Penulis: Azzam Nabil H., Editor: Tegar Rifqi
Film Bidaah merupakan karya film yang masuk dalam kategori drama serial dan masih kerap diperbincangkan karena alur cerita yang penuh kontroversi. Film ini disutradarai oleh Ellie Suriaty, dan mulai tayang pada 6 Maret 2025. Dengan jumlah 15 episode dan durasi 30 menit dalam setiap episodenya, film asal negeri Jiran tersebut berhasil membawa penonton berpikir kritis, hingga menjadi viral di berbagai platform media sosial. Bagaimana tidak? Film Bidaah ini mengangkat isu tentang fanatisme terhadap seorang tokoh agama, poligami, serta tindakan pelecehan yang dibungkus dalam ajaran-ajaran agama Islam. Berikut pemaparan singkat terkait sinopsis film Bidaah.
Sinopsis
Alur cerita Bidaah diawali dengan penggambaran tokoh Baiduri (Riena Diana), seorang perempuan muda yang tumbuh di keluarga yang sangat taat beragama. Suatu hari, ibunya, Kalsum (Fazlina Ahmad Daud), meminta Baiduri untuk mengikuti pengajian yang diadakan di dalam sebuah Jamaah bernama Jihad Ummah, sebuah kelompok keagamaan yang dipimpin oleh pria karismatik bernama Walid Muhammad Mahdi Ilman (Faizal Hussein).
Awalnya, Baiduri mengikuti permintaan ibunya dan bergabung dengan kelompok tersebut. Tapi setelah beberapa waktu, Baiduri mulai curiga karena melihat banyak hal aneh di sana, seperti adanya pernikahan paksa, kewajiban untuk selalu patuh pada pemimpin, dan ritual-ritual yang tampaknya tidak sesuai dengan ajaran agama.
Cerita semakin memuncak ketika Hambali (Fattah Amin), seorang anak dari orang kepercayaan Walid, yang pulang setelah sekian lama belajar di Mesir. Hambali mulai menyadari bahwa sekte yang dipimpin Walid, telah menyimpang dari ajaran agama yang sebenarnya. Hambali dibantu Baiduri berusaha untuk melindungi keluarga mereka dan membongkar praktik ajaran agama yang keliru dalam sekte tersebut. Ancaman dan bahaya pun tak terelakkan, namun hal tersebut tak menyurutkan niat Hambali dan Baiduri untuk mengungkap kebenaran.
Baca juga: Seniman Artwork Sragen Go Internasional: Karyanya Tembus Jadi Poster Film Kelas Box office
Menyorot Ajaran Agama yang Kontroversial dalam Film Bidaah
Ada beberapa hal yang menjadi catatan jika mengamati film Bidaah dengan seksama. Yakni, penggambaran tokoh Walid sebagai pemimpin jamaah Jihad Ummah, adalah seseorang yang ahli agama, bahkan hafal ayat-ayat al-Quran dan Hadits. Namun, yang menjadi persoalan adalah penafsiran yang keliru terhadap ayat-ayat al-Quran dan Hadits. Seperti ketika Walid membawakan dalil Q.S. An-Nisa ayat 59 sebagai landasan untuk mewajibkan jamaahnya untuk taat kepada pemimpin serta mursyidnya, dan ketaatan ini bersifat mutlak. Jika melanggar apa yang diperintahkan atau yang telah diatur oleh mursyidnya, maka termasuk dalam perbuatan dosa. Ayat tersebut juga dikaitkan dengan berkah yang dimiliki seorang Mursyid, hingga membuat murid-murid Walid rela meminum air bekas rendaman kaki Walid dan air bekas mandi Walid. Disisi lain, murid-murid perempuan di jamaah Jihad Ummah juga dinikahkan secara paksa melalui penunjukkan langsung oleh Walid, yang mana perempuan tersebut sebetulnya belum cukup umur untuk menikah, terlebih dinikahkan dengan orang yang sudah tua, atau senior di jamaah Jihad Ummah dan dijadikan istri kedua, ketiga atau keempat, tanpa adanya wali dari perempuan yang dinikahkan.
Praktik poligami ini semakin buruk ketika salah satu murid perempuan yang dinikahkan dengan senior jamaah Jihad Ummah ingin meminta cerai karena perlakuan suaminya yang tidak manusiawi. Permintaan cerai tersebut justru ditolak mentah-mentah oleh istri kedua Walid, dengan dalil Hadits Rasulullah saw., yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Rasulullah bersabda: “Wanita mana saja yang meminta talak (cerai) tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga.” (H.R. Bukhari, no. 2226).
Disamping itu, ketika Hambali menanyakan lebih jauh kepada ayahnya tentang ajaran yang ada di dalam Jihad Ummah yang menurutnya bid’ah, ayahnya menggunakan dalil Q.S. Al-Kahfi, tentang kisah nabi Musa bertemu nabi Khidir as.
Adapun praktik keagamaan yang paling menonjol dalam film ini adalah “Malam Berkah” dan “Malam Bahtera Melayu.” Malam berkah diadakan pada hari-hari yang telah ditentukan dan menjadi rutinitas jamaah Jihad Ummah. Murid-murid Walid disuruh mencium dan bahkan dianjurkan untuk meminum air rendaman kaki Walid. Sedangkan Malam Bahtera Melayu adalah malam terakhir yang diceritakan dalam film, dengan diisi praktik “Nikah Batin.” Pernikahan secara batin, tanpa Ijab Qabul dan prosesi pernikahan pada umumnya, namun berdalih “pernikahan disaksikan langsung oleh Allah, Rasulullah dan Malaikat.” Setelah praktik nikah batin, Walid dapat berhubungan badan dengan perempuan yang dinikahinya secara batin. Hal ini diperburuk dengan kejadian salah satu perempuan yang dinikahi Walid secara batin, hamil hingga mengalami pendaharan.
Berbagai praktik keagamaan yang ada pada film Bidaah ini merepresentasikan situasi yang juga kerap terjadi di realitas. Dimana seorang guru atau mursyid terlalu dikultuskan, dan menganggap apapun yang dilakukan dan diucapkan oleh gurunya adalah sesuatu yang benar, tanpa berpikir kembali apakah pesan tersebut berlawanan dengan syariat Islam atau tidak. Meski ada sebagian orang yang menganggap bahwa praktik keagamaan dalam film Bidaah adalah bentuk kecintaan murid kepada gurunya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Praktik fanatisme dan poligami yang ada dalam film ini sepatutnya menjadi refleksi bagi para da’i, dan pondok pesantren di Nusantara. Sehingga Islam dapat terus ditegakkan dengan semangat yang murni, berpegang pada ajaran yang moderat, toleran, tanpa tercampur oleh kepentingan pribadi ataupun penyimpangan yang membahayakan umat. Film ini sekaligus menjadi pengingat bahwa dalam beragama, akal sehat dan ilmu syar’i harus selalu berjalan beriringan, agar kecintaan kepada guru tetap dalam koridor ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.