Penulis: Agus Arwani, Editor: Tegar Rifqi
Malam lailatul qadar dianggap sebagai salah satu malam paling suci dalam tradisi Islam, dianggap memiliki nilai berkah yang lebih besar daripada 1000 bulan. Menariknya, konsep keberkahan malam lailatul qadar sendiri dapat diaplikasikan pada berbagai sudut pandang keilmuan. Dari sudut pandang akuntansi syariah, prinsip kebajikan ini dapat dikaitkan dengan imbalan spiritual dan nilai tambahan yang melampaui pertimbangan materi belaka, juga memiliki pengaruh jangka panjang yang mendalam pada keseimbangan keberadaan duniawi dan akhirat. Sebagai entitas ekonomi yang diatur oleh hukum akuntansi syariah, lembaga keuangan Islam harus memahami bahwa gagasan tentang kemakmuran tidak hanya dilihat dari keuntungan belaka, melainkan juga bagaimana mewujudkan kesejahteraan sosial, keadilan ekonomi, dan harmoni spiritual dalam transaksi keuangan.
Dalam kerangka akuntansi syariah, gagasan kemakmuran tidak semata-mata terbatas pada keuntungan finansial saja, tetapi juga terkait dengan dimensi etika dan sosial. Lailatul Qadar, sebagai malam yang penuh dengan berkah, berfungsi sebagai paradigma akuntansi syariah dalam menentukan apakah suatu transaksi menghasilkan keuntungan bagi masyarakat atau hanya sebatas pada peningkatan nilai ekonomi. Dalam akuntansi syariah dijelaskan bahwa harta yang dianggap sah dan digunakan dengan tepat akan menghasilkan kemakmuran abadi.
Baca juga: Malam Lailatul Qadar (Malam yang Lebih Baik dari Seribu Bulan)
Konsep kemakmuran dalam akuntansi syariah dapat dikaitkan dengan akuntansi berbasis nilai, di mana nilai tidak secara eksklusif dilambangkan dengan angka numerik tetapi juga mencakup pertimbangan etis dan sosial. Perusahaan yang mematuhi prinsip-prinsip akuntansi syariah harus memastikan bahwa pendapatan mereka berasal dari sumber-sumber halal, bahwa tata kelola mereka selaras dengan prinsip Syariah, dan bahwa distribusi keuntungan mereka menghasilkan manfaat bagi masyarakat yang lebih luas. Akibatnya, altruisme muncul sebagai kriteria unggulan dalam mengevaluasi kinerja keuangan yang berlandaskan pada hukum akuntansi syariah dimana tidak hanya berorientasi pada keuntungan temporal tetapi juga pada dimensi spiritual dan sosial.
Lailatul Qadar memberikan pelajaran bahwa waktu mewujudkan nilai yang sangat signifikan dalam pengalaman manusia. Dalam ranah akuntansi syariah, nilai temporal ini dapat dikorelasikan dengan konsep nilai waktu uang, yang dari perspektif Islam menempatkan penekanan yang lebih besar pada utilitas manfaat daripada pertumbuhan numerik belaka. Lembaga keuangan syariah harus menyadari bahwa setiap keputusan keuangan yang dibuat akan memiliki pengaruh bagi kesejahteraan umat. Oleh karena itu, praktik-praktik seperti riba, yang memprioritaskan keuntungan tanpa memperhatikan kekayaan, pada dasarnya bertentangan dengan prinsip-prinsip akuntansi syariah.
Dalam bidang keuangan Islam, Lailatul Qadar merupakan kesempatan bagi para pemangku kepentingan untuk menilai secara kritis sejauh mana transaksi mereka sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah. Akuntansi Syariah berfungsi tidak hanya sebagai mekanisme untuk mendokumentasikan transaksi tetapi juga sebagai kerangka kerja untuk menilai kesejahteraan ekonomi. Akibatnya, laporan keuangan syariah harus secara efektif merangkum nilai-nilai etika, kesetaraan, dan keseimbangan yang harmonis antara kepentingan individu dan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.
Baca juga: Ramadan Bulan Kebangkitan Ummat
Pentingnya keseimbangan antara keuntungan material dan spiritual dalam akuntansi syariah lebih lanjut diilustrasikan oleh konsep syariah maqashid, yang menggarisbawahi perlindungan agama, kehidupan, kecerdasan, garis keturunan, dan properti. Setiap transaksi yang dilakukan harus menggabungkan lima dimensi ini untuk memenuhi syarat sebagai usaha yang sukses. Jika suatu transaksi memprioritaskan keuntungan finansial dengan mengesampingkan implikasinya terhadap kesejahteraan komunal, ia kehilangan signifikansi spiritualnya.
Dari sudut pandang akuntansi syariah, transparansi dan akuntabilitas sangat penting untuk pencapaian kemakmuran. Keuangan Islam tidak hanya harus fokus pada kepatuhan terhadap kerangka peraturan tetapi juga harus membuat setiap keputusan ekonomi dapat dibertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, penyediaan laporan keuangan yang transparan dan selaras dengan prinsip-prinsip Syariah merupakan pendekatan penting untuk mempertahankan kemakmuran dalam upaya komersial.
Lailatul Qadar juga menanamkan pentingnya niat di balik setiap tindakan amal. Dalam bidang akuntansi syariah, niat tulus dalam menjalankan bisnis merupakan faktor penting dalam mewujudkan kemakmuran. Keuntungan yang diperoleh melalui cara-cara yang sah dan disebarluaskan dengan maksud menguntungkan orang lain membawa signifikansi spiritual yang tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang hanya melayani kepentingan individu atau kelompok tertentu.
Baca juga: Keluarga dengan Nilai Keagamaan Kuat Lebih Harmonis dan Tangguh Hadapi Tekanan Ekonomi
Prinsip-prinsip akuntansi syariah yang didasarkan pada nilai kekayaan semakin menekankan perlunya keadilan dalam distribusi kekayaan. Lailatul Qadar, yang ditandai dengan berlimpahnya berkah, berfungsi sebagai pengingat pedih bagi pengusaha muslim untuk memberikan pertimbangan yang lebih tinggi terhadap dimensi sosial pada setiap transaksi keuangan mereka. Prinsip-prinsip zakat, sedekah, dan infak merupakan komponen integral dari sistem keuangan Islam, yang bertujuan untuk membina kesejahteraan sosial yang komprehensif.
Lailatul Qadar menjelaskan bahwa kemakmuran sejati tidak semata-mata ditentukan oleh jumlah harta benda yang diperoleh, tetapi secara signifikan dipengaruhi oleh cara pemanfaatan sumber daya ini. Dalam kerangka akuntansi syariah, prinsip ini diterapkan melalui laporan keuangan yang merangkum tidak hanya keuntungan moneter tetapi juga konsekuensi sosial dan spiritual dari setiap transaksi yang dilakukan. Akibatnya, kemakmuran muncul sebagai kriteria penting dalam mengevaluasi kemanjuran usaha Islam.
Akhirnya, keberkahan malam Lailatul Qadar yang dikaji melalui lensa akuntansi syariah memberikan pemahaman penting bahwa baik kemakmuran maupun keuntungan spiritual memegang posisi krusial dalam menentukan keberhasilan perusahaan Islam. Akuntansi Syariah tidak hanya berperan sebagai instrumen belaka untuk pencatatan keuangan, tetapi juga berfungsi sebagai kompas etis dalam pelaksanaan transaksi ekonomi. Dengan memprioritaskan kekayaan sebagai alat ukur fundamental dalam evaluasi kinerja keuangan, lembaga keuangan Islam memiliki potensi untuk membangun keseimbangan yang harmonis antara keberhasilan material dan pemenuhan spiritual.