Penulis: Muhammad Irfan, Editor: Fajri Muarrikh
Desa Watusalam terletak di Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan dan berbatasan dengan Desa Warungasem Kabupaten Batang disebelah timur, dan berbatasan dengan Kota Pekalongan di sebelah utara.
Di desa Watusalam terdapat seorang punden atau leluhur yang membabad tanah Watusalam, bernama Syekh Nujumuddin dari Cirebon, lahir pada tahun 1690 M, dan wafat pada tahun 1771 M, pada bulan safar. Beliau adalah seorang murid dari Syekh Abdul Muhyi Pamijahan, Jawa Barat. Setelah membuka perguruan atau pesantren di Gua Safarwadi, Syekh Abdul Muhyi Pamijahan banyak kedatangan murid-murid, salah satunya Syekh Nujumuddin. Kurang lebih tujuh tahun beliau menimba ilmu dan mengambil sanad tarekat Syattariyah, setelah itu Syekh Abdul Muhyi memerintahkan kepada Syekh Nujumuddin untuk menyebarkan Agama Islam dan berdakwah dari Cirebon menuju ke pesisir utara Jawa.
Dalam menuju ke pesisir utara laut jawa, beliau bersama dengan rombongan Syekh Faqih Ibrahim, putra dari Syekh Abdul Muhyi untuk menuju ke Mataram, akan tetapi Syekh Nujumuddin memisahkan diri karena dalam perjalanan beliau teringat pesan gurunya bahwa ada murid tua dari gurunya bernama Syekh Tholabuddin di Batang, yang saat itu sudah menjabat menjadi penghulu di Batang. Akhirnya, Syekh Nujumuddin berpisah dari rombongan dan menuju ke murid tertua Syekh Abdul Muhyi Pamijahan. Dalam perjalanannya, beliau beberapa kali bertemu dengan orang untuk menanyakan tempat tinggal Syekh Tholabuddin, akhirnya setelah mengetahui keberadaan Syekh Tholabuddin, Syekh Nujumuddin mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan Syekh Tholabuddin, dikarenakan Syekh Tholabuddin sudah menjadi penghulu. Beliau singgah di suatu daerah untuk meminta petunjuk sebelum menemui Syekh Tholabuddin, daerah itu dipenuhi pohon salam dan bambu, kemudian beliau memilih dibawah pepohonan bambu dan mendirikan gubuk untuk tempat tinggal tepatnya di pinggir kali kupang. Orang yang mengetahui ada gubuk di pinggir kali kupang dan mengetahui beliau seorang ulama, akhirnya banyak yang mendatangi untuk berguru kepadanya. Pada tahun 1740 M, beliau mendirikan gubuk atau pesantren untuk menampung murid-murid yang belajar dengan beliau.
Baca Juga : Abdurrahman Wahid (Gus Dur): Perjalanan Sejarah Menuju Kepresidenan RI
Setelah mendapat petunjuk dan sudah lama mengajar murid-muridnya, beliau menemui Syekh Tholabuddin di Masin. Serampung menemuinya, Syekh Nujumuddin kembali ke tempat padepokannya yang di pinggiran kali kupang, yang nantinya tempat itu dinamakan Watujoyo. Disana syekh Nujumuddin mendirikan perkampung yang bernama Watujoyo, sehingga beliau dikenal Buyut Watujoyo. Beliau lah yang pertama kali membabad tanah yang tadinya alas menjadi perkampungan. Di era Belanda desa Watujoyo nantinya di pecah menjadi dua, pertama menjadi desa Kertoharjo dan kedua bernama Watusalam. Makam Syekh Nujumuddin berada dikompek pemakaman seklayu desa Watusalam. Dalam catatan naskah Cirebon berkode KBG 628 PNRI, dari bagus ihram, ditulis pada kertas Eropa. Terdapat dua jenis bahasa yaitu bahasa Arab dan pegon. Bahasa Arab berjumlah 120 halaman dan 30 halaman menggunakan pegon, tertulis silislah sanad keilmuan Syekh Nujumuddin. Untuk silsislahnya, secara berurutan sebagia berikut.
Rasulullah saw.
Ali kang putra Abi Thalib
Husein al-Syahid
Zainal Abidin
Muhammad Baqir
Ja‟far al-Sidiq
Sultan Arifin Abi Yazid al-Bistami
Muhammad Magrib
Arabi Yazid al-Isyqi
Abu Mugafir Maulana Ihram Tusi
Abi Hasani Harqani
Hadaqili Madri al-Nahrini
Muhammad Asyiq
Muhammad Arif
Hidayat Allah Sarmusun
Hasur
Muhammad Gaus kang putra Hatib al-Din
Wajih al-Din
Sibgat Allah kang putra Sayyid Ruh Allah
Sayyidina Abi Muwahid Abd Allah Ahmad kang putra Abbas
Syaikh Ahmad kang putra Muhammad ing Madina, Syaikh Ahmad Qasyasi
Syaikh Abd al-Rauf kang putra Ali kang bangsa Syaikh Hamzah Fansuri
Syaikh Abd al-Muhyi Safarwadi
Syaikh Nujum al-Din
Kanjeng Kyai Haji Muhammad Yunus Saferwedi
Kyai Bagus Muhammad Taraju Cisarua
Bagus Ihram Carebon Babakan
Baca Juga : Mengenal Lebih Dekat Sosok Habib Ja’far atau yang Lebih Dikenal Habib Milenial
Demikianlah biografi dari Syekh Nujumudin yang bisa penulis ceritakan. Syekh Nujumuddin meninggalkan warisan yang tak hanya berupa perkampungan dan pesantren, tetapi juga jejak spiritual yang terus hidup melalui para murid dan silsilah keilmuannya. Hingga kini, Desa Watusalam tetap mengenang beliau sebagai tokoh sentral dalam perkembangan agama Islam di wilayah tersebut, dengan makamnya menjadi salah satu situs bersejarah yang dihormati. Jika ada kekeliruan, bisa dikoreksi bersama.
Wallahu a’lam..