Moderasi Beragama sebagai Pendorong Mobilitas Sosial di Era Modern

Penulis: Syahrum Maulidal F., Editor: Azzam Nabil H.

Masyarakat adalah kumpulan individu yang saling berinteraksi dan memiliki kepentingan bersama. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat mengalami perubahan sosial yang tak terhindarkan. Perubahan ini tidak hanya menyangkut aspek struktural, tetapi juga menyentuh nilai-nilai budaya, ekonomi, dan religius yang membentuk wajah masyarakat modern. Dalam konteks ini, perubahan sosial tidak terjadi begitu saja. Ia bisa berasal dari dalam masyarakat sendiri seperti pertumbuhan jumlah penduduk, munculnya penemuan baru, konflik sosial, hingga revolusi budaya. Sementara dari luar, perubahan dapat didorong oleh peperangan, kondisi alam, maupun pengaruh budaya asing yang masuk melalui arus globalisasi. Di tengah dinamika ini, masyarakat dituntut untuk mampu beradaptasi dengan cepat tanpa kehilangan identitas dasarnya. Perubahan yang terjadi, cepat atau lambat, akan membentuk ulang struktur masyarakat, memengaruhi sistem nilai, dan membuka peluang bagi setiap individu untuk berpindah dalam struktur sosial.

Baca juga: Dakwah No Ribet: Antara Pahala, Views, dan Moderasi Beragama di TikTok

Berkaitan dengan ini, mobilitas sosial yang berkembang menjadi salah satu bentuk perubahan sosial dimana terdapat gejala yang mencerminkan keinginan alami manusia untuk memperbaiki status hidupnya. Ada dua bentuk utama mobilitas sosial, yaitu horizontal dan vertikal. Mobilitas horizontal terjadi ketika seseorang atau kelompok berpindah dalam satu lapisan sosial yang sejajar, tanpa mengubah kedudukan status sosialnya. Misalnya, seorang guru agama yang kemudian memutuskan menjadi pengusaha, namun tetap mempertahankan nilai-nilai keagamaan yang moderat dalam praktik usahanya. Contoh ini menunjukkan bahwa perpindahan peran sosial dapat berlangsung harmonis, tanpa harus menanggalkan prinsip-prinsip beragama yang inklusif dan toleran.

Sementara itu, mobilitas sosial vertikal menyangkut perubahan status sosial ke arah yang lebih tinggi (naik) atau lebih rendah (turun). Faktor-faktor yang memengaruhi mobilitas vertikal meliputi kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Seseorang yang memiliki akses pendidikan tinggi cenderung memiliki peluang lebih besar untuk naik status sosialnya. Di sinilah moderasi beragama memainkan peran penting. Ketika seseorang menginternalisasi nilai-nilai agama yang moderat, terbuka terhadap perubahan, namun tetap teguh dalam prinsip moral, maka peluang untuk sukses secara sosial-ekonomi akan semakin terbuka. Seorang pemuda dari keluarga sederhana yang aktif dalam kegiatan keagamaan dan konsisten dalam belajar, misalnya, dapat meraih pendidikan tinggi dan menjadi manajer di perusahaan besar. Ini adalah bukti bahwa semangat moderasi dalam beragama tidak hanya memperkuat spiritualitas, tetapi juga mendukung pencapaian sosial yang lebih tinggi.

Baca juga: Peran Pendidikan dalam Mewujudkan Moderasi Beragama di Indonesia

Moderasi beragama menempatkan nilai-nilai seperti toleransi, keseimbangan, dan keadilan sebagai landasan dalam hidup bermasyarakat. Prinsip-prinsip ini sangat relevan di era globalisasi, di mana perbedaan keyakinan, budaya, dan gaya hidup semakin tampak. Dengan menerapkan sikap moderat, masyarakat tidak hanya mampu meredam potensi konflik, tetapi juga mendorong terciptanya ruang sosial yang adil dan inklusif. Dalam lingkungan yang demikian, mobilitas sosial menjadi lebih terbuka bagi siapa pun, tanpa diskriminasi berdasarkan agama atau latar belakang sosial.

Secara keseluruhan, perubahan sosial adalah keniscayaan yang diikuti oleh mobilitas dalam struktur masyarakat. Moderasi beragama berperan sebagai jembatan yang menghubungkan nilai-nilai tradisional dengan realitas modern yang dinamis. Dalam masyarakat yang plural dan terus berubah, moderasi tidak hanya menjadi ajaran, tetapi menjadi kebutuhan dalam membangun kehidupan yang harmonis dan berkemajuan. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai agama yang moderat ke dalam proses sosial, setiap individu memiliki kesempatan yang setara untuk tumbuh, berkembang, dan berpindah ke posisi sosial yang lebih baik dalam struktur masyarakat.

*Sumber ilustrasi: Artificial Intellegence