Penulis: Intan Diana Fitriyati, M.Ag (Dewan Pengasuh PP. Al Masyhad Manbaul Falah Walisampang), Editor: Azzam Nabil H.
Niat dalam setiap amal perbuatan adalah sesuatu yang sangat fundamental dalam ajaran agama Islam. Para ulama seringkali mengingatkan betapa pentingnya niat ini, karena ia bukan hanya menjadi indikator dalam penilaian manusia di sisi Allah, tetapi juga merupakan dasar dari diterima atau tidaknya amal tersebut. Bahkan, niat bisa mengubah sebuah perbuatan yang sederhana menjadi sesuatu yang luar biasa. Begitu besar pengaruh niat terhadap kualitas amal seseorang, baik dalam pandangan Allah maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu contoh klasik yang sering diungkapkan adalah bagaimana niat dapat mengubah suatu tindakan biasa menjadi sangat mulia atau bahkan sebaliknya. Misalnya, apabila seseorang melakukan amal baik dengan niat yang benar dan ikhlas karena Allah, amal itu bisa menjadi sangat besar pahalanya, meskipun secara lahiriah perbuatan tersebut mungkin terlihat kecil. Namun, jika niat seseorang tidak benar, bahkan perbuatan yang terlihat sangat baik sekalipun bisa menjadi tidak bermakna.
Hal ini bisa kita lihat dalam kisah hijrah yang terjadi pada masa Rasulullah saw. Ketika umat Islam diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah, terdapat seorang lelaki yang ikut berhijrah namun dengan niat yang tidak tulus. Ia tidak berhijrah karena mengikuti perintah Rasulullah saw. atau karena ingin memperjuangkan agama, tetapi karena ia ingin menikahi seorang perempuan yang juga ikut hijrah. Meskipun ia telah melakukan perjalanan besar yang sangat mulia, niatnya yang tidak tulus menjadikan hijrahnya tidak memperoleh pahala yang sebanding dengan pengorbanannya.
Abdullah bin Mas’ud dalam suatu riwayat menyatakan, “Siapa yang berhijrah dengan maksud tertentu, maka balasan yang ia terima sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya.” Dalam kisah tersebut, lelaki itu dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummu Qais”, karena ia berhijrah semata-mata untuk mendapatkan perempuan yang ia cintai. Sebuah perbuatan yang seharusnya mulia berubah menjadi sekadar perjalanan untuk memenuhi keinginan pribadi.
Begitu pula dalam riwayat lain yang disampaikan oleh A’masy, ia bercerita tentang seorang lelaki yang berhijrah hanya untuk menikahi perempuan bernama Ummu Qais. Perempuan itu tidak mau menikahinya kecuali dengan syarat lelaki tersebut berhijrah terlebih dahulu. Karena niat lelaki tersebut untuk menikahi perempuan itu, maka ia pun berhijrah. Meskipun ia telah meninggalkan kampung halamannya, niat yang salah mengurangi nilai hijrahnya di sisi Allah. Sebagai pengingat, Ibn Mas’ud menegaskan bahwa niat adalah kunci dari balasan yang akan diterima.
Namun, tidak hanya dalam hal hijrah, niat juga memiliki pengaruh yang besar dalam perbuatan sehari-hari, termasuk dalam beramal seperti bersedekah. Rasulullah saw. mengisahkan tentang seorang lelaki yang ingin bersedekah. Niatnya baik, namun ia tidak tahu bahwa sedekahnya diterima oleh orang yang tidak tepat. Pada percakapan pertama, ia meletakkan sedekahnya di tangan seorang pencuri. Orang-orang pun menggunjing, menganggap bahwa sedekah itu tidak bermanfaat karena diterima oleh seorang pencuri. Namun, lelaki itu tetap melanjutkan niatnya untuk bersedekah.
Pada kesempatan kedua, sedekahnya diberikan kepada seorang perempuan pezina. Pagi harinya, orang-orang kembali bergunjing tentang hal tersebut. Meskipun begitu, lelaki itu tetap tidak mundur dari niat baiknya untuk membantu sesama. Pada percakapan ketiga, sedekahnya diberikan kepada seorang yang kaya, yang tak tampak membutuhkan bantuan. Kembali orang-orang bergunjing tentang hal tersebut. Namun, lelaki itu tetap merasa bahwa ia telah berbuat baik.
Ketika lelaki itu menyadari semua itu, ia bertanya kepada Allah tentang hasil sedekahnya yang diterima oleh orang-orang tersebut. Allah pun memberikan penjelasan yang mendalam, yang mengajarkan bahwa meskipun sedekahnya tampaknya tidak tepat sasaran, sebenarnya Allah punya hikmah yang lebih besar. Pencuri mungkin akan menjaga dirinya agar tidak mencuri lagi setelah menerima sedekah itu. Perempuan pezina mungkin akan berhenti dari perbuatannya dan bertobat. Sementara itu, orang kaya bisa saja mendapatkan pelajaran dan akhirnya lebih banyak berbagi dengan orang yang membutuhkan. Ini menunjukkan bahwa meskipun niat seseorang untuk memberikan sedekah tampak keliru atau tidak sempurna, Allah lebih tahu mana yang terbaik dan bagaimana amal tersebut akan berdampak.
Hadis ini mengajarkan kita bahwa segala amal perbuatan yang dilakukan dengan niat baik tidak akan sia-sia, meskipun hasilnya tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan. Allah Swt. adalah sebaik-baik penilai yang mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Dalam kehidupan sehari-hari, ini mengingatkan kita bahwa segala perbuatan baik yang kita lakukan harus dilandasi dengan niat yang benar dan ikhlas karena Allah. Hal ini akan menjadikan setiap amal kita lebih bermakna, terlepas dari hasil yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan kita.
Di sisi lain, kisah ini juga mengajarkan pentingnya kesabaran dan keteguhan hati dalam beramal. Kita tidak boleh mudah putus asa atau terpengaruh oleh pandangan orang lain terhadap amal yang kita lakukan. Meskipun orang lain mungkin melihat sedekah kita sebagai sesuatu yang tidak tepat, yang terpenting adalah niat kita dan apa yang telah Allah tetapkan dari amal tersebut. Seiring berjalannya waktu, kita mungkin akan menyadari bahwa apa yang kita anggap sebagai kegagalan, sejatinya adalah kesuksesan di sisi Allah.
Niat yang baik dan ikhlas adalah modal utama dalam menjalani setiap amal perbuatan. Tanpa niat yang benar, segala perbuatan baik yang kita lakukan bisa menjadi sia-sia. Oleh karena itu, kita harus selalu menjaga niat kita agar tetap murni karena Allah Swt., tanpa terpengaruh oleh motivasi duniawi atau pribadi yang bisa merusak nilai amal tersebut. Sebab, Allah Swt. tidak hanya melihat perbuatan kita, tetapi juga melihat hati dan niat di balik setiap tindakan kita. Sehingga dalam hal ini, niat menjadi penentu utama dalam keberkahan suatu amal. Disamping itu, Allah pasti akan memberikan balasan yang lebih baik dari apa yang kita harapkan, sesuai dengan niat kita yang tulus.
Melalui kisah-kisah tersebut, pada dasarnya, niat yang benar dan ikhlas akan membuat setiap langkah kita lebih bernilai, dan setiap amal yang kita lakukan akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah. Dengan menjaga niat, kita juga akan menjaga hati kita agar tetap bersih dan terhindar dari segala bentuk riya atau kepentingan duniawi yang hanya akan merusak amal kita di sisi-Nya