Pohon Mangrove: Penjaga Lingkungan, Penguat Keimanan

Penulis: Sirli Amry, Editor: Muhamad Nurul Fajri

Krisis iklim bukan lagi sebuah wacana yang dikhawatirkan terjadi, melainkan kenyataan di depan mata yang saat ini sedang kita hadapi. Dalam setahun terakhir, manusia telah menghadapi krisis tersebut seperti gelombang panas, banjir, longsor, dan kebakaran hutan melanda beberapa wilayah di Indonesia tak terkecuali dengan Kota Pekalongan. Daerah pesisir Pekalongan mengalami dampak nyata dari krisis iklim, mulai dari gelombang panas, banjir rob, dan abrasi laut. Hal ini tentu tidak hanya berpengaruh pada lingkungan, tetapi juga dapat menyingkirkan ruang hidup masyarakat yang bergantung pada pesisir dan lautan.

Setelah melihat dampak dari terjadinya krisis iklim, mangrove adalah solusi yang tepat untuk menghadapinya. Ia bukan sekedar pohon yang hidup dan tumbuh diantara lumpur dan air asin, tetapi juga sang penjaga garis pantai. Akarnya yang padat dan terstruktur dengan kuat menjadikannya mampu menahan arus laut dan gelombangnya untuk mencapai garis pantai. Selain itu, mangrove juga mampu menyerap emisi karbon sebanyak lima kali lipat lebih baik dibandingkan dengan hutan darat. Hutan mangrove melepaskan lebih banyak oksigen dan menangkap karbon dioksida sehingga dapat mengurangi efek rumah kaca.

Selain memberi manfaat bagi lingkungan secara signifikan, mangrove juga memberikan manfaat besar bagi sektor sosial dan ekonomi. Akar mangrove yang rapat, dapat menjadi tempat berlindung dan berkembang biak berbagai jenis ikan sehingga dapat menjadi sumber mata pencaharian para nelayan. Selain itu, kayu mangrove pun dapat diubah menjadi bahan kerajinan tangan yang bisa dijual. Sedangkan dari sisi sosial, mangrove bisa dijadikan sebagai wisata edukasi yang berbasis ramah lingkungan, sehingga dapat membuka peluang usaha baru bagi masyarakat. Maka dari itu, selain mencegah krisis iklim yang berlebih, mangrove juga bisa menjadi ladang bagi masyarakat untuk mengais rezeki serta mempererat jalinan sosial di lingkungan pesisir khususnya.

Baca juga : Tim Sindikasi Media Hijratunaa Tanam 200 Bibit Mangrove di Daerah Rawan Rob

Berbicara tentang mangrove, pastinya bukan hanya menyoal tentang tanggung jawab manusia untuk mencegah krisis iklim, melainkan juga menjaga bumi sesuai perintah-Nya. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah (2) ayat 11 yang berbunyi:

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِۙ قَالُوْٓا اِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ ۝١١

Yang artinya: ”Apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi,” mereka menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah orang-orang yang melakukan perbaikan.”

Dari ayat tersebut, terlihat jelas bahwa Allah memerintahkan kepada umat manusia untuk menjaga bumi. Hal ini tergambar dari bagaimana Allah melarang manusia untuk berbuat kerusakan di muka bumi. Menjaga bumi berarti menjaga semua hal yang ada bersamanya, termasuk hutan, laut, udara, dan semua makhluk hidup yang ada didalamnya. Salah satunya adalah dengan menjaga ekosistem hutan mangrove. Dengan menjaga mangrove pun sejatinya manusia sedang menjalankan perintah Allah untuk menjaga keseimbangan dan keberlangsungan ciptaan-Nya.

Untuk menjaga kelestarian bumi, diperlukan adanya keterlibatan dari berbagai pihak. Nilai-nilai pelestarian alam tidak hanya diajarkan dalam agama Islam, melainkan hampir di setiap agama mengajarkan bagaimana pemeluknya harus menjaga dan merawat bumi ini. Seperti ajaran umat Kristiani, tercantum jelas dalam Kitab Kejadian 2:15, manusia diperintahkan untuk “merawat” dan “mengurus” taman Eden. Hal ini bermakna bahwa manusia harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab untuk menjaga lingkungan tempat tinggalnya, yakni bumi. Selain itu, agama Hindu pun mempunyai landasan Tri Hita Karana, yang mengajarkan tentang bagaimana manusia itu berhubungan dengan manusia lainnya, alam, dan Tuhan. Palemahan adalah salah satu bagian dari landasan tersebut yang menjelaskan tentang menjaga lingkungan alam semesta, tempat kita tinggal (palemahan). Begitu pula ajaran Buddha yang juga menekankan sifat welas asih tehadap semua makhluk hidup serta pentingnya menjaga keseimbangan alam. Dari kesamaan inilah, kita seharusnya bisa hidup berdampingan untuk saling menyongsong keberlangsungan bumi tanpa melihat perbedaan keyakinan.

Baca juga : Kredit Emisi Karbon Solusi Indonesia Atasi Krisis Iklim?

Setiap agama mengajarkan kebaikan, tentang bagaimana peduli terhadap manusia, lingkungan, dan alam sekitarnya. Nilai-nilai kebaikan tersebut dapat menjadi pondasi yang kuat bagi terwujudnya moderasi beragama. Ia tidak hanya sebatas wacana belaka, melainkan tercermin melalui kerja sama menjaga bumi sebagai rumah bagi seluruh umat manusia. Ketika setiap umat dari latar belakang yang berbeda, bersatu dalam penanaman mangrove, mereka tidak hanya menanam pohon melainkan mengaktualisasi spiritualitas diri. Dalam bingkai moderasi beragama, penanaman mangrove bisa menjadi simbol nyata untuk menyatukan keyakinan yang berbeda dalam rasa peduli dan cinta terhadap lingkungan.