Oleh Intan Anggreaeni Safitri
Bumi yang kita tempati saat ini setiap harinya selalu berevolusi dan berkembang searah dengan kemajuan peradaban manusia. Semua orang mungkin tahu juga bahwa bumi setiap harinya selalu bertambah usianya menjadi lebih tua namun tidak ada yang tahu persis berapa umur bumi kita saat ini tetapi menurut para ilmuan bumi kita berusia sekitar 4,54 miliar tahun. Dengan usia yang terbilang tersebut bukan tidak mungkin bumi akan menghadapi masalah masalah baru nantinya contohnya saja adalah krisis iklim.
Krisis iklim merupakan ancaman serius dan sudah menjadi permasalahan global. Perubahan iklim yang terjadi dalam kurun waktu terntu dan sangat drastis membuat bumi mengalami global warming dimana biasnaya hal tersebut terjadi karena efek gas rumah kaca yang terjebak di lapisan statosfer bumi. Dunia perindustrian seringkali dianggap menjadi sumber nomor satu penyumbang karbon terbanyak termasuk di Indonesia. Bahkan berdasarkan data yang dihimpun dari laman katadata.co.id yang sebelumnya mengutip data dari Enegy Institute Indonesia berada diurutan ke-6 dunia sebagai negara yang penyumbang emisi karbon terbanyak di dunia yaitu sebesar 691,97 juta ton karbon dioksida. Sedangkan Tiongkok berada diurutan pertama dengan jumlah emisi yang dihasilkan yaitu sebesar 10,55 miliay ton karbon dioksida. Jumlah tersebut tentunya akan selalu mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan dunia perindustrian.
Waktu terus berjalan dan krisis iklam akan terus menjadi momok yang menakutkan bagi kita semua, oleh karena itu diperlukan adanya solusi untuk mengatasi hal tersebut. Baru baru ini pemerintah Indonesia mencanangkan adanya sistem kredit karbon bagi para perusahaan tentunya tujuannya adalah untuk menekan jumlah karbon yang diproduksi sehingga dapat membantu mengurangi dampak krisis iklim tersebut.
Kredit karbon adalah suatu sistem yang sebelumnya sudah diterapkan oleh negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika dimana sederhananya setiap perusahaan diberikan ‘hak’ untuk mengeluarkan emisi karbon sesuai dengan batas yang telah ditentukan dan apabila batas tersebut telah mencapai jumlah maksimal maka perusahaan harus meminjam ‘hak’ emisi dari perusahaan lain dengan melakukan pembayaran sesuai dengan pertaturan yang ada. Satu kredit karbon setara dengan penurunan emisi satu ton karbon dioksida. Adanya kebijakan ini disinyalir dapat menurunkan emisi karbon pada tahun tahun yang mendatang dan diharapkan pula dapat mengurangi efek krisis iklim.
Secara alami memang tumbuhan hijau dapat menyerap karbon yang ada melalui proses fotosintesis namun laju pertumbuhan tersebut jauh lebih lambat jika dibandingan dengan arus pertumbuhan dunia industri. Belum lagi lahan hutan yang ada terus mengalami penyempitan karena pembangunan. Tentunya kredit emisi karbon ini dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi krisis iklim yang sedang kita hadapi sekarang ini. Berdasarkan data dari Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Indonesia memilki hutan tropis selebar 125,9 juta ha yang disinyalir dapat menyerap emisi karbon sebanyak 25,18 miliar ton. Sedanglan luas hutan mangrove sendiri yaitu mecapai 3,31 juta ha dan mampu menyerap sekitar 33 miliar karbon. Jumlah tersebut belum termasuk laham gambut seluas 7,5 ha yang dapat menyerap kitar 55 miliar ton karbon.
Dari data di atas jumlah maksimal yang dapat diserap oleh hutan di Indonesia sekitar 113,18 gigaton. Jika pemerintah Indonesia dapat menjual kredit karbon sebesar 5 USD maka pendapatan Indonesai dapat mencapai Rp.8000 triliun. Solusi kredit tersebut diharapkan dapat memiliki dampak yang signifikan dalam upaya penurunan emisi karbon di dunia. Dan upaya ini merupakan salah satu wujud dari pilar perdamaian dunia yang berusaha untuk mengatasi permasalahan krisis iklim tersebut secara bersama sama sehingga bumi kita bisa menjadi lebih sehat dan terbebas dari asap polusi. Selain itu mencintai bumi juga berarti mencintai lingkungan dan negara kita Indonesia. Menyehatkan lingkungan juga salah satu upaya untuk menyehatkan diri kita sendiri.