Menjadi Pribadi yang Taat dan Jauh dari Maksiat dengan Mengenal Allah SWT (Makrifatullah)

Penulis : Dr. Muhamad Rifa’i Subhi, M.Pd.I, Editor : Fajri Muarrikh

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَرْسَلَ مُحَمَّدًا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ فَبِذَلِكَ أَمَرَنَا أَنْ نَفْرَحَ وَنَشْكُرَ بِوُجُوْدِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ فَاتِحِ كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَحُجُوْبِيْنَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Ma`âsyiral Muslimîn jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Pada kesempatan yang mulia ini marilah kita tingkatkan kualitas takwa kita, dengan berusaha seoptimal mungkin dalam melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang. Ketakwaan tersebut diiringi dengan berbuat ihsan, yakni beribadah kepada Allah, seakan-akan kita melihat Allah meskipun sebenarnya kita tidak mampu, namun kita yakin bahwa Allah senantiasa melihat kita.

Ma`âsyiral Muslimîn jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,

Allah berfirman dalam Surat Thaahaa ayat 14:

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي ﴿١٤﴾

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.

Pada ayat tersebut secara tegas disebutkan bahwa Allah adalah Tuhan, tidak ada Tuhan selain Allah. Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa wahyu (risalah) yang diturunkan kepada seluruh Nabi dan Rasul adalah risalah tentang Tuhan. Setelah terbentuk keyakinan yang mantap tentang Tuhan (akidah) barulah diperintahkan agar Allah s.w.t. disembah, dikhidmati dan dipuja. Pada akhir ayat tersebut juga disampaikan agar menjadikan diri selalu ingat kepada Allah s.w.t. (dzikrullah), maka dirikanlah shalat. Dengan demikian, dapat dipahami berdasarkan ayat tersebut bahwa sebelum syari’at dijalankan, fondasi utama yang harus dimiliki oleh seorang manusia adalah mengenal Allah s.w.t. atau yang sering dikenal dengan istilah makrifatullah.

Ma`âsyiral Muslimîn jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,

Ilmu tentang mengenal Allah s.w.t. atau makrifatullah, merupakan dasar dan kunci dalam memaknai kehidupan. Apabila kunci (makrifatullah) tersebut telah didapatkan, maka setiap manusia akan dengan mudah dan ringan dalam melakukan usaha untuk menggapai ridha Allah s.w.t.

Makrifatullah yang dimaksud dalam hal ini bukanlah mengenal Allah s.w.t. dengan melihat-Nya menggunakan mata telanjang atau dengan mencari tahu bagaimana wujud Allah s.w.t. Bukan. Hal ini dikarenakan tidak ada daya dan kemampuan bagi manusia untuk mengenal Allah s.w.t. secara langsung. Makrifatullah dapat dimulai dari pemaknaan akan hakikat diciptakannya makhluk (manusia dan seluruh isi alam jagad raya), yang kemudian dilanjutkan dengan ibadah sesuai syari’at yang telah ditentukan. Hasil akhir yang diperoleh dari makrifatullah berupa ketakwaan dan dalam diri manusia muncul tawadhu’ (rendah hati) kepada Allah s.w.t.

Ma`âsyiral Muslimîn jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,

Hakikat dari ciptaan (makhluk) adalah sebagian kecil dari Dzat-Nya Allah s.w.t., yang merupakan wajibul wujud. Hal ini dapat dipahami ketika Allah s.w.t. berfirman “Jadilah !”, maka sebenarnya Allah s.w.t. berkata kepada Diri-Nya, yang kemudian sebagian kecil dari Dzat-Nya tersebut menjadi ciptaan (makhluk). Dijelaskan bahwa sebagian kecil dari Dzat-Nya tersebut yang menjadi seluruh ciptaan (makhluk) tidaklah sebesar dari butiran pasir bahkan lebih kecil dari atom. Seseorang yang sudah mampu mengenal hakikat dari seluruh ciptaan (makhluk) ini lah yang mampu sampai kepada makrifatullah.

Oleh karena itu, apabila seseorang sudah sampai kepada makrifatullah, maka ia dengan ringan mampu melaksanakan syari’ah sebagai panduan dan bimbingan dalam mengamalkan ibadah dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa Syari’ah merupakan hukum yang harus dipatuhi oleh setiap Muslim, baik yang berhubungan dengan Allah s.w.t. maupun yang berhubungan dengan sesama manusia, bahkan dengan seluruh makhluk Allah s.w.t. Hukum tersebut bersumber dari Allah s.w.t. yang disampaikan kepada manusia melalui Rasul-Nya.

Pengamalan ibadah yang dimaksudkan adalah berbuat ihsan, mengoptimalkan peranan hati dan matahati, shalat, puasa, kezuhudan, sedekah, senantiasa ingat kepada Allah s.w.t. (dzikrullah), berpegangan pada syari’ah, dan takut kepada Allah s.w.t., serta kasih sayang kepada seluruh makhluk Allah s.w.t., baik manusia, hewan, tumbuhan maupun alam jagad raya.

Ma`âsyiral Muslimîn jamaah shalat Jumat rahimakumullâh,

Semoga kita semua termasuk golongan orang-orang yang sanggup melaksanakan perintah dan juga mampu meninggalkan larangan dengan sepenuh hati. Menjadi pribadi yang taat dan jauh dari maksiat (baik jasmani maupun ruhani) berlandaskan kesadaran penuh dalam mengenal Allah s.w.t. (makrifatullah). Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita semua. Semoga kita semua yang hadir di sini diberi kekuatan oleh Allah untuk melewati setiap tahapan kehidupan dengan selamat dan berhasil menjadi umat Nabi Muhammad SAW yang sukses.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Refleksi Pemikiran Politik Menurut Imam Al Ghazali dalam Konteks Nilai-Nilai Islam dan Relevansinya pada Era Modern

Penulis: Ahya Adi Septiansyah, Editor: Choerul Bariyah

Abu Hamid Muhammad Bin Muhammad bin Ahmad Al – Ghazali Avh-Thusi Asy-Syafi’i atau lebih di kenal dengan sebutan Al-Ghazali merupakan ulama yang ahli di bidang fiqih, filsafat, teolog, sufi dan ulama islam sunni terkemuka yang lahir di Thus, Khurasan Iran pada tahun 450 H/1058 M.

Sebagai figur yang berpengaruh dalam memberikan kontribusi yang sangat signifikat terhadap politik islam, konsep-konsep pemikiran Imam Al-Ghazali tentang kepemimpinan kenegaraan dan masyarakat yang adil dan makmur masih sangat relevan hingga saat ini.

Istilah politik tidak pernah luput dari algoritma platfrom-platfrom media sosial menjelang musim pemilu, hal ini terlihat setelah di adakannya deklarasi capres-cawapres ataupun caleg. Politik merupakan suatu proses atau kegiatan yang berkaitan dengan pengambilan sebuah keputusan khususnya dalam pemerintahan suatu negara  demokrasi yang sifatnya mengikat terkait dengan kebaikan masyarakat dan akan menjadi perubahan dalam suatu negara selanjutnya.

Imam Al-Ghazali merupakan intelektual muslim yang telah di akui keilmuannya oleh imam-imam lain ataupun ulama pada zamannya, sehingga Imam Al Ghazali di juluki sebagai “Hujjatul islam” argumentator islam. Beliau di kenal sebagai tokoh tasawuf dan filosof sehingga tak heran kalau beliau memiliki banyak gagasan di berbagai bidang termasuk dalam bidang politik.

Pemikiran-pemikiran Imam Al Ghozali memiliki corak bahwa konsepsi etika politik Al Ghazali adalah suatu teori sistem pemerintahan yang berisikan masyarakat dan peraturan negara yang memiliki moral yang baik dengan di topang oleh agama sebagai dasar negara. Hal yang menarik dan patut menjadi referensi politik muslim adalah, Al Ghazali mementingkan ilmu dan adab yang benar dalam berpolitik. Dengan ilmu dan adab yang benar, akan melahirkan pemerintahan yang baik, termasuk unsur unsur yang sangan penting seperti keadilan, transperasi dan integrasi.  konsep politik menut Imam Al Ghazali di tulis didalam kitab karya beliau yaitu “Ihya Ulumuddin”. Dalam kitab tersebut Imam Al Ghazali membangun sebuah argumentasi dari hal hal yang sangat fundamental.  Tujuan politik menurutnya adalah untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera bagi semua masyarakat, baik di kehidupan dunia maupun kelak di akhirat nanti. Hal tersebut dapat di capai dengan menegakkan nilai-nilai keadilan, kesejahteraaan, dan kesalihan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, Imam AL Ghazali menekankan pentingnya memilih pemimpin yang memiliki kualitas moral dan intelektual yang tinggi. seorang pemimpin harus bijaksana, bertakwa, adil dan memiliki pemahaman yang sangat luas tentang agama dan politik. Serta harus memimpin dengan penuh hikmah, ikhlas, bijaksana dan lebih mengutamakan kepentingan rakyatnya dibanding kepentingan dirinya sendiri.

Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya ulumuddin juga membahas politik dengan istilah “siyasah”. Siyasah merupakan aspek utama yang tidak dapat di pisahkan dalam politik sebuah negara. Karena dengan adanya siyasah akan tercipta sebuah sistem ketatanegaraan yang mengatur kehidupan sosial warganya. Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa siyasah mempunyai posisi yang sangat akurat dalam sebuah negara  karena untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang baik, diperlukannya “siyasah”.

وَالسِّيَاسَةُوَهِيَ لِلتَّأْلِيْفِ وَاْلِاجْتِمَاعِ وَالتَّعَاوُنِ عَلَى أَسْبَابِ الْمَعِيْشَةِ وَضَبْطِهَا

Artinya: “Politik adalah tentang membentuk, mempertemukan, dan bekerja sama dalam sarana penghidupan dan pengendaliannya”

Dengan “siyasah” yang baik akan menunjang terealisasikannya urusan urusan keagamaan, oleh karna itu Imam Al Ghazali menegaskan

وَالسِّيَاسَةُ فِي اسْتِصْلَاحِ الْخَلْقِ وَإِرْشَادِهِمْ إِلَى الطَّرِيْقِ الْمُسْتَقِيْمِ الْمُنْجِي فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ

Artinya: “Politik merupakan usaha untuk mencapai kemaslahatan dan mengarahkan masyarakat kepada jalan yang benar. Yaitu selamat di dunia dan akhirat.”

Imam Al Ghazali berpendapat bahwa dunia merupakan “mazratul ahiroh” yaitu ladang menuju ahirat, artinya kehidupan di dunia harus dilandasikan untuk mencari bekal sebanyak banyaknya kelak menuju akhirat nanti, dengan cara melakukan segala kebaikan sesuai dengan perintah agama. Dalam Al Quran surat  Al Baqoroh ayat 148:

وَلِكُلٍّ وِّجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًاۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ۝١٤٨

Artinya; “Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Menurut Imam Al Ghazali hubungan antara agama, dunia dan politik tidak dapat di pisahkan, agama harus menjadi landasan moral spiritual dan hukum dalam menjalankan pemerintahan, politik juga harus sejalan dengan nilai nilai agama. Sebuah negara juga harus berlandaskan pada agama untuk menetapkan hukum hukum yang ada, hal tersebut sudah ada pada pancasila sila ke satu “ketuhanan yang maha esa”.

Seorang pemimpin dan pejabatnya juga harus membina hubungan baik dengan ulamanya, dalam Ihya ulumuddin jus II di jelaskan “Sesungguhnya kerusakan kerusakan rakyat di sebabkan oleh kerusakan pemimpin, dan kerusakan pemimpinnya disebabkan oleh kerusakan para ulamanya, dan kerusakan ulamanya disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan atau tahta, dan barang siapa di kuasai oleh ambisi duniawi ia tidak akan mampu mengurusi rakyat kecil apalagi penguasanya. Allah lah tempat meminta segala persoalan” (Ihya II hal 381).

Oleh karna itu imam Al Ghazali menegaskan bahwasannya seorang pemimpin tidak boleh di pisahkan dari ulamanya. Karena ulama merupakan penerus para anbiya’ (warosatul anbiya’), seorang ulama harus memberikan kontribusi dengan nasihat dan perintah terutama pada nasihat nasihat aqidah dan adab. Dua hal ini menurut Imam Al Ghazali merupakan faktor utama untuk menjadi hamba yang sejati, dengan istilah lain basicfaith yang ingin di kokohkan kepada para pejabat negara adalah pandangan dasar tentang imam. Karena asal bagi setiap perilaku manusia, termasuk aktifitas aktifitas ilmiah dan teknologi. Sedangkan adab menjadi penting karena manusia yang beradab (insan adabi) adalah orang yang menyadari sepenuhnya tanggung jawab kepada tuhan yang maha esa, yang memahami dan menunaikan keadilan terhadap dirinya sediri dan orang lain dalam masyarakatnya, yang terus berupaya meningkatkan setiap aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan manusia.

Imam Al Ghazali memiliki pendapat bahwa seorang pemimpin harus memiliki syarat; di antaranya mampu berbuat adil di antara masyarakatnya (tidak nepotis), melindungi rakyatnya dari kerusakan dan keriminalitas, tidak dzalim, harus memiliki integritas,penguasaan dalam bidang ilmu kenegaraan dan agama, agar dalam menentukan kebijaksanaan ia bisa berijtihad dengan benar, sehat panca indranya (mata, pendengaran, lisan tidak terganggu dalam menjalankan tugas), mempunyai anggota badan yang normal, pemberani, memiliki keahlian siasat perang, dan kemampuan intelektual untuk mengatur kemaslahatan rakyat.

Dalam kitab Al Tibr Al Masbuk fi nasehati Al Mulk, kitab tersebut berisi tentang nasihat-nasihat Imam Al Ghazali kepada sultan Muhammad Ibn Malik, yang pertama Imam Al Ghazali memprioritaskan pada kekuatan aqidah tauhid. Sedangkan isi yang kedua yakni berupa nasihat-nasihat moral, keadilan, keutamaan ilmu dan ulama. Dalam kitab tersebut, Imam Al Ghazali tidak lupa mengingatkan kepada sultan Al Mulk agar tetap loyal pada keimanan yang benar, ia  juga mengingatkan bahwa kekuasaan di dunia adalah titipan dari Allah swt, sedangkan kekuasaan tertinggi di dunia dan akhirat ini hanyalah kekuasaan Al Khalik yaitu Allah.

Khutbah Idul Fitri: Momen Introspeksi dan Pembangkitan Semangat

Penulis : Atha Auza’i Ajda’, Editor : Faiza Nadilah

Khutbah Idul Fitri merupakan momen penting bagi umat Islam, tak ubahnya seutas benang emas yang menjahit lembaran hikmah dan kemenangan dari ibadah puasa Ramadhan. Di dalamnya, terkandung pesan-pesan penting yang bukan sekadar hiasan, melainkan pedoman bagi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Karenanya, khutbah Idul Fitri tidak hanya sekedar seremonial, melainkan momen introspeksi dan pembangkitan semangat untuk menjadi pribadi yang lebih baik, pribadi yang terus menerus mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berkontribusi bagi masyarakat. Semoga khutbah-khutbah Idul Fitri yang kita dengarkan senantiasa menjadi penyejuk kalbu, pengingat untuk selalu berbenah diri, dan penggerak untuk membangun kehidupan yang lebih bermakna bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.

SYUKUR ATAS BERKAH RAMADAN.

Khutbah dimulai dengan ungkapan syukur kepada Allah SWT atas kesempatan yang diberikan dalam menjalani bulan Ramadan. Mengenang betapa berharganya bulan penuh ampunan dan rahmat ini, umat Islam diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Khutbah merupakan serangkaian pidato atau ceramah yang biasanya disampaikan oleh seorang pemimpin agama, seperti imam, selama salat Jumat atau acara keagamaan tertentu, seperti pada bulan Ramadan. Khutbah pada bulan Ramadan memiliki nuansa khusus yang dipenuhi dengan rasa syukur atas berkah dan keistimewaan bulan suci ini. Berikut adalah beberapa poin yang dapat menjelaskan rasa syukur atas berkah Ramadan dalam konteks khutbah:

Bulan Ramadan sebagai Bulan Penuh Berkah. Khutbah Ramadan seringkali dimulai dengan menyampaikan rasa syukur atas kesempatan untuk menyambut bulan Ramadan, yang dianggap sebagai bulan penuh berkah dan rahmat. Pada bulan ini, umat Muslim meyakini bahwa pintu surga terbuka, pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.

Rasa Syukur atas Kesempatan Beribadah. Khutbah menggaris bawahi betapa berharganya waktu Ramadan sebagai kesempatan emas untuk mendekatkan diri kepada Allah. Umat Islam disarankan untuk memanfaatkan setiap detik dalam beribadah, seperti shalat, membaca Al-Qur’an, dan melakukan amal kebajikan.

Kesyukuran atas Puasa. Puasa Ramadan adalah salah satu pilar utama Islam, dan khutbah dapat menyoroti rasa syukur atas kemampuan untuk melaksanakan puasa. Puasa dianggap sebagai bentuk pengendalian diri, kesabaran, dan solidaritas dengan mereka yang kurang beruntung.

Rasa Syukur atas Kesempatan Memperbaiki Diri. Ramadan memberikan peluang bagi umat Islam untuk merefleksikan diri, memperbaiki karakter, dan meningkatkan kualitas hidup rohaniah. Khutbah dapat menekankan rasa syukur atas kesempatan untuk melakukan perubahan positif dan meningkatkan kualitas spiritual.

Pentingnya Berbagi dan Kepedulian. Khutbah juga dapat menyentuh pentingnya berbagi, kedermawanan, dan kepedulian terhadap sesama, terutama kepada mereka yang membutuhkan. Ramadan mengajarkan nilai-nilai solidaritas sosial dan memberikan rasa syukur atas kemampuan untuk berkontribusi pada kesejahteraan bersama.

Syukur atas Malam Lailatul Qadr. Khutbah Ramadan juga sering mencakup rasa syukur atas malam Lailatul Qadr, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Umat Islam diingatkan untuk memperbanyak amal ibadah dan doa pada malam ini.

Kesimpulan dengan Doa Syukur. Khutbah umumnya diakhiri dengan doa syukur kepada Allah SWT atas segala berkah Ramadan, kesempatan beribadah, dan harapan agar amal ibadah diterima.

Melalui khutbah Ramadan, umat Islam diingatkan untuk merasakan rasa syukur atas kesempatan unik ini dan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri kepada Allah serta meningkatkan kualitas kehidupan spiritual mereka.

PEMELIHARAAN KESUCIAN HATI

Pemeliharaan kesucian hati adalah konsep yang penting dalam ajaran agama Islam. Dalam khutbah hari raya, pemeliharaan kesucian hati seringkali menjadi salah satu tema utama yang disampaikan oleh khatib. Khatib mungkin menekankan pentingnya membersihkan hati dari sifat-sifat negatif seperti kebencian, iri hati, dan keserakahan. Menjaga hati yang suci berarti menghilangkan segala bentuk sifat yang dapat merusak hubungan baik dengan sesama. Hari raya seringkali menjadi momen untuk memaafkan dan berdamai dengan sesama. Khatib mungkin menyarankan umat Islam untuk aktif mencari maaf dan memberikan maaf, memperbaiki hubungan yang mungkin retak karena perbedaan atau konflik.

Pemeliharaan kesucian hati juga melibatkan sikap adil dan setara terhadap semua orang. Khatib dapat menekankan pentingnya memperlakukan semua orang dengan adil, tanpa memandang suku, warna kulit, atau status sosial. Khatib mungkin mendorong umat Islam untuk melakukan introspeksi diri, mengkaji tindakan dan perilaku mereka sendiri. Ini bisa menjadi waktu yang baik untuk merenung dan mengevaluasi perjalanan spiritual serta memperbaiki aspek-aspek yang perlu diperbaiki. Melalui khutbah ini, diharapkan umat Islam dapat lebih memahami betapa pentingnya menjaga kesucian hati sebagai bagian integral dari ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT.

BERSYUKUR DAN MEMPERBAIKI DIRI

Bersyukur adalah sikap hati yang penuh penghargaan dan rasa terima kasih terhadap segala nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Dalam khutbah hari raya, sangat penting untuk mengingatkan umat Islam tentang pentingnya bersyukur atas segala karunia yang telah diberikan oleh Allah. Mengingat betapa beruntungnya kita sebagai umat Islam yang diberikan petunjuk-Nya dalam bentuk Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Mensyukuri kesehatan dan rezeki yang diberikan oleh Allah, serta menunjukkan kepedulian terhadap mereka yang kurang beruntung, mensyukuri kehadiran keluarga, sahabat, dan hubungan sosial positif dalam kehidupan sehari-hari.

Bersyukur bukan hanya ungkapan lisan, tetapi juga harus tercermin dalam tindakan nyata seperti memberikan sedekah, berbagi dengan yang membutuhkan, dan berbuat baik kepada sesama adalah cara nyata untuk menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah.

Hari raya juga menjadi momentum bagi umat Islam untuk merenungkan diri dan berusaha memperbaiki kehidupan mereka. Memperbaiki diri adalah suatu upaya untuk terus meningkatkan kualitas spiritual dan moral. Merenungkan perbuatan dan perilaku kita selama setahun terakhir, mengidentifikasi kekurangan, dan bertekad untuk memperbaikinya. Menetapkan niat untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah melalui peningkatan ibadah, shalat, dan taqwa. Memperbaiki diri memerlukan kesadaran dan tekad yang kuat. Selama khutbah hari raya, imam dapat mengajak jamaah untuk menetapkan tujuan konkret dalam meningkatkan diri mereka dan berusaha mencapainya dalam setahun mendatang. Dengan menggabungkan rasa syukur dan tekad untuk memperbaiki diri, umat Islam dapat merayakan hari raya dengan penuh makna dan memperkuat ikatan spiritual mereka dengan Allah SWT.

Gus Dur: Pengaruh, Perspektif, dan Pemikiran tentang Pendidikan Islam

Penulis : Diah Karomah, Editor : Windi Tia Utami

Abdurrahman Wahid atau yang sering dikenal dengan sebutan Gus Dur, beliau lahir di Denanyar, Jombang, Jawa Timur pada tanggal 7 september 1940. Nama kecilnya adalah Abdurrahman Addakhil, beliau dikenal sebagai seorang yang humanis. Gus Dur selalu membela masyarakat yang lemah, tertindas, dan minoritas. Ada berbagai macam hal yang memengaruhinya, mengapa Gus Dur mempunyai perspektif keberpihakannya terhadap orang lemah atau sering dikenal mustad’afin. Gus Dur sebagai orang yang sederhana dan pengaruh buku-buku yang dibaca, akan memengaruhi sikapnya dalam membela orang lemah.

Begitu juga dalam pemikiran lainnya, Gus Dur banyak dipengaruhi oleh berbagai macam stimulus, misalnya situasi, buku yang ia baca, budaya, orang yang ia temui, pendidikan dan lain sebagainya. Pengalaman-pengalaman yang dimilikinya akan membentuk konsep diri Gus Dur yang memiliki pemikiran tentang pribumisasi Islam, beliau yang memiliki pemikiran kosmopolitanisme dan univeraslisme Islam. Gus Dur yang memiliki sebuah gagasan pendidikan Islam yang dituangkan dalam sebuah tulisan “Pendidikan Islam Harus Beragama” dan tulisan-tulisan lainnya tentang wacana keislaman, bisa diketahui, bagaimana proses Gus Dur menghasilkan pemikiran yang terbuka dan progresif.

Setiap orang, termasuk juga Gus Dur telah melakukan proses interpretasi terhadap stimulus yang ia terima. Apabila yang dipersepsi diri sendiri maka akan dikenal adanya persepsi diri atau self-perception. Persepsi diri dapat dimaknai sebagai interpretasi seseorang terhadap diri sendiri. Ketika melakukan persepsi, seseorang melakukan proses kognitif. Proses kognitif akan melibatkan banyak aktivitas. Mulai dari penerimaan stimulus, memproses stimulus kedalam system memori, dan menginterpretasi stimulus berdasarkan informasi yang telah disimpannya.

Proses pembentukan persepsi dimulai dari penerimaan rangsangan atau sensasi dari berbagai sumber yang diterima oleh panca indra. Persepsi diri mencakup tiga pembahasan. Pertama, konsep diri (self-concept), kedua, harga diri (self-esteem), dan ketiga,presentasi diri (self-prentation). Pada bagian ini, dijadikan dasar bagi seseorang untuk mengenali orang lain atau pihak lain. Atas dasar, setiap orang mengenali diri sendiri seperti apa gerangan dan pada akhirnya memengaruhinya dalam membawakan diri di lingkungan sekitar.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Persepsi Diri Gus Dur  

Gus Dur memiliki pengalaman tentang objekserta peristiwa yang berbeda dengan orang lain. Pengalaman tersebut mampu membentuk persepsi Gus Dur terhadap informasi yang diterima kemudian diinterpretasikan. Ada banyak faktor yang memengaruhi persepsi seseorang. Toha (2003), mengklarifikasikan faktor-faktor yang memengaruhi persepsi seseorang ada dua. 

Pertama Faktor Internal, Faktor internal merupakan faktor yang diperoleh dari dalam diri seseorang dalam menciptakan dan menemukan sesuatu yang kemudian bermanfaat bagi orang lain. Dalam konteks faktor inteternal pembentukan persepsi Gus Dura ada 4 hal yaitu, usia, minat, proses belajar, dan pekerjaan. 

Pertama, usia merupakan umur individu yang dihitung semenjak ia dilahirkan sampi pada momentum-momentum tertentu, sampai dia meninggal. Semakin cukup umur, kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Semakin tua umur seseorang semakin konstruktif dalam menggunakan pengetahuan yang diperolehnya. Begitu juga dengan Gus Dur, semakin tua umurnya maka semakin matang juga dalam bersikap dan bertindak. Dalam perjalanan hidupnya beliau mempunyai banyak pengetahuan, pengalaman dan persinggungan dengan banyak orang. Dari pengalama termasuk informasi yang diterimanya, akan memengaruhi sikap dan tindakan Gus Dur.

Kedua, minat Gus Dur sejak kecil sudah terlihat, yaitu membaca buku. Beliau mulai tertari terhadap buku-buku ayahnya dan dorongan dari ibu beliau untuk selalu membaca buku. Selain membaca buku, beliau juga memiliki minat terhadap bermain bola dan menonton film kedua minat beliau itu sangat memengaruhi hidupnya, beliau bahkan sampai pernah tidak naik kelas.

Ketiga, proses belajar, proses belajaran Gus Dur dimulai semenjak usia dini. Pada usia lima tahun, beliau sudah lancara membaca Al-Qur’an dengan kakeknya yaitu KH. Hasyim Asy’ari, Beliau juga banyak mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Hingga pada tahun 1953, beliau masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Gowangan, dengan nyantri di pesantren Krapyak. Walaupun sekolah tersebut adalah sekolah yang dikelolah oleh Gereja Katolik Roma, namun sepepenuhnya menggunakan kurikulum sekuler. Kemudia beliau melanjutkan belajarannya di pesantren Tegalrejo Magelang yang diasuh oleh KH. Chudhari. Di sana beliau banyak belajar ritus-ritus sufi dan menanamkan praktik mistik. Selain belajar ilmu agama.

Keempat, pekerjaan. perjalanan karir Gus Dur sangat panjang, beliua menjadi guru, aktivis sosial, menjadi ketua PBNU, hingga menjadi presiden. Di sela-sela itu semua pekerjaan yang jarang ditinggalkan Gus Dur adalah menulis. Beliau menulis di berbagai media, buku pengantar, makalah, dan lain sebagainya.

Kedua Faktor Eksternal, Faktor Eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri seseorang dalam menciptakan atau menemukan suatu hal. Faktor eksternal sangat erat kaitannya dengan faktor internal. Faktor eksternal terdiri dari dua hal, yaitu informasi dan pengalaman.

Pertama, informasi. informasi yang diperoleh seseorang sangat berharga melalui panca indra. Informasi pertama yang diperoleh Gus Dur adalah khazanah keilmuan pesantren. Informasi kedua yang diperoleh beliau adalah dari buku. Sedari kecil beliau sudah menjadi kutu buku. 

Kedua, pengalaman. Pengalaman merupakan suatu peristiwa yang pernah dialami seseorang. Mialnya pengalama-pengalam Gus Dur ketika beliau ikut ayahnya ke Jakarta, beliau bertemu dengan tokoh-tokoh nasional, dari situ lah beliau mendapatkan banyak pengalaman.

Pemikiran Gus Dur Terhadap Pendidikan Islam

Pendidikan Islam bagi Gus Dur harus tetap mengajarkan ajaran-ajaran formal Islam sebagai sebuah keharuasan yang diterima. Ajaran formal yang dimaksud oleh Gus Dur adalah ajaran bagaimana cara melaksanakan ibadah seseuai dengan syariat Islam. Bahkan Gus Dur menyatakaan bahwa ajaran Islam harus diutamakan dalam pendidikan Islam. Pemikiran beliau tentang pendidikan Islam tertuang melalui tulisan beliau yang berjudul “Pendidikan Islam Harus Beragam” yaitu,

“…tentu saja ajaran-ajaran formal Islam harus diutamakan, dan kaum muslimin harus dididik mengenai ajaran-ajaran agama mereka. Yang diubah adalah cara penyampaiannya kepada peserta didik, sehingga mereka akan mampi memahami dan mempertahankan “kebenaran”. Bahkan hal ini memiliki validitas sendiri, dapat dilihat pada kesungguhan anak-anak muda muslimin terpelajar untuk menerapkan apa yang mereka anggap sebagai “ajaran-ajaran yang benar” tentang Islam.”

Gus Dur juga menyatakan dalam tulisan tersebut, bahwa ajaran-ajaran formal Islam dipertahankan sebagai sebuah keharusan yang diterima kaum muslim di berbagai penjuru dunia. Memang suadah semestinya, hal yang wajib disampaiakan dalam pendidikan Islam adalah ajaran-ajaran formal. Hingga peserta didik mampu memahami dan mempertahankan kebenaran. Gus Dur mencontohkan bagaimana anak-anak muda muslim terpelajar dalam menerapkan apa yang mereka anggap sebagai “ajaran-ajaran benar”. Contoh paling mudah bagi Gus Dur adalah menggunakan tutup kepala di sekolah non-agama, atau yang biasa dikenal dengan nama jilbab.

Setiap daerah memiliki budaya pendidikannya masing-masing sehingga pendidikan Islam tidak harus satu corak antara satu kawasan dengan kawasan yang lainnya. Pada prinsipnya, pendidikan Islam mengajarkan ajaran formal Islam. Dalam tulisannya “Pendidikan Islam Harus Beragam” Gus Dur ingin menyadarkan kita bahwa pendidikan Islam bukan hanya yang ada di tembok sekolah formal. Kenyataan yang ada di masyarakat pendidikan Islam sangat beragam. Sebenarnya

Menyingkap Kehidupan dan Ajaran Gus Baha: Antara Fikih, Tasawuf, dan Muhasabah Diri

Penulis : Slamet Widodo, Editor : Windi Tia Utami

K. H. Ahmad Bahauddin Nursalim atau dikenal sebagai Gus Baha adalah seorang ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang berasal dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah. Gus Baha dikenal sebagai ahli tafsir dan pakar Al-Quran.  Gus Baha lahir pada 15 Maret 1970 di Sarang, Rembang.  Beliau merupakan putra dari seorang ulama pakar Al-Qur’an dan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA K. H.  Nursalim al-Hafizh. Gus Baha menikah dengan seorang putri pesantren bernama Ning Winda dari Pesantren Sidogiri Pasuruan.

Gus Baha merupakan salah satu murid dari ulama kharismatik, Kiai Maimun Zubair. Beliau mengungkapkan sejalur dengan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah karena dinilai sebagai ajaran yang mudah dan tidak mempersulit umat. Salah satu nasehat kondang beliau adalah mengajarkan pentingnya untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa.

Pertanyaan yang sering muncul dibenak masyarakat umum, khususnya umat Islam yang mulai berusaha mempelajari Islam adalah terkait mana kedudukan yang lebih tinggi antara Fikih dan Tasawuf.  K. H. Ahmad Baha’uddin Nursalim alias Gus Baha menjawab pertanyaan tersebut dengan penjelasan berikut: “Keyakinan saya sampai saya bertemu tuhan adalah tidak ada ilmu se-barakah ilmu fikih. Saya ulangi lagi, tidak ada ilmu se-barakah ilmu fikih. Meskipun tasawuf ya barakah, tapi tetap jauh. Jadi, orang sekarang itu ngawur sekali kalau mengatakan tasawuf itu diatas fikih. Itu keliru sekali.”

“Kita bisa mengikhlaskan amal itu setelah lolos uji fikih. Jadi misalnya saya shalat, saya ikhlaskan untuk Allah. Status shalat itu harus benar dulu: ada Fatihahnya, ada ruku’-nya, ada sujudnya. Orang status shalatnya saja tidak benar kok bilang diikhlaskan, diikhlaskan mbahe! Itu kan seperti sedekah, sedekah itu pakai harta. Hartanya halal, baru disedekahkan, baru diikhlaskan. Kalau hartanya saja sudah tidak halal, atau gak ada sama sekali ‘yang penting ikhlas’, ya diikhlaskan mbahmu!?. Yang penting mengajar itu ikhlas, orang mengajar saja tidak laku kok ikhlas”, jelas Gus Baha.

Tasawuf adalah jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Konsep-konsep dalam tasawuf mengarahkan manusia atau sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah SWT. Hampir semua konsep dalam tasawuf berasal dari Al-Qur’an. Konsep-konsep maqamat seperti taubat, sabar, ridho, tawakkal, khalwat, dan dzikir, semuanya diambil dari Al-Qur’an. Sufi sendiri menurut Gus Baha adalah orang yang membangun diri untuk menjauhi kehidupan duniawi dan memperbanyak baca istighfar ketika menyelesaikan segala masalah.

Dewasa ini, tasawuf banyak mengalami degradasi dan sering digunakan pada praktik-pratik yang sesat dan di pakai oleh para dukun berkedok agama. Berbeda dengan tasawuf yang di gagas oleh gus baha yang lebih mengena di hati para remaja karena di dalam tasawufnya tertadapat muahasabah diri dengan tidak menunggu orang lain mensifati kita disisi lain tasawufnya tidak mengajarkan amal-amalan yang menyesatkan seperti tubuh kekal,bisa menghilang,dll.

Keutamaan Ilmu dan Tuntutan Kehidupan Menurut Islam

Penulis : Nadia Azzahra, Editor : Faiza Nadilah

Alhamdulillahi robbil alamin wabihi nasta’inu ala ummuriddunya waddin asholatu wassalamu’ala asrofil mursalin wa ala alihi washobihi ajmain amma ba’du.

Artinya: Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan–Nya kita meminta pertolongan dalam segala urusan dunia dan akhirat.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan tak lupa sholawat serta salam kita sanjungkan kepada Rasulullah SAW, semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya di yaumul akhir.

Hadirin semuanya pertama-tama kita tak lupa untuk selalu mengingat kepada pencipta alam semesta yaitu Allah SWT yang selalu memberikan nikmat dan keberkahan. Tak lupa untuk mematuhi segala perintah dan menjauhi larangannya. Allah SWT begitu luas baiknya, dengan memberikan anugerah kepada semua makhluk penuh kelembutan, dan penuh kasih sayang yang tak ada batasnya.

Seluruh aspek kehidupan sehari-hari ada di dalam Al-Quran, sedangkan semua urusan tak lepas dari ilmu, sehingga ilmu menjadi kunci utama dalam menjalani kehidupan ini.

Kebaikan dan keburukan manusia dikendalikan oleh 3 hal yaitu: nafsu amarah, nafsu syahwat, akal. Orang yang terus mengikuti nafsu dan berbuat buruk akan memiliki hati yang keras (qolbun qaswah). Qolbun qaswah adalah hati yang keras sehingga tidak dapat lagi menerima ajakan kebaikan dan menolak kebenaran.

Dan ilmu memiliki kemanfaatan yang besar sekali, misalnya saja seperti:

    1. Dengan ilmu kita menjadi mampu membedakan yang benar dan salah. Sehingga efeknya kita tidak mudah terpengaruh orang lain karena memiliki prinsip yang kuat. Serta tidak terperangkap dalam perbuatan yang salah.
    2. Bermanfaat hingga wafat. Semua hal terputus saat kita meninggal kecuali 3 perkara yaitu, shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya.
    3. Sarana menuju surga. Hal tersebut tertuang dalam hadis yang berbunyi “Siapa yang menempuh jalan untuk mentutut ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim, no 2699).
    4. Diangkat derajatnya. Dalam Q.S Al-Mujadilah: 11 menyebutkan bahwa “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan didalam majelis-majelis,”maka lapangkanlah , niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu”, maka berdirilah niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.
    5. Ilmu itu lebih berharga dari pada harta. Sebab ilmu itu menjaga kita, sedangkan harta kita yang jaga.

Ada beberapa hal yang diperlukan dalam menuntut ilmu yaitu: memiliki kemauan atau niat yang kuat, Meluruskan niat untuk mencari ridho Allah, Berlapang dada, Kesabaran, Bimbingan guru dan Dukungan dari orang tua.

Selain itu, dalam menuntut ilmu kita harus memiliki sikap yang semangat, fokus, konsisten, disiplin, kecerdasan dan istiqomah terus-menerus.

Uthlubul ‘ ilma minal mahdi ilal lahdi’’

“ Tuntutlah Ilmu Mulai Sejak Buaian Hingga Ke Liang Lahat” (H.R Ibn.Abd.Bar)

Perintah menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan dilakukan sepanjang hayatnya yaitu dari buaian hingga ke liang lahat atau meninggal dunia.

K.H. Abdul Hamid Pasuruan: Sosok Ulama Sufi dan Tokoh Panutan

Penulis : Rizal Kurniawan, Editor : Windi Tia Utami

K.H. Abdul Hamid atau lebih dikenal Mbah Hamid lahir pada tahun 1333 H, di Desa Sumber Girang, Lasem, Rembang Jawa Tengah. Ayahnya bernama Abdullah bin Umar seorang tokoh Islam yang rajin dan taat pada agama. Sedangkan ibunya bernama Raihannah, putri dari Kyai Shiddiq. Anak keempat dari 12 bersaudara yang dilahirkan dari rahim Ibu Nyai Raihannah. Mu’thi kecil bukanlah anak manis yang sehari-harinya diam di rumah, melainkan tumbuh sebagai anak yang lincah, mudah bergaul dan nakal. Meskipun begitu, Mu’thi rajin membantu orang tuanya.

Dalam usianya yang masih kecil, ia dididik oleh ibunya dan membiasakan shalat lima waktu berjamaah. Bahkan, saat Mu’thi ketinggalan shalat berjamaah, ia menangis sehingga sang ibu mengulangi shalatnya dan berjamaah bersamanya. Mu’thi juga sering disuruh ibunya membawakan oleh-oleh untuk disampaikan kepada gurunya dan ia merasa senang sekalipun oleh-olehnya sederhana. Hal ini menunjukkan bahwa masa kecil Mu’thi bersih dari sifat sombong.

Masa Pendidikan Dan Karomahnya (1926-1927)

Pada usia tujuh tahun, Mu’thi dididik dan dibimbing sendiri oleh ayahnya dalam belajar Al-Qur’an dan dasar hukum Islam. Pada usia tujuh tahun itu pula ia sudah hafal nadham balaghah Jawahir Al-Maknum. Kemudian dalam usia sembilan tahun ia sudah mulai menghafalkan kitab gramatika bahasa dan sastra Arab Alfiyah Ibnu Malik yang juga dengan bimbingan langsung dari ayahnya. Sebagai orang yang taat beragama, ayah maupun ibunya memang mengharapkan agar anaknya bisa menjadi orang yang berbudi luhur di kemudian hari. Pada usia 12 atau sekitar tahun 1926-1927, ia dipondokkan ke Pesantren Kasingan Rembang. Pesantren ini diasuh oleh KH Kholil bin Harun, mertua KH Bisri Musthofa. Di Pesantren Kasingan ia mendalami ilmu gramatika bahasa dan sastra Arab seperti Ilmu Nahwu, Shorof, Balaghah dan Arudh selama kurang lebih 1,5 tahun. Pada usia 13, ia diperintah ayahnya dan mengabdi kepada kakeknya Kyai Muhammad Shidiq (Mbah Siddiq) di Jember, Jawa Timur.

Mula-mula pada saat di Pondok Tremas Kyai Hamid hidup prihatin karena kiriman ayahnya hanya cukup untuk makan nasi tiwul. Celakanya, lokasi warung langganan Hamid jauh dari pondok. Apa boleh buat kaki melangkah setiap hari dengan memakai celana panjang dan bersepatu persis halnya orang berangkat ke kantor. Sepatunya disemir dengan mengkilap. Lima tahun di sana, beliau ditunjuk sebagai lurah pondok. Kala itu ia sekurun waktu dengan Kyai Abdul Ghofur Pasuruan, Kyai Harun Banyuwangi, dan Kyai Masduki Lasem. Selain sebagai lurah pondok, Kyai Hamid muda juga mengajar Ilmu Fiqih, Hadits, Tafsir dan sebagainya. Sehingga ia pun mulai mendapatkan bisyarah dan tidak memerlukan lagi kiriman dari orang tuanya. Perubahan nama Abdul Mu’thi menjadi Abdul Hamid ketika beliau sedang mondok ke Kasingan Rembang sekitar usia 12-13 tahun.

Kyai Hamid Menikah (1940)

Di usia 22 tahun dengan sepupunya sendiri yakni Nyai H Nafisah bin KH Ahmad Qusyairi bin KH Muhammad Shiddiq. Pernikahan mereka berlangsung pada hari Kamis 12 September 1940 M. Disebutkan dalam undangan akad nikah dilangsungkan di Masjid Jami Pasuruan pukul 13.00 WIB, kemudian dilanjutkan walimah pada pukul 14.00 WIB.   Namun, hal ini tidak sesuai rencana karena mempelai pria terlambat datangnya. Terpaksa acara walimah dimulai saja meski tanpa kehadiran mempelai pria. Baru pada pukul 17.00 WIB, rombongan yang ditunggu datang juga. Akibatnya, para tamu sudah pulang dan akad nikah disaksikan oleh beberapa keluarga saja. Keterlambatan itu karena ajakan Mbah Ma’shum untuk ziarah terlebihdahulu ke makam Sunan Ampel, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat.

Dari perkawinan ini mereka dikaruniai lima orang anak, yakni Muhammad Nu’man, Muhammad Nasih, Muhammad Idris, Anas, dan Zainab. Dua yang disebut terakhir meninggal sewaktu mereka masih kecil. Kyai Hamid menjalani masa-masa awal kehidupan keluarganya dengan tidak mudah. Selama beberapa tahun beliau harus hidup bersama mertuanya di rumah yang jauh dari mewah. Sedangkan untuk menghidupi keluarganya, tiap hari beliau mengayuh sepeda sejauh 30 kilometer pulang pergi, sebagai blantik sepeda. Sebab, kata Kyai ldris, pasar sepeda waktu itu ada di Desa Porong, Pasuruan, 30 kilometer ke arah barat Kota Pasuruan. Kendati demikian tidak pernah sekalipun terdengar keluhan darinya. Bahkan beliau sedemikian rupa dapat menutupinya sehingga, tak ada orang lain yang mengetahui. “Orang tua kalau tidak pernah mendapat cobaan dari anak atau keluarga, dia tidak lekas naik derajatnya”, katanya suatu kali mengenai ulah seorang anaknya yang agak merepotkan.

Kyai Hamid memang sosok yang rajin belajar. Beliau sering membeli kitab untuk dipelajari sendiri. Bahkan, setelah berkeluarga di Pasuruan, beliau masih mengaji kepada Habib Ja’far bin Syichan Asegaf, seorang tokoh ulama yang sudah terkenal waliyullah. Sewaktu berada di Pasuruan Kyai Hamid mempunyai rutinan yakni setiap sore menghadiri pertemuan pengajian dengan metode mudzakaroh yang diselenggarakan oleh Habib Ja’far bin Syichan pukul 16.30-19.30 WIB. Kyai Hamid sendiri, tidak banyak mengajar, kecuali kepada santri tertentu yang dipilih sendiri. Selain itu, khususnya di masa akhir kehidupannya, hanya mengajar sepekan sekali untuk umum.

Tirakat dan Sifat Zuhud

Kyai Hamid merupakan sosok ulama sufi, pengagum imam Al-Ghazali dengan kitab-kitabnya lhya ‘Ulum ad-Din dan Bidayah al-Hidayah. Tapi, corak kesufiannya bukanlah yang menolak dunia sama sekali. Konon, memang selalu menolak diberi mobil Mercedez, tapi mau menumpanginya. Bangunan rumah dan perabotannya cukup baik, meski tidak terkesan mewah. Kyai Hamid gemar mengenakan baju dan bersorban serba putih. Cara berpakaian maupun penampilannya selalu terlihat rapi, tidak kedodoran. Pilihan pakaian yang dipakai juga tidak bisa dibilang berkualitas rendah. “Berpakaianlah yang rapi dan baik. Biar saja kamu di sangka orang kaya. Siapa tahu anggapan itu merupakan doa bagimu,” katanya suatu kali kepada seorang santrinya.

Selain terbentuk oleh ajaran idkhalus surur, sikap sosial Kyai Hamid terbentuk oleh suatu ajaran (yang dipahami secara sederhana) mengenai kepedulian sosial Islam terhadap kaum dluafa yang diwujudkan dalam bentuk pemberian sedekah. Kiai Hamid memang bukan ahli ekonomi yang berpikir secara lebih makro. Walau begitu, dapat memperkirakan, sikap sosial beliau bukan sekadar refleksi dari motivasi keagamaan yang egoistis, dalam arti hanya untuk mendapat pahala, dan kemudian merasa lepas dari kewajiban. Hal itu menunjukkan betapa ajaran sosial Islam sudah membentuk tanggung jawab sosial dalam dirinya. Ajaran Islam, tanggung jawab sosial mula-mula harus diterapkan kepada keluarga terdekat, kemudian tetangga paling dekat dan seterusnya. Urut-urutan prioritas demikian tampak pada Kyai Hamid. Kepada tetangga terdekat yang tidak mampu, juga memberikan bantuan secara rutin, terutama bila mereka sedang mempunyai hajat, apakah itu untuk mengawinkan atau mengkhitan anak.

Meninggal Dunia (1982)

Mbah Hamid wafat pada hari Sabtu 25 Desember 1982 M tepat pada pukul 03.00 WIB atau dini hari. Ia mengembuskan napas terakhirnya pada usia 70 tahun dalam hitungan Hijriah. Seorang tokoh besar, tokoh panutan meninggalkan umatnya. Inalilahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Kabar pun segera menyebar Kala itu umat datang berbondong-bondong untuk melayat ke rumah duka sejak pagi. Mereka berasal dari berbagai penjuru. Umumnya seperti tidak percaya Kyai Hamid wafat. Melihat bayaknya pelayat keluarga tidak mau mengambil risiko, khawatir keranda rusak karena bakal jadi rebutan, pelayat. Menjelang ashar keranda di bawa ke masjid. Keranda itu berjalan dari satu tangan ke tangan yang lainnya karena saking padatnya pelayat, sehingga tidak bisa berjalan. Terjadilah tarik menarik keranda yang hendak keluar lewat gerbang barat atau timur, dari rumah ke masjid dibutuhkan waktu hingga dua jam. Jamaah yang menyalati melebar tidak hanya sampai masjid dan alun-alun, tetapi terus ke perempatan PLN sekitar 100 meter dan memenuhi jalan niaga hingga ke ujung utara dan ruas-ruas jalan Nusantara sepanjang 1 kilometer. KH Ali Ma’shum bertindak sebagai imam shalat. Setelah shalat Asar Kyai Hamid disemayamkan di kompleks makam sebelah barat Masjid Jami Al-Anwar Pasuruan. Posisi makamnya di antara makam Habib Ja’far bin Syichan Assegaf (guru) KH Achmad Qusyairi (mertua) dan KH Ahmad Sahal (ipar).

Keberadaan makam Kyai Hamid membawa berkah terhadap kemakmuran masjid dan pedagang di sekitar makam. Setiap hari makam Kyai Hamid tidak pernah sepi dari peziarah lokal atau luar kota. Pada umumnya para peziarah Walisongo Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat tidak pernah melewatkan kesempatan untuk ziarah ke makam KH Abdul Hamid.   Tidak cuma itu, semenjak ada makam KH Abdul Hamid setiap malam Jumat Legi kawasan sekitar masjid dan alun-alun Kota Pasuruan menjadi ramai.

Perjalanan Pemimpin dan Pendidik: Kisah K.H. Mas’ud Abdul Qodir dan Pondok Pesantren Darul Amanah

Penulis: Annisa Nuruz Zahra, Editor: Choerul Bariyah

K.H.Mas’ud Abdul Qodir beliau adalah pendiri dan pimpinan pondok pesantren Darul Amanah(Islamic Boarding School).Pondok Pesantren ini berada di Jawa Tengah tepatnya berada di Sukorejo-Kendal.Beliau juga salah satu ulama’ di Jawa Tengah yang mewakafkan diri,tidak hanya untuk kemajuan Agama Islam saja.Tetapi,juga untuk Masyarakat.Bangsa,dan Negara.Beliau mempunyai strategi pengembangan ponpes,yaitu menerapkan Panca Jiwa dan Panca Jangka Pesantren.Panca Jiwa yang diterapkan di pondok pesantren Darul Amanah,yaitu:

  • Jiwa Keikhlasan
  • Jiwa Kesederhanan
  • Jiwa Berdikari
  • Jiwa Ukhuwah Islamiyah
  • Jiwa Kebebasan

 

K.H.Mas’ud Abdul Qodir lahir pada hari senin wage tanggal 20 Juni 1949 yang bertepatan dengan Sya’ban (Ruwah)1368.Beliau belatar belakang dari keluarga yang sangat sederhana.Ayah dan ibunya adalah seorang pedagang desa yang berjualan dengan hasil perkebunan.Beliau tinggal di Dukuh Gondoriyo Desa Gondoharum Pageruyung Kendal.Sejak Kecil,Abah Mas’ud memang sudah disiplin dalam beribadah.Ketika memasuki usia SLTP,Beliau selalu berjamaah subuh setiap hari,kadang yang Adzan,kadang juga yang memukul kentongan.K.H Mas’ud Abdul Qodir sebagai anak pertama dari lima bersaudara yaitu:

  • H.Nasroh
  • H.Saib,B.A.
  • Hj.Masiti
  • H.Abdul Haris Qodir,S.Mn.

 

PENDIDIKAN K.H MAS’UD ABDUL QODIR

Pada masa itu,banyak orang yang belum memikirkan pendidikandan yang minat sekolah juga masih jarang,akan tetapi ia mempunyai kemauan tersendiri untuk bersekolah,dan juga dari keluarga yang memang memikir kan pendidikan dan juga agamanya.Beliau mempunyai kemauan yang kuat dalam menuntut ilmu(bersekolah)dibandingkan dengan teman sebayanya ,beliau juga orang yang sangat disiplin.Sepuluh tahun pasca Indonesia merdeka,masih banyak masalah yang harus dibenahi negara,yaitu keamanan,ekonomi,dan pendidikan.Di masa itu,di kecamatan Pageruyung hanya untuk wilayah selatan hanya ada satu Sekolah Rakyat(SR),dan itupun untuk beberapa desa;Gondoharum,Getas Blawong,dan Parakan Sebaran.Hikmah dari sekolah didesa lain,tentu memperluas wawasan dan pergaulan.Di Kota Kewedanan Sukorejo waktu itu belum ada SMP Negeri atau SMP Islam,yang ada hanya SMPK Argokiloso.Sekolah yang didirikan pada tahun 1953 itu menerapkan disiplin sebagaimana sekolah Belanda pada umumnya.Beliau melanjutkan pendidikan SMP Kanisius Sukorejo tahun 1961-1962,dan hanya satu tahun di SMPK Sukorejo.Dan melanjutkan pendidikannya di Pesantren Luhur,Wonosari Ngaliyan Mangkang,Semarang.Saat itu disebutnya pesantren Dondong,karena berlokasi di Kampung Dondong.

Di Mangkang,beliau hanya empat tahun ,karena mendapat informasi tentang Pondok Modern Darussalam Gontor.Awalnya dia kagum kepada salah satu ustadz pengajar Bahasa Arab saat menjadi santri di Pondok Pesantren Dondomg Mangkang yang bernama Ustadz Nurul Anwar.Ustad Anwar mahir dalam Bahasa Arab,ilmu Aljabar,dan Bahasa Inggris,karena lulusan Pondok Modern Darussalam Gontor yang kemudian melanjutkan studi ke Madinah.

K.H Mas’ud Abdul Qodir dididik oleh generasi pertama Trimurti,yaitu tiga serangkai yang mendirikan pondok pesantren,yang terdiri dari K.H.Ahmad Sahal sebagai pendiri pertama Pondok Gontor 1926,K.H.Zainudin Fannani yang tinggal di Jakarta dan membantu dari jauh,,sertta K.H.Imam Zarkasyi yang memberikan warna baru metode Gontor sejak 1936.

Pondok Modern Gontor mempunyai Motto yang menekankan pada pembentukan pribadi Muslim yang Berbudi luhur,Bebadan sehat,Berpengetahuan luas,dan Berpikiran bebas.

Saat menjadi santri di Pondok Modern Darussalam Gontor,Abah Mas’ud hanya dijenguk sekali selama 9 tahun selama menjadi santri dan guru di Gontor.Karena beliau memahami Ayahnya yang sedang berjuang kerja keras untuk biaya pendidikannya hingga tidak punya cukup waktu untuk menjenguk putranya.

Sebelum menyelesaikan pendidikanya di Gontor beliau di nikahkan dengan perempuan dari anak adik ipar Kiai Muhsin yaitu Haji Nur Said,Kiai Muhsin adalah kakak beradik dengan Abdul Qodir(ayah K.H.Mas’ud).Perempuan tersebut bernama Nur Halimah yang saat itu baru tamat SD.

Pada tahun 1971-1972 Mas’ud Abdul Qodir mendapat amanah menjadi ketua Organisasi Pelajar Pondok Modern(OPPM).saat menjabat menjadi ketua OPPM,beliau mendapat sentuhan dan arahan langsung dari pendiri dan pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor,K.H.Ahmad Sahal dan K.H.Imam Zarkasyi selaku Pembina pengurus OPPM.”Kami dididik dengan baik dan kami juga melihat sosok kiai imam zarkasyi seperti orang tua sendiri,”kenangnya.”SIAP MEMIMPIN DAN MAU DIPIMPIN”.

Selama menjadi guru di Pondok Modern Darussalam Gontor,beliau melanjutkan Pendidikannya di Institut Pendidikan Darussalm (IPD) memgambil fakultas Ushuludin.memulai pendidikannya di IPD pada tanggal 25 Januari 1974-1 Februari 1974.

Setamat dari Gontor ,Mas’ud Abdul Qodir fokus untuk memulai membina rumah tangga.Cita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke Al Azhar Kairo sementara dilupakan dulu.Doanya, mudah-mudahan di kemudian hari ada anak-cucu yang merealisasikan cita-cita itu.Dan diwujudkan oleh putra pertama beliau bernama  H.Muhammad Adib,Lc,M.A sebagai wakil Pimpinan Pesantren Darul Amanah..Abah Mas’ud mempunyai dua putra dan putra kedua bernama H.Muhammad Fatwa,M.Pd.sebagai Direktur TMI Pondok Pesantren Darul Amanah.

Pada tanggal 1976,sebelum mendirikan Pondok Pesantren Darul Amanah,Kiai Mas’ud Abdul Qodir pernah mengadakan Kelas Bahasa Arab dirumah mertuanya H. Nur Said di Dusun Kemloko Ds.Mojojagung Kec.Plantungan Kab,Kendal.jumlah siswa kelas Bahasa Arab pada waktu itu sekitar 30 santri putra dan 30 santri putri.

Pondok Pesantren Darul Amanah,Berdiri pada tanggal 23 Mei 1990.Yayasan Darul Amanah yang bergerak di bidang pendidikan dan social keagamaan mendirikan Pondok Pesantran Darul Amanah yang dipelopori oleh:

  • K.H. Jamhari Abdul Jalal,Lc. (Cipining Bogor)
  • K.H. Mas’ud Abdul Qodir (Kabunan Ngadiwarno Sukorejo Kendal).
  • Bpk Slamet Parwiro (Parakan Sebaran Pageruyung)
  • Ust. Junaedi Abdul Jalal (Parakan Sebaran Pageruyung)

 

Keempat peloporpendirian Pondok Pesantren Darul Amanah bersepakat bahwa K.H. Mas’ud Abdul Qodir yang menjadi Pimpinan Pesantren Darul Amanah.Beliau merupakan alumni Gontor tahun 1972 .Dan pondok ini disebut pondok Alumni Gontor.dan Pondok Pesantren Darul Amanah kini memiliki Dua Ribu lebih santri dan Dua Ratus tenaga pengajar.memiliki empat tingkatan yaitu;MTS,MA,SMK,dan KMI.

K.H. Mas’ud Abdul Qodir menerapkan konsep kepemimpinan Tri Pusat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang meliputi :Ing ngarso sung tuldha,Ing madya mangun karsa ,Tut Wuri Handayani.

“JANGAN BERHENTI BERDOA KARENA TAKDIR BISA DIUBAH DENGAN DOA”.K.H. Mas’ud Abdul Qodir.

Pemikiran dan Kepemimpinan KH. Ahmad Rifa’I BIN Raden Muhammad Marhum Chilmy Munazil

Penulis : Chilmy Munazil, Editor : Tegar Dwi Pangestu

Ahmad Rifa’i beliau adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah dan juga seorang ulama pendiri, penulis buku semangat perjuangan kemerdekaan. Beliau lahir pada tanggal 9 Muharram 1200 H, bertepatan dengan tahun 1786 di Desa Tempuran, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Dan wafat pada umur 84 tahun di Manado, Sulawesi Utara pada tahun 1895 dan di makamkan di pekuburan Jawa Tondano di kelurahan Kampung Jawa, di kecamatan Tondano Utara Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara Indonesia.

Sedari kecil beliau sudah dididik oleh ayahnya yang Bernama KH. Muhammad Marhum untuk mendalami agama. Sejak remaja pula beliau sering melakukan dakwah ke berbagai tempat di sekitar Kendal. Pada tahun 1826, beliau menunaikan ibadah haji kemudian memperdalam ilmu agama di Makkah dan Madinah kurang lebih selama 8 tahun. Selain itu juga beliau menimba ilmu di Mesir.

Ahmad Rifa’i adalah seorang juru dakwah yang pandai, beliau mengemas ajarannya dalam kitab-kitab yang berbahasa Jawa menggunakan huruf Arab ( Arab Pegon ) dan berbentuk syair yang menarik bagi orang Jawa, sehingga pada masa itu Masyarakat Jawa mudah memahami dan menghafal ajaran Islam. Dalam berdakwah beliau juga mengobarkan semangat anti kafir, anti penjajah dan gagasannya bisa dikategorikan tajdid ( pembeharuan ) atau pemurnian.

Pemikiran beliau juga dapat dikatakan sebagai pemikiran yang moderat, pemikirannya telah memberikan pemahaman yang lebih baik tentang Islam kepada Masyarakat Indonesia.

Pemikiran dan kepemimpinan beliau yang telah meninggalkan jejak dalam sejarah keislaman diantaranya ada :

  • Pemikiran Keagamaan yang Mendalam

KH Ahmad Rifai dikenal sebagai pemikir keagamaan yang mendalam. Pemikirannya mencakup berbagai aspek kehidupan, dari hubungan manusia dengan Tuhan hingga tata cara ibadah. Beliau mengajarkan nilai-nilai keimanan dan keislaman yang bersifat inklusif, mendorong umat untuk memahami esensi ajaran agama secara komprehensif.

  • Toleransi dan Kemanusiaan

Salah satu poin penting dalam pemikiran KH Ahmad Rifai adalah nilai toleransi antar umat beragama. Beliau mengajarkan agar umat Islam menjalin hubungan yang baik dengan penganut agama lain, menciptakan harmoni dan perdamaian dalam Masyarakat. Pemikirannya mencerminkan semangat kemanusiaan yang mengedepankan persatuan di atas perbedaan.

  • Kepemimpinan yang Adil dan Bijaksana

Sebagai seorang pemimpin spiritual, KH Ahmad Rifai menunjukkan kepemimpinan yang adil dan bijaksana. Beliau memimpin dengan teladan, memberikan orientasi moral, dan menjaga keadilan dalam segala tindakan. Kepemimpinannya tidak hanya terfokus pada kepentingan kelompoknya sendiri, tetapi juga pada kesejahteraan umat dan masyarakat secara luas.

  • Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat

KH Ahmad Rifai juga dikenal sebagai tokoh yang peduli terhadap pendidikan dan pengembangan masyarakat. Pemikirannya merangkul konsep pendidikan holistik yang tidak hanya menekankan aspek akademis, tetapi juga pembentukan karakter dan kepedulian sosial. Beliau melihat bahwa pendidikan adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang berkualitas dan beradab.

Meskipun beliau mungkin telah tiada, pemikiran dan kepemimpinan KH Ahmad Rifai tetap menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Pengaruhnya meluas dari aspek agama hingga tatanan sosial. Warisan ini terus menerus diteruskan oleh para pengikutnya, menciptakan pondasi yang kuat bagi pengembangan masyarakat dan kehidupan beragama yang harmonis.

Dengan demikian, pemikiran dan kepemimpinan KH Ahmad Rifai tetap menjadi tolok ukur bagi mereka yang ingin menggali nilai-nilai spiritual, kemanusiaan, dan kepemimpinan yang berlandaskan pada keadilan dan kebenaran.

  • Ahmad Rifa’i mempunyai beberapa karya salah satunya kitab agama yang ditulis beliau yaitu dalam bentuk : syair, puisi tembang jawa, bentuk nastrah sebanyak 65 judul.

Sementara yang berbentuk tanbi ( semacam risalah singkat yang membahas satu topik ) ada 500 karya dan terdapat 700 berupa nadzom doa. Jumlah kitab tersebut yang ditulis sebelum KH. Ahmad Rifa’i diasingkan ke Ambon Maluku, yaitu saat masih bermukim di desa Kalisalak.

Secara umuum kitab- kitab diatas mengupas tentang 3 bidang ilmu syari’at islam yang meliputi Fiqih, Usuluddin, dan tasawuf.

Beberapa kitab karya KH Ahmad Rifa’I yang masih disimpan di universitas Leiden Belanda antara lain :

  • No.1139 Riayatal Himmah, tahun 1849 M
  • No. 6617 Nadzom Kaifiyah, tahun 1845 M
  • No. 7520 Tanbih Bahasa Jawa
  • No 7521 Husnul Mitholab, tahun 1842 M
  • No. 7524, Nadzam Irfaq, tahun 1845 M
  • No. 8489, Munawirul Himmah, tahun 1856 M
  • No. 5865, Athlab, tahun 1842 M
  • No. 8566, Nadzam Tazkiyah, tahun 1852 M
  • No. 8567, Tasyrihatal Muhtaj, tahun 1849 M
  • No. 8568, Syarihul Iman, tahun 1839 M
  • No. 8569, Tasfiyah, tahun1849 M
  • No. 11001, Bayan, tahun1839 M
  • No. 11001, Imdad, tahun 1845 M
  • No. 11004, Thariqat, tahun 1840
  • No. 7523 Abyanal Khawaij, tahun 1849 M

 

Islam Rahmatan Lil Alamin: Mengembangkan Kesetaraan dan Toleransi dalam Agama

Penulis:Karimul Wafa, Editor: Kharisma Shafrani

لْحَمْدُ للهِ، اَلَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدىْ وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلى الدِّيْنِ

كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin Sidang Jumat yang dirohmati dan dimulyakan allah SWT.

Pertama tama marilah kita bersyukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan berjuta kenikmatan kepada kita sekalian, sehingga masih bisa melaksanakan Shalat Jumat di masjid yang mulia ini.

Shalawat serta salam, semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membimbing kita menuju dunia yang terang dan jelas, yaitu addinul Islam. Semoga kita selalu mencintainya dan bershalawat kepadanya sehingga kita diakui sebagai umatnya yang mendapatkan syafaatnya di hari akhir nanti, amin amin ya robbal alamin.

Hadirin Sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT.

Selaku khatib kami mengajak kepada hadirin sekalian dan diri kami pribadi, marilah kita selalu berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah dengan terus berusaha menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Semoga Allah selalu memberikan bimbingan dan kekuatan kepada kita sehingga kita selalu dalam keimanan dan ketakwaan kepada-Nya Amin yarobbal alamin..

Hadirin Sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT.

Islam merupakan agama yang mengajarkan perdamaian dan kasih sayang, menjunjung tinggi sifat tolong-menolong, kesetiakawanan, egaliter (kesamaan derajat), tenggang rasa, kebersamaan, demokratis, keadilan, toleransi, dan seimbang antara urusan dunia dan akhirat. Sebaliknya tentu Islam melarang segala bentuk kekerasan dan sikap yang berlebihan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إيَّاكُمْ وَالْغُلُوّ فى الدِّيْنِ فَاِنَّما أهْلَكَ مَنْ كانَ قَبْلَكُمْ باالْغُلُوِّ فى الدِّيْنِ

“Hindarilah oleh kalian tindakan melampaui batas (ghuluw) dalam beragama sebab sungguh ghuluw dalam beragama telah menghancurkan orang sebelum kalian.” (HR An-Nasa’i dan Ibnu Majah)

Di antara bentuk sikap melampaui batas adalah bersikap radikal dengan segala bentuknya yang menyelisihi syariat. Padahal sangat banyak dapat kita temukan dalam Al-Qur’an, yang di dalamnya mengajarkan konsep perdamaian. Seperti Firman Allah SWT:

وَما اَرْسَلْنَاكَ إلاّ رَحْمَةً للْعَالَمِيْنَ

‘’Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan menjadi rahmat bagi semesta alam.’’ (QS Al-Anbiya’: 107)

lslam merupakan agama yang universal, ajarannya mengedepankan kasih sayang, kebaikan kepada seluruh alam semesta. Nabi telah bersabda:

الرَّاحِمونَ يَرْحَمُهُمُ الرحْمَان ارْحَمُوْا أهْلَ الأرْضِ يَرْحَمكُمْ مَنْ فِي السَّماء

“Orang-orang yang berbuat kasih sayang akan disayang oleh ‘Ar-Rahman’ (Yang Maha Penyayang), maka sayangilah siapa saja yang ada di muka bumi ini niscaya engkau akan disayang oleh yang ada di atas langit.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Dengan demikian, konsep islam itu mengandung inti dari moderasi beragama, dengan kata lain agama islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi dan sifat qonaah sehingga islam dapat selalu menerima perbedaan-perbedaan yang ada didalamnya, karna agama islam adalah agama rahmatan lilalamin.

Hadirin Sidang Jumat yang dimuliakan Allah SWT.

Contoh dimana suatu desa yang menerapkan konsep moderasi beragama dipekalongan salah satunya adalah Linggo Asri, desa yang memiliki 4 agama didalamnya, antara lain: Islam, Kristen, Budha, Hindu. warga Linggo Asri juga memaknai moderasi beragama sebagai keyakinan yang menerima perbedaannya masing-masing, karna itu warga linggo asri selalu hidup aman, tentram, rukun, nyaman, dan gotong royong dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas desanya. Demikianlah khutbah yang dapat saya sampaikan semoga dapat diambil point-point pentingnya, amin amin ya robbal alaminalamin.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ بِاْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

اَلحمْدُ للهِ حَمْدًا كما أَمَرَ، أَشْهدُ أَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، إِرْغامًا لِمَنْ جَحَدَ بِه وكَفَرَ، وأَشْهَدُ أَنَّ  سَيّدَنا محمَّدًا عَبدُهُ ورسُولُهُ سَيِّدُ الْإِنْسِ والْبَشَرِ. اللَّهمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ على سيِّدِنَا محمَّدٍ وآلِه وصَحْبِه مَا اتَّصَلَتْ عَينٌ بِنَظَرٍ وأُذُنٌ بِخَبَرٍ

أَمَّا بَعْدُ: فيَآ أَيُّهاالنّاسُ، اتَّقُوا اللهَ  حق تقاته ولاتموتن اِلا وانتم مسلمون. اَللَّهمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى سيِّدِنا محمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا محمَّدٍ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ والْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِناتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ والْأَمْواتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اَللَّهمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ والوَباءَ وَالرِّبَا وَالزِّنَا والزَّلَازِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْها وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً، وعَنْ سائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يا رَبَّ الْعَالَمِينَ. رَبَّنا آتِنا في الدّنيا حَسَنَةً وَفي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ والْإِحْسان وإِيتاءَ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الْفَحْشاءِ والْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ على نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَاسْئَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَعَزَّ وَأَجَلَّ وَأَكْبَرُ