Penulis : Devina Aisyah Vidyadari, Editor : Azzam Nabil Hibrizi
Seperti yang kita ketahui, bahwa Linggoasri sendiri telah dinobatkan menjadi “Desa Moderasi Beragama dan Sadar Kerukunan”. Label tersebut tentu bukan tanpa alasan, karena di dalam desa ini, beragam umat beragama hidup berdampingan dengan rukun dan damai, bahkan saling gotong royong dalam perayaan acara antar-agama. Ini disebabkan oleh kontribusi dari berbagai organisasi yang ada dan berkembang di dalamnya. Di antaranya adalah FKPMM dan PERADAH, yang sangat membantu menjaga keragaman agama dan budaya di Desa Linggoasri.
Forum Komunikasi Pengurus Masjid dan Mushola di Linggoasri (FKPMM) didirikan oleh Pak Mustajirin pada tahun 1998. Sangat menarik bahwa ini terinspirasi dari kehidupan sehari-hari Pak Mustajirin di Jakarta Pusat sebagai anggota FKMM di Sukabumi Selatan. Pak Mustajirin kemudian terinspirasi oleh kegiatan FKMM karena dianggap sebagai organisasi yang dapat menyatukan pengurus masjid. FKPMM memiliki struktur organisasi dan beranggotakan semua warga muslim Linggoasri. Selain itu, sebagai organisasi besar di Desa Linggoasri, FKPMM memiliki kegiatan bulanan, tahunan, bahkan harian.
Selain itu, FKPMM berfungsi sebagai pusat bagi sejumlah organisasi Islam di Desa Linggoasri, yang bertanggung jawab untuk mengatur kegiatan mereka. Organisasi-organisasi ini termasuk IPNU/IPPNU, FATAYAT, Muslimat, Ansor, dan Banser. Banyak kegiatan agama lainnya, seperti malam tirakatan, santunan anak yatim, dan Maulid Nabi Muhammad SAW. FKPMM juga menyatukan masyarakat untuk membantu kegiatan agama lain. Seperti pada hari raya Nyepi di mana umat Islam tidak memakai pengeras suara ketika mengumandangkan adzan, dan pemuda Islam yang mengarak bahkan membantu dalam pembuatan Ogoh-Ogoh.
Sebaliknya, komunitas Hindu juga memiliki organisasi. Salah satunya adalah PERADAH, singkatan dari Perhimpunan Pemuda Hindu, yang didirikan oleh seorang bapak bernama Waris pada tahun 1992, dan saat ini beroperasi di Desa Linggoasri. PERADAH juga memiliki struktur organisasi seperti FKPMM. Namun, satu hal yang membedakan adalah PERADAH hanya terdiri dari pemuda dan pemudi Hindu.
PERADAH bukan hanya organisasi yang mewadahi pemuda Hindu; itu juga memiliki tujuan bersama, yaitu meningkatkan peran mereka dalam keagamaan, pendidikan, keterampilan, kepemimpinan, dan kesenian. Organisasi ini, yang diketuai oleh Tria Wardana, telah banyak berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di Desa Linggoasri, baik internal maupun lintas agama. Kegiatan seperti diskusi pemuda, pembagian takjil, dan bantuan dalam kerja bakti dan pengamanan di sekitar Masjid juga termasuk dalam daftar ini.
Sebenarnya, gotong-royong masyarakat Linggoasri ini bukan sekedar bentuk toleransi antar umat beragama. Lebih jauh, kegiatan gotong-royong ini juga membantu menjaga dan melestarikan keragaman tradisi Indonesia, yang memang kita ketahui sebagai negara multikultural. Karena seperti yang kita lihat, masyarakat di sini tetap terlibat tanpa mengatasnamakan agama, melainkan saling berkontribusi untuk senantiasa membantu dan membawa kebermanfaatan. Dalam Firman Allah disebutkan, “…Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…”. Maka dari itu, sudah seharusnya kita melestarikan dan menjaga budaya yang ada serta memiliki rasa bangga dan mencintai budaya tersebut sebagai cara untuk mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT karena Dia telah memberi kita pengetahuan yang luar biasa, terutama dalam hal kreativitas untuk melestarikan budaya tersebut. Menjaga, melestarikan, dan mengembangkan budaya adalah cara untuk menunjukkan rasa syukur dan kagum kepada Yang Maha Kaya. Apalagi, negri kita Indonesia memang dikaruniai dengan suku dan budayanya yang beragam. Tentu kita sebagai masyarakat Indonesia sendiri harus menjaga keutuhan dan persatuan bangsa ini. Wallahu A’lam.