsung tertuju pada Gus Dur, sosok pejuang toleransi di Indonesia yang menanamkan nilai-nilai keislaman yang moderat dan inklusif. Namun, yang perlu diketahui, banyak sekali tokoh-tokoh moderasi beragama di samping Gus Dur, misalnya saja Lukman Hakim Saifuddin, yang memopulerkan istilah “Moderasi Beragama” sehingga beliau dijuluki sebagai “Bapak Moderasi Umat Beragama.” Mantan Menteri Agama Indonesia yang menjabat di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sekaligus Presiden Joko Widodo tersebut menghidupkan kembali nyala toleransi di Indonesia sebagai penerus Gus Dur dalam menyerukan pentingnya keharmonisan dalam keberagaman agama di Indonesia.

Biografi Dr. (H.C.) K.H. Lukman Hakim Saifuddin

Lukman Hakim Saifuddin (akrab disapa LHS) lahir di Jakarta pada 25 November 1962 merupakan putra bungsu dari Menteri Agama Indonesia ke-9, Saefuddin Zuhri, dan Nyai Siti Solichah, Ketua PW Muslimat NU Jateng 1950-1955. Riwayat pendidikannya dimulai dari SDN Jakarta dan Madrasah Ibtidaiyah Manaratul Ulum, lalu melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri XI Jakarta kemudian meneruskannya ke Pondok Modern Gontor, Jawa Timur, pada 1983. Lalu, pada 1990, beliau memasuki pendidikan sarjana di Fakultas Dakwah, Universitas Islam As-Syafiiyah, Jakarta.

Dibesarkan di keluarga yang kental dengan budaya Nahdlatul Ulama, membuat Lukman menjadi pribadi yang agamis, berpikiran terbuka, serta berpendirian teguh. Karirnya di organisasi kepengurusan NU dimulai ketika beliau dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Pimpinan Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU (LKKNU) perangkat teknis PBNU yang bergerak dalam bidang pemberdayaan Masyarakat pada 1985-1988.

Setelahnya, pada tahun 1988-1999, Lukman bergelut di Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU sebagai Wakil Sekretaris, Kepala Bidang Administrasi Umum, Koordinator Program Kajian dan Penelitian, Koordinator Program Pendidikan dan Pelatihan, hingga menjadi Ketua Badan Pengurus.

Sementara itu, beliau memulai karir politiknya di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan kemudian menjadi anggota DPR RI periode 1997-2009. Setelahnya, beliau menjabat sebagai Wakil Ketua MPR-RI periode 2009-2014 kemudian barulah pada tahun 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin  menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia dua kali, yakni di Kabinet Indonesia Bersatu II pada 9 Juni 2014 lalu kembali menjadi menteri di Kabinet Kerja sejak 27 Oktober 2014.

Lukman Hakim Saifuddin dalam perjalanannya menerima anugerah gelar Dr. (H.C.) Bidang Pengkajian Islam Peminatan Moderasi Beragama dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Beliau juga menerbitkan buku berjudul “Moderasi Beragama” yang di dalamnya menjawab berbagai macam kekeliruan dan kesalahpahaman mengenai moderasi beragama.

Gagasan Dr. (H.C.) K.H. Lukman Hakim Saifuddin

Indonesia tidak hanya memiliki etnis, budaya, dan bahasa daerah yang beragam, tetapi juga memiliki agama yang bermacam-macam. Keberagaman yang telah ditakdirkan ada oleh Allah bukan hanya dijadikan simpanan kekayaan semata, melainkan merupakan sarana pemerkuat serta penghubung antara rantai ciri khas yang satu dengan yang lain agar menciptakan keselarasan dalam kebaikan. Dalam kehidupan bersosial, mau tidak mau, aspek kehidupan personal akan turut bergesekan dengan problem publik, seperti misalnya mengenai kepercayaan agama. Seringkali timbul gejolak masalah yang berakar dari ketidakmampuan seseorang dalam mengambil jalan tengah dalam suatu keputusan, sikap intoleran pada khususnya.

Menurut Lukman Hakim Saifuddin dalam Journal of Social Science Research Volume 3 Nomor 6 Tahun 2003, beliau ingin menyampaikan secara singkat poin dalam moderasi beragama itu adalah dengan bagaimana agar orang yang beragama tidak mengingkari inti pokok dari ajaran agama yang dianutnya. Dalam setiap ajaran agama, terdapat pesan-pesan Tuhan yang dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni inti pokok yang universal dan inti pokok partikular. Inti pokok universal membawa pesan kedamaian yang mutlak yang menjadi kesepakatan bersama. Setiap insan pasti akan mengatakan bahwa melakukan kebaikan, menegakkan keadilan, memanusiakan manusia, serta menjaga kemasalahatan merupakan hal yang benar. Tidak mungkin ada agama yang membenarkan pembunuhan dan yang mengajarkan keburukan.

Sementara itu, inti pokok partikular adalah sesuatu yang lebih spesifik, mengatur hal-hal dan tata cara beribadah suatu agama. Ini bukan sesuatu yang dapat disepakati bersama antar umat beragama, justru dalam satu agama tertentu dapat memiliki pendapat yang berbeda-beda, bahkan seringkali menimbulkan perdebatan mana yang lebih baik dan mana yang tidak. Misalnya saja, penggunaan qunut di sholat subuh. Sebagian aliran tidak mempersoalkan penggunaan qunut, tetapi sebagian yang lain berpendapat bahwa qunut cukup penting untuk digunakan. Hal-hal seperti ini yang sering dipermasalahkan, dibandingkan berpikir bahwa yang lebih penting adalah mereka yang mendirikan sholat subuh, terlepas dari menggunakan qunut atau tidak. Hal seperti inilah yang ingin ditekankan oleh Lukman Hakim Saifuddin, bahwa yang perlu diwaspadai adalah sikap ekstremisme dalam beragama. Moderasi beragama adalah proses yang tidak berakhir, agar cara beragama tidak berlebih-lebihan dan melampaui batas. Lalu, kapan seseorang dianggap telah bertindak berlebihan? Tolak ukurnya dikembalikan ke inti ajaran agama yang dianut oleh orang tersebut, apakah tindakan itu dapat membawa kemaslahatan umat sekaligus tidak mengingkari nilai-nilai kemanusiaan.

Lukman Hakim Saifuddin juga memfokuskan aspek penting dalam konsep moderasi beragama, yakni perihal sekat antara hal-hal internal dan eksternal dalam beragama. Wilayah internal yang dimaksud berkenaan dengan keimanan, berhubungan langsung dengan Tuhan dan perlu bersikap fanatik agar pondasi keyakinan tidak goyah. Di daerah internal ini, seseorang tidak diperbolehkan untuk mengintervensi kepercayaan seseorang terhadap Tuhannya dan haknya pula untuk berpegang teguh pada pesan-pesan Tuhan yang dia sembah.

Lain halnya dengan hal internal, hal eksternal berhubungan secara langsung dengan sesama makhluk Tuhan dan alam semesta. Lukman Hakim berpendapat bahwa di sinilah tempat dimana kemoderasian beragama dapat bergerak. Sikap toleransi betul-betul dibutuhkan untuk menghindari adanya permasalahan yang muncul akibat perbedaan cara pandang, sikap seseorang dalam beragama. Tidak ada yang perlu ditoleransi dalam agama, akan tetapi dalam hal cara beragamanyalah yang perlu untuk dimoderasikan karena pesan Tuhan sudah benar mutlaknya dan output manusia yang beragam terlalu mustahil untuk dapat dikendalikan menjadi satu. Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh ada pada sikap menghormati dan menghargai keragaman yang ada.

Lukman Hakim Saifuddin menyebut bahwa moderasi beragama adalah proses dan ikhtiar yang tak berkesudahan dan tak berakhiran. Ia akan terus dinamis di tengah-tengah masyarakat yang agamis. Moderasi beragama haruslah dihayati dan diimplementasi sebagai gerakan bersama, bukan dimaknai sebatas program maupun proyek semata.

Meneladani Moderasi Beragama dalam Kehidupan Sehari-hari

Penulis : Nayif Naufal Annur, Editor : Azzam Nabil Hibrizi

Assalamualaikum warahmatullahi wa barokatuh.

اَلْحَمْدُ للهِ، اَلَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدىْ وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang dengan rahmat dan karunia-Nya kita dapat berkumpul di tempat ibadah ini pada hari yang mulia. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang membawa petunjuk hidup bagi umatnya.

Hadirin Sidang Jumat yang dimuliakan Allah,

Selaku khatib kami mengajak kepada hadirin sekalian dan diri kami pribadi, marilah kita selalu berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah dengan terus berusaha menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Semoga Allah selalu memberikan bimbingan dan kekuatan kepada kita sehingga kita selau dalam keimanan dan ketakwaan kepada-Nya Amin.

Pada kesempatan Khutbah Jumat kali ini, Khotib mengangkat tema tentang Moderasi Beragama, marilah kita bersama-sama meneladani nilai-nilai moderasi dalam beragama. Moderasi bukanlah kelemahan, melainkan kebijaksanaan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 143,yang berbunyi:

 وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَکُوْنُوْا شُهَدَآءَ عَلَى النَّا سِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ  عَلَيْهَاۤ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِ ۗ وَاِ نْ كَا نَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗ وَمَا كَا نَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَا نَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِا لنَّا سِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya, melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.”(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 143) .

Moderasi beragama mengajarkan kita untuk memahami dan menghormati perbedaan. Di tengah keragaman umat dalam beragama, kita diajarkan untuk bersikap bijak, menghargai perbedaan, dan menjaga keharmonisan. Rasulullah SAW merupakan tokoh teladan moderasi, beliau menjalani kehidupan dengan penuh keadilan, kasih sayang, dan keteladanan yang dapat dicontoh oleh seluruh umat.

Saudara-saudara yang dirahmati Allah,

Sebagai umat yang diberikan akal dan fitrah, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga moderasi dalam beragama. Janganlah kita terjebak dalam ekstremisme faham yang berlebihan dalam menyikapi sesuatu, dan dapat merugikan diri sendiri dan masyarakat. Sebaliknya, marilah kita membangun toleransi, saling pengertian, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Moderasi bukanlah sikap pasif, melainkan langkah proaktif untuk memperkuat persatuan umat. Kita dapat mencapai moderasi dengan lebih mendalami ajaran agama, memahami konteks zaman, dan mengedepankan prinsip rahmatan lil-alamin.

Saudara-saudara yang dirahmati Allah,

Dapat kita jumpai sikap  moderat bagi kehidupan didesa Linggo asri Pekalongan, disana terdapat lebih dari satu agama, didesa Linggo sudah banyak menerapkan sikap bermoderat dalam kehidupan bermasyarakat salah satunya  ketika khotib mewawancarai beberapa tokoh agama disana, menurut tokoh hindu dari bapak Taswono menjelaskan bahwa pondasi dalam hindu adalah kasih sayang kepada sesama, pengetahuan serta kebijaksanaan,tidak melakukan kekerasan ,dan bakti dengan ikhlas.

Begitu juga menurut tokoh islam  Bapak K.H Mustajirin yang mengemukakan bahwa agama islam juga mengajarkan untuk selalu menerapkan sikap Tawasut,wasatiyah,tegak lurus, keseimbangan, dan toleran.

Dalam budaya moderasi di Linggo Asri, umat hindu dan Muslim bersatu dalam pelaksanaan upacara serta membantu sesama tanpa memandang perbedaan. Pemahaman islam tentang moderasi mencakup tengah-tengah, cinta tanah air,kebenaran,keseimbangan, dan toleransi. 

Dalam mengembangkan moderasi beragama, mari kita tinggalkan sikap fanatisme yang memecah belah umat. Kita harus mampu menilai perbedaan dengan bijak, tanpa meninggalkan nilai-nilai agama yang tegas namun penuh kasih sayang. Kita adalah umat yang diberikan akal untuk berpikir dan hati untuk merasakan, maka gunakanlah dengan sebaik-baiknya.

Sebagai penutup, mari kita bersama-sama berkomitmen untuk menjaga moderasi beragama sebagai fondasi kehidupan bermasyarakat. Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua. Amin.

 

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pendekatan Maqashid asy-Syari’ah Asy-Syatibi terhadap Moderasi Beragama dan Kebhinekaan di Desa Linggoasri

Penulis: Krisna Hadi Wijaya, Editor: Lulu Salsabilah

Pancasila, sebagaimana disepakati oleh para pemuka dan founding father Republik Indonesia, sebagai ideologi dan dasar negara, juga demokrasi (syura), sebagai sistem pemerintahan yang dijalankan, merupakan suatu rumusan dalam upayanya yang sangat mendasar sebagai respon atas keberagaman bangsa Indonesia yang sangat tinggi. Menurut K.H. As’ad Ali, Eks Ketua Tanfidziyah PBNU, sebagaimana dikutip oleh K.H. Afifuddin Muhajir, pancasila merupakan suatu konsensus dasar yang menjadi syarat utama atas terwujudnya bangsa yang demokratis. Hal ini tentunya sangat membutuhkan sebuah strategi dan politik (siyasah) untuk mengatur dan menjaga jalannya sistem pemerintahan yang telah ditetapkan tadi. Kebhinekaan dan keragaman ini sendiri tidak lain merupakan sebuah anugerah yang sangat besar dari Allah SWT terhadap makhluknya untuk semesta alam. Oleh karena itu, jika kebhinekaan dan keragaman ini tidak benar-benar dijaga dan dirawat dengan baik, maka akan menjadi suatu malapetaka pula bagi bangsa.

Islam, dalam pandangan Al-Qur’an dan Hadits, tidak merinci hubungan antara agama dan negara. Sebaliknya, dalil-dalil wahyu bersifat global (ijmali) dan universal (kulli). Nilai-nilai dalam dalil-dalil naqli terkait agama dan negara meliputi musyawarah (asy-syura), keadilan (al-adalah), persamaan (al-musawah), dan kemerdekaan (al-hurriyah). Oleh karena itu, penyelenggaraan pemerintahan dapat diserahkan kepada umat dengan berlandaskan pada nilai-nilai ini dan konsep maqashid asy-syari’ah sebagai tolok ukur untuk mencapai kemaslahatan. Dalam fiqh, hal ini mungkin tendensial, tetapi praktiknya diserahkan kepada umat agar memiliki strategi (siyasah) yang efisien.

Keberadaan negara bukanlah tujuan (ghayah) melainkan sekedar alat (wasilah) untuk mencapai kemaslahatan bersama dalam berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai kesempurnaan tujuan, harus dicapai pula kesempurnaan alat. Mengingat keragaman di Indonesia, tidak mungkin jika pengaturan berasal dari kesepakatan satu agama saja. Agama dan negara bukanlah dikotomi yang memperadukan keduanya. Sebaliknya, Islam adalah representasi tersendiri terhadap negara dalam mengatur dan mengelola kesejahteraan rakyat.

Berpijak dari fakta yang ada, terkait keragaman dan kebhinekaan yang harus dirawat dan dijaga kelestariannya, tentulah, dengan berdasar pada kaidah yang telah disebutkan pula, bahwa kepentingan umum dalam artian kepentingan negara lebih diutamakan daripada sekedar kepentingan suatu kelompok/golongan tertentu. Seperti kaidah ushul fiqh yang mengatakan: أَلْمَصْلَحَةُ الْعَامّةُ مُقَدَّمَةٌ مِنَ الْمَصْلَحَةِ الْخَاصّةِ yang berarti, “Kemaslahatan yang umum lebih didahulukan daripada kemaslahatan yang khusus.”

Selain itu, di dalam agama Islam strategi atau politik (siyasah) yang nantinya dijadikan sebagai sebuah konsensus bersama untuk mewujudkan cita-cita bersama dengan keragaman, masuk ke dalam kategori yurisprudensi fiqh muamalah (hukum sosial), yang mana pada dasarnya melaksanakannya ialah dihukumi ibahah (netral/diperbolehkan), selama dalam pelaksanaannya tidak ada hukum yang menyatakan keharamannya atau diketahui larangan untuk melakukannya.  Dengan demikian, fiqh siyasah juga masuk ke dalam kategori fiqh muamalah tadi, sudah dimaklumi bersama bahwa hukumnya ialah diperbolehkan demi tercapainya sebuah kemaslahatan bersama (al-mashlahah al-ammah) yang tentunya lebih diutamakan dibanding kemaslahatan suatu kelompok/golongan (al-mashlahah al-khassah), lebih-lebih dalam negara Indonesia yang majemuk ini.

Rumusan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, serta sistem demokrasi (syura), adalah konsensus yang sangat mendasar dan relevan bagi masyarakat Indonesia. Perbedaan adalah fitrah dari keragaman suku, budaya, ras, dan agama. Dalam praktiknya, harus mengacu pada kesepakatan yang telah dibuat oleh para pendahulu, meski masyarakat berkembang secara dinamis. Konsensus ini adalah strategi (siyasah) untuk mencapai cita-cita bangsa dan negara: ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Negara Indonesia menyelenggarakan kehidupan beragama atas dasar spirit ketuhanan. Tuhan mendelegasikan umat manusia untuk menata sistem kenegaraan sesuai panduan kitab suci mereka serta memperhatikan konteks realitas manusia yang dihadapinya. Islam memandang manusia sebagai khalifatullah, yaitu pemimpin yang mendapatkan mandat atau amanah sebagai pelanjut tugas pokok kenabian: menjaga agama (hirasat ad-din) dan menjaga dunia (hirasat ad-dunya). Negara Islam lebih tepat disebut sebagai negara teo-demokrasi, yang memadukan konsep ketuhanan (teosentris) dan kemanusiaan (antroposentris) sebagai khalifah Tuhan secara berimbang. Politik yang relevan dengan syara’ disebut siyasah asy-syar’iyyah.

Negara tidak mengharuskan kesamaan golongan seperti suku, budaya, ras, atau agama, tetapi kesamaan cita-cita (ghayah). Strategi atau politik (siyasah) yang dijadikan landasan untuk mencapai hal tersebut harus menjadikan manusia lebih dekat dengan kebaikan dan menjauhi kerusakan (mafasid). Strategi dalam Islam menggunakan yurisprudensi fiqh muamalah, yang relevan dengan konsep maqashid asy-syari’ah.

Asy-Syatibi dalam Al-Muwafaqat menjelaskan konsep maqashid asy-syari’ah sebagai aturan hukum untuk mengambil kemaslahatan dan menjauhi kerusakan (jalb al-mashalih wa dar’u al-mafasid). Bagaimana Islam dengan konsep maqashid asy-syari’ah merepresentasikan moderasi beragama guna mencapai dua tugas pokok kenabian: menjaga agama (hirasat ad-din) dan menjaga dunia (hirasat ad-dunya) yang dikaitkan dengan keutuhan negara?

Asy-Syatibi membagi maqashid asy-syari’ah menjadi tiga aspek: dlaruriyat (primer), hajiyyat (sekunder), dan tahsinat (tersier). Maqashid dlaruriyat (primer) adalah sesuatu yang harus ada untuk tercapainya kemaslahatan agama dan dunia. Asy-Syatibi menyebut lima poin penting yang harus dijaga: hifdz ad-din (menjaga agama), hifdz an-nafs (menjaga jiwa), hifdz an-nasl (menjaga keturunan), hifdz al-mal (menjaga harta), dan hifdz al-aql (menjaga akal).

Penerapan moderasi beragama di Linggoasri, sebuah desa di Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan, dengan pendekatan konsep maqashid asy-syari’ah, memperlihatkan bagaimana seruan moderasi dalam Islam diterapkan. Mini riset dilakukan di desa Linggoasri pada 14 November 2023 oleh mahasiswa UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan. Desa Linggoasri telah mendapatkan berbagai penghargaan sebagai desa moderasi beragama tingkat nasional dan internasional. Menurut Bapak Taswono, tokoh agama Hindu di desa Linggoasri, keberhasilan ini juga berkat kontribusi dosen pengampu mata kuliah moderasi beragama.

Di Linggoasri terdapat beragam agama: Islam (mayoritas), Hindu, Budha, dan Kristen. Keragaman agama dan budaya di sana telah ada sebelum generasi saat ini lahir. Keragaman tersebut adalah anugerah dari Tuhan yang harus dijaga agar tidak terjadi konflik.

Menurut Bapak Taswono, moderasi beragama adalah keharusan dan konsensus mendasar untuk mencapai kerukunan antar warga. Moderasi beragama di Linggoasri mencakup komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan akomodatif terhadap budaya. Lima poin maqashid dlaruriyat/ maqashid syariah diterapkan dengan pendekatan min haitsu al-wujud (dari segi adanya) dan min haitsu al-adam (dari segi tiadanya):

  1. Hifdz ad-din (menjaga agama): Moderasi beragama mencegah fanatisme yang dapat menyebabkan pertikaian antar kelompok agama.
  2. Hifdz an-nafs (menjaga jiwa): Moderasi beragama mencegah ancaman terhadap jiwa dan psikis akibat konflik antar kelompok agama.
  3. Hifdz an-nasl (menjaga keturunan): Moderasi beragama mencegah ancaman terhadap keselamatan keturunan akibat konflik berkelanjutan.
  4. Hifdz al-mal (menjaga harta): Moderasi beragama mencegah ancaman terhadap interaksi sosial dan ekonomi antar kelompok agama.
  5. Hifdz al-aql (menjaga akal): Moderasi beragama mencegah pola pikir buruk yang dapat mengancam kesehatan akal dan keselamatan berpikir.

Moderasi beragama di Linggoasri adalah keharusan berkelanjutan untuk menjaga kelestarian agama dan dunia. Islam sebagai agama mayoritas di sana, menerapkan pilar-pilar moderasi beragama, yang sesuai dengan dalil-dalil naqli dalam Al-Qur’an dan Hadits. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran-ajaran agama harus diseriusi untuk mencapai kebaikan bersama.

Menjadi Pribadi yang Taat dan Jauh dari Maksiat dengan Mengenal Allah SWT (Makrifatullah)

Penulis : Dr. Muhamad Rifa’i Subhi, M.Pd.I, Editor : Fajri Muarrikh

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَرْسَلَ مُحَمَّدًا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ فَبِذَلِكَ أَمَرَنَا أَنْ نَفْرَحَ وَنَشْكُرَ بِوُجُوْدِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ فَاتِحِ كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَحُجُوْبِيْنَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Ma`âsyiral Muslimîn jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Pada kesempatan yang mulia ini marilah kita tingkatkan kualitas takwa kita, dengan berusaha seoptimal mungkin dalam melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang. Ketakwaan tersebut diiringi dengan berbuat ihsan, yakni beribadah kepada Allah, seakan-akan kita melihat Allah meskipun sebenarnya kita tidak mampu, namun kita yakin bahwa Allah senantiasa melihat kita.

Ma`âsyiral Muslimîn jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,

Allah berfirman dalam Surat Thaahaa ayat 14:

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي ﴿١٤﴾

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.

Pada ayat tersebut secara tegas disebutkan bahwa Allah adalah Tuhan, tidak ada Tuhan selain Allah. Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa wahyu (risalah) yang diturunkan kepada seluruh Nabi dan Rasul adalah risalah tentang Tuhan. Setelah terbentuk keyakinan yang mantap tentang Tuhan (akidah) barulah diperintahkan agar Allah s.w.t. disembah, dikhidmati dan dipuja. Pada akhir ayat tersebut juga disampaikan agar menjadikan diri selalu ingat kepada Allah s.w.t. (dzikrullah), maka dirikanlah shalat. Dengan demikian, dapat dipahami berdasarkan ayat tersebut bahwa sebelum syari’at dijalankan, fondasi utama yang harus dimiliki oleh seorang manusia adalah mengenal Allah s.w.t. atau yang sering dikenal dengan istilah makrifatullah.

Ma`âsyiral Muslimîn jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,

Ilmu tentang mengenal Allah s.w.t. atau makrifatullah, merupakan dasar dan kunci dalam memaknai kehidupan. Apabila kunci (makrifatullah) tersebut telah didapatkan, maka setiap manusia akan dengan mudah dan ringan dalam melakukan usaha untuk menggapai ridha Allah s.w.t.

Makrifatullah yang dimaksud dalam hal ini bukanlah mengenal Allah s.w.t. dengan melihat-Nya menggunakan mata telanjang atau dengan mencari tahu bagaimana wujud Allah s.w.t. Bukan. Hal ini dikarenakan tidak ada daya dan kemampuan bagi manusia untuk mengenal Allah s.w.t. secara langsung. Makrifatullah dapat dimulai dari pemaknaan akan hakikat diciptakannya makhluk (manusia dan seluruh isi alam jagad raya), yang kemudian dilanjutkan dengan ibadah sesuai syari’at yang telah ditentukan. Hasil akhir yang diperoleh dari makrifatullah berupa ketakwaan dan dalam diri manusia muncul tawadhu’ (rendah hati) kepada Allah s.w.t.

Ma`âsyiral Muslimîn jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,

Hakikat dari ciptaan (makhluk) adalah sebagian kecil dari Dzat-Nya Allah s.w.t., yang merupakan wajibul wujud. Hal ini dapat dipahami ketika Allah s.w.t. berfirman “Jadilah !”, maka sebenarnya Allah s.w.t. berkata kepada Diri-Nya, yang kemudian sebagian kecil dari Dzat-Nya tersebut menjadi ciptaan (makhluk). Dijelaskan bahwa sebagian kecil dari Dzat-Nya tersebut yang menjadi seluruh ciptaan (makhluk) tidaklah sebesar dari butiran pasir bahkan lebih kecil dari atom. Seseorang yang sudah mampu mengenal hakikat dari seluruh ciptaan (makhluk) ini lah yang mampu sampai kepada makrifatullah.

Oleh karena itu, apabila seseorang sudah sampai kepada makrifatullah, maka ia dengan ringan mampu melaksanakan syari’ah sebagai panduan dan bimbingan dalam mengamalkan ibadah dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa Syari’ah merupakan hukum yang harus dipatuhi oleh setiap Muslim, baik yang berhubungan dengan Allah s.w.t. maupun yang berhubungan dengan sesama manusia, bahkan dengan seluruh makhluk Allah s.w.t. Hukum tersebut bersumber dari Allah s.w.t. yang disampaikan kepada manusia melalui Rasul-Nya.

Pengamalan ibadah yang dimaksudkan adalah berbuat ihsan, mengoptimalkan peranan hati dan matahati, shalat, puasa, kezuhudan, sedekah, senantiasa ingat kepada Allah s.w.t. (dzikrullah), berpegangan pada syari’ah, dan takut kepada Allah s.w.t., serta kasih sayang kepada seluruh makhluk Allah s.w.t., baik manusia, hewan, tumbuhan maupun alam jagad raya.

Ma`âsyiral Muslimîn jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,

Semoga kita semua termasuk golongan orang-orang yang sanggup melaksanakan perintah dan juga mampu meninggalkan larangan dengan sepenuh hati. Menjadi pribadi yang taat dan jauh dari maksiat (baik jasmani maupun ruhani) berlandaskan kesadaran penuh dalam mengenal Allah s.w.t. (makrifatullah). Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita semua. Semoga kita semua yang hadir di sini diberi kekuatan oleh Allah untuk melewati setiap tahapan kehidupan dengan selamat dan berhasil menjadi umat Nabi Muhammad SAW yang sukses.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ