Matematika: Suatu Alternatif Membentuk Sikap Toleransi

Penulis: Ahmad Faridh Ricky Fahmy, Editor: Tegar Rifqi

Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sering dianggap sebagai ilmu mutlak. Karena setiap rumus hitungan akan memiliki hasil penyelesaian yang sama bagaimanapun caranya. Namun, ternyata ada cabang ilmu matematika yang membuktikan bahwa di dalam ilmu pengetahuan yang dianggap selalu memiliki hasil mutlak pun tidak selamanya demikian. Dalam geometri misal, Matematika membagi geometri menjadi dua yaitu geometri Euclid dan non-Euclide. Dalam geometri Euclide berlaku jumlah sudut dalam sebarang segitiga adalah 1800. Kebenaran konsep tersebut dapat dibuktikan secara deduktif berdasarkan aksioma atau postulat pada geometri Euclid.

Sedangkan dalam geometri non-Euclide berlaku jumlah sudut sebarang segitiga tidak sama dengan 1800. Artinya bisa kurang atau lebih dari 1800. Konsep tersebut juga dapat dibuktikan secara deduktif berdasarkan aksioma pada geometri non-Euclide. Secara historis, penemuan geometri non-Euclide merupakan pengembangan dari aksioma Euclide yang kelima yaitu tentang garis sejajar.

Baca juga: Peran Pendidikan dalam Memperkuat Moderasi dan Multikulturalisme di Kalangan Siswa

Sedangkan dalam geometri non-Euclide berlaku jumlah sudut sebarang segitiga tidak sama dengan 1800. Artinya bisa kurang atau lebih dari 1800. Konsep tersebut juga dapat dibuktikan secara deduktif berdasarkan aksioma pada geometri non-Euclide. Secara historis, penemuan geometri non-Euclide merupakan pengembangan dari aksioma Euclide yang kelima yaitu tentang garis sejajar.

Pemeluk agama Islam mendasarkan kebenaran dan keyakinannya berdasarkan struktur aksiomatis yaitu Al Qur’an dan Hadist, dan tidak memaksakan kebenaran itu berlaku di struktur agama lainnya. Begitu pula dengan agama yang lain tidak memaksakan kebenaran yang diyakini diterima oleh agama lainnya. Berdasarkan pemehaman tersebut, tentunya sikap toleransi dan hidup rukun antar umat beragama dapat dengan mudah kita jalani. Masing-masing agama mempunyai struktur kebenaran berdasarkan kitab suci atau sumber hukum yang mereka yakini kebenarannya.

Baca juga: Peran Bimbingan Konseling Dalam Mengembangkan Sikap Toleransi Beragama Pada Siswa Sekolah Menengah

Matematika adalah mata pelajaran fundamental yang wajib diajarkan pada semua jenjang di tingkat sekolah. Belajar matematika tidak hanya belajar tentang angka, tetapi juga dapat berperan penting dalam membentuk kemampuan berpikir logis, analitis, serta mendukung pemecahan masalah secara sistematis pada peserta didik. Banyak nilai-nilai dasar yang terkandung dalam matematika selaras dengan nilai-nilai dalam agama islam. Dasar hukum dalam matematika diawali dari aksioma atau postulat dan definisi (undefined term & defined term). Dasar hukum yang tidak terbantahkan dan tidak perlu dibuktikan kebenarannya. Kemudian berlanjut berbagai hukum seperti teorema dan sifat yang memerlukan pembuktian dalam kebenarannya. Konsep yang dipakai dalam matematika sama dengan yang diterapkan dalam agama Islam yaitu suatu kebenaran dapat diterima kebenaranya berdasarkan kebenaran yang telah ada sebelumnya yaitu Al Qur’an dan Hadist (tidak ada keragu-raguan kebenarannya) dan berlanjut perundang-undangan seperti Ijma’ dan Qiyas (yang perlu disandarkan kebenarannya pada Al Qur’an dan Hadist).

Dapat disimpulkan bahwa nilai kebenaran dalam matematika dan beragama, tergantung pada struktur yang dibangun. Keduanya sama-sama mengajarkan nilai-nilai toleransi. Pada dasarnya Islam dan agama yang lain hadir untuk menjunjung tinggi nilai perdamaian dan kerukunan. Sedikit contoh tentang matematika di atas dapat memberikan gambaran bahwa matematika dapat dijadikan sebuah contoh dalam implementasi untuk membentuk sikap toleransi pada diri sendiri dan dapat disebarluaskan kepada orang lain. Oleh karena itu matematika juga mempunyai potensi yang besar dalam membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.