Penulis: Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy, M.E., Editor: Sirli Amry
Melihat fenomena efisiensi anggaran, rupanya bidang kesehatan dan pendidikan turut menerima imbas dari adanya kebijakan ini. Padahal, dua sektor tersebut adalah tulang punggung kemajuan sebuah bangsa. Majunya sebuah negara tidak hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkan. Kunci utama kemajuan tersebut berasal dari mindset positif masyarakat, yang tentunya dibentuk melalui pendidikan yang berkualitas. Namun, bagaimana mungkin kita bisa menciptakan generasi cerdas secara EQ, SQ, dan IQ jika anggaran pendidikan justru dipangkas?
Kami, para pejuang pendidikan di daerah, merasakan betul dampak efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Rasa sedih dan kecewa tak terelakkan ketika melihat banyak proyek inovatif yang seharusnya menjadi harapan baru bagi kemajuan pendidikan, justru terancam hilang. Program Guru Penggerak, misalnya, yang digadang-gadang sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas guru, kini terancam dihentikan. Padahal, program ini telah membawa angin segar bagi banyak guru di daerah untuk meningkatkan kompetensi dan menginspirasi siswa-siswanya.
Baca Juga: Transformasi Sosial dan Revolusi Digital: Dampaknya Pada Pendidikan dan Tenaga Kerja di Masa Depan
Tidak hanya itu, program-program pendidikan lainnya yang selama ini dianggap keren dan bermanfaat, seperti pelatihan dan upgrading skill guru, juga terindikasi akan dihapus. Bagaimana mungkin kita bisa mengejar ketertinggalan di bidang pendidikan jika justru program-program yang mendukung peningkatan kualitas guru dihilangkan? Belum lagi ancaman terhadap dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan TPP (Tunjangan Profesi Guru) yang menjadi napas bagi banyak sekolah, terutama sekolah swasta. Jika dana ini hilang, bayangkan berapa banyak guru swasta yang tidak akan dibayar, dan berapa banyak sekolah yang akan kesulitan memenuhi kebutuhan operasionalnya.
Memaknai situasi ini, kemudian banyak orang yang kemudian bertanya-tanya, “Kenapa sih para stakeholder seringkali lebih memilih program-program baru yang terkesan “melangit” dan bagus di atas kertas, tetapi tidak menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya? Bukankah standar suksesnya sebuah program adalah ketika program tersebut benar-benar dibutuhkan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat?” Padahal program yang baik adalah program yang mampu meningkatkan kecerdasan emosional (EQ), spiritual (SQ), dan intelektual (IQ) masyarakat, bukan sekadar program yang terlihat mentereng di atas kertas.
Kenapa kita harus terus melangit, sementara kaki kita berada di bumi? Pendidikan adalah tentang realitas, tentang bagaimana kita membangun generasi yang siap menghadapi tantangan zaman. Bukan tentang program-program yang hanya indah di teori, tetapi tidak aplikatif di lapangan. Saat ini, kita sedang berada di masa krisis. Ekonomi global sedang tidak baik-baik saja, dan Indonesia pun tidak luput dari dampaknya. Menurut data BPS, deflasi hampir menyentuh 1% per Februari 2025, yang merupakan kondisi terburuk sejak tahun 2000-an. Dampaknya tentu akan sangat negatif dalam jangka panjang. Ekonomi akan mengalami depresi dan resesi, pengangguran akan meningkat drastis, dan utang negara pun akan semakin membengkak.
Dalam situasi seperti ini, efisiensi anggaran memang diperlukan. Namun, efisiensi seharusnya tidak dilakukan dengan mengorbankan sektor-sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan. Justru, di saat krisis seperti ini, pendidikan harus menjadi prioritas utama. Mengapa? Karena pendidikan adalah investasi jangka panjang yang akan menentukan masa depan bangsa. Jika kita memangkas anggaran pendidikan sekarang, maka yang akan kita petik di masa depan adalah generasi yang tidak siap menghadapi tantangan global.
Baca Juga: Kesenjangan Digital Di Daerah Pelosok Sebagai Tantangan Peningkatan Mutu Pendidikan
Dunia sedang tidak baik-baik saja, dan para pemangku jabatan harus benar-benar mempertimbangkan kebijakan efisiensi anggaran ini. Jangan sampai kebijakan yang diambil justru merugikan masyarakat kecil, terutama para pendidik dan siswa yang menjadi harapan bangsa. Indonesia membutuhkan suntikan segar ide dan tangan terampil para profesional, bukan sekadar “give away” dari pihak tertentu, seperti yang diungkapkan oleh Rhenald Kasali. Kita membutuhkan kebijakan yang berpihak pada rakyat, kebijakan yang mampu membawa Indonesia keluar dari krisis dengan cara yang bijaksana dan berkelanjutan.
Pendidikan adalah kunci kemajuan bangsa. Jika kita serius ingin membangun Indonesia yang lebih baik, maka jangan pernah mengorbankan pendidikan. Mari kita bersama-sama memperjuangkan agar anggaran pendidikan tidak dipangkas, dan program-program yang telah terbukti bermanfaat tetap dijalankan. Karena hanya dengan pendidikan yang berkualitas, kita bisa menciptakan generasi yang siap menghadapi masa depan, generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang baik.
Jangan biarkan efisiensi anggaran menghancurkan mimpi dan cita-cita para pendidik dan siswa di seluruh Indonesia. Mari kita bersama-sama memperjuangkan pendidikan yang lebih baik, untuk Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.