Penulis: Syaiful Yamin, Editor: Nehayatul Najwa
Perundungan (bullying) di lingkungan sekolah telah menjadi permasalahan serius yang mengkhawatirkan dan berdampak buruk pada perkembangan mental serta prestasi akademik peserta didik. Berbagai bentuk perilaku intimidasi, baik secara verbal, fisik, maupun sosial, kerap terjadi di ruang-ruang sekolah. Kasus-kasus perundungan, mulai dari ejekan, pengucilan, hingga kekerasan fisik, menunjukkan urgensi penanganan yang komprehensif dari berbagai pihak terkait.
Sekolah sebagai institusi penting dalam pembentukan karakter generasi muda memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan iklim yang aman, inklusif, dan kondusif bagi tumbuh kembang siswa secara holistik. Namun, upaya-upaya yang telah dilakukan, seperti penerapan kebijakan anti-bullying, pelatihan bagi tenaga pendidik, serta pembentukan tim penanganan khusus, masih belum mampu mengatasi permasalahan ini secara efektif.
Dalam konteks tersebut, penguatan pendidikan keagamaan dapat menjadi solusi strategis untuk mencegah dan mengatasi permasalahan perundungan. Pendidikan keagamaan memiliki peran signifikan dalam membentuk karakter positif dan meningkatkan kesadaran moral peserta didik, yang dapat menjadi benteng kuat dalam mencegah tindakan perundungan.
Perundungan di sekolah tidak hanya menimbulkan luka fisik, namun juga trauma psikologis yang mendalam bagi korbannya. Selain penurunan prestasi belajar, korban bullying berisiko mengalami depresi, kecemasan, dan gangguan mental lainnya. Kondisi ini tentu akan menghambat proses pembelajaran dan perkembangan siswa secara menyeluruh. Jika tidak ditangani dengan baik, perundungan dapat memicu konflik yang lebih luas, bahkan mengancam keamanan warga sekolah.
Pentingnya pendidikan keagamaan dalam pencegahan dan penanganan perundungan di sekolah didasarkan pada pemahaman bahwa nilai-nilai universal dalam agama, seperti kasih sayang, persaudaraan, dan keadilan, mampu menjadi fondasi kokoh pembentukan karakter positif peserta didik. Melalui bimbingan keagamaan yang komprehensif, siswa dapat mengembangkan empati, toleransi, dan rasa hormat terhadap sesama.
Pendidikan keagamaan yang efektif tidak hanya mengajarkan doktrin dan ritual, tetapi juga menekankan internalisasi nilai-nilai kemanusiaan universal. Materi pembelajaran dapat dirancang untuk membangun kesadaran siswa akan pentingnya menghargai perbedaan, menghindari prasangka, dan memelihara persaudaraan. Program keagamaan juga bisa diintegrasikan dengan kegiatan lain seperti pengembangan kecerdasan emosional, pelatihan resolusi konflik, dan pengembangan kepemimpinan.
Baca juga: Peran Pendidikan dalam Memperkuat Moderasi dan Multikulturalisme di Kalangan Siswa
Pendekatan yang berfokus pada pembentukan karakter dan moral dapat membantu mencegah tindakan perundungan sejak dini. Siswa dengan dasar nilai keagamaan yang kuat cenderung lebih mampu mengelola emosi, membangun relasi sosial yang sehat, dan menunjukkan kepedulian terhadap orang lain. Dengan demikian, mereka akan lebih terlindungi dari perilaku bullying dan dapat menjadi agen perubahan positif di lingkungan sekolah.
Selain mencegah, pendidikan keagamaan juga dapat membantu korban perundungan memulihkan trauma dan meningkatkan harga diri. Melalui pendekatan holistik yang mencakup aspek spiritual, emosional, dan sosial, siswa yang menjadi korban dapat dibantu untuk memperoleh kembali rasa aman, kepercayaan diri, dan kemampuan beradaptasi. Konseling keagamaan memberikan dukungan psikologis serta membantu korban memahami dan memaafkan pelaku, sehingga proses pemulihan dapat berlangsung lebih efektif.
Penguatan pendidikan keagamaan dalam konteks pencegahan perundungan juga sejalan dengan praktik terbaik (best practices) di berbagai negara maju. Negara-negara seperti Jerman dan Belanda telah mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dalam kurikulum pendidikan guna membentuk karakter positif dan mengatasi isu sosial, termasuk bullying. Pendekatan ini terbukti efektif menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman, inklusif, dan mendukung perkembangan holistik siswa.
Namun, implementasi bimbingan keagamaan di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan. Selain persoalan regulasi terkait kewajiban pendidikan agama, terdapat pula kendala dalam kapasitas guru untuk menyampaikan materi yang menanamkan nilai-nilai universal, bukan sekadar doktrin. Oleh karena itu, penguatan kompetensi pendidik agama menjadi hal penting yang perlu diupayakan.
Kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat juga perlu diperkuat guna mendukung internalisasi nilai-nilai keagamaan di lingkungan yang lebih luas. Peran orang tua dan komunitas sekitar sangat penting dalam memperkuat program keagamaan yang diterapkan di sekolah.
Dengan pendekatan holistik yang menjadikan penguatan pendidikan keagamaan sebagai salah satu pilar utama, diharapkan perundungan di sekolah dapat dicegah dan diatasi secara efektif. Lingkungan sekolah yang aman, inklusif, dan mendukung perkembangan peserta didik akan menjadi fondasi kokoh bagi lahirnya generasi muda yang berakhlak mulia, penuh empati, dan mampu memberikan kontribusi positif bagi kemajuan bangsa. Upaya ini juga selaras dengan semangat Pancasila, khususnya sila pertama, yang menempatkan nilai-nilai ketuhanan sebagai dasar dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.