Mudik yang Sesungguhnya

Mudik Idulfitri 1446H

Penulis: Azzam Nabil H., Editor: Amarul Hakim

Dalam perspektif Islam, fenomena mudik pada waktu menjelang lebaran seringkali dikaitkan dengan menyambung tali silaturahmi kepada sanak saudara, terlebih bagi yang sudah lama tidak bertemu. Sehingga Islam dalam hal ini sangat menganjurkan untuk mempererat tali silaturrahmi, termasuk saat mudik lebaran. Anjuran silaturahmi ini telah tercantum dalam Al-Quran dan Hadits, sebagaimana dalam firman Allah SWT. Q.S. An Nisa ayat 36, berfirman:

وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (Q.S. An-Nisa: 36)

Sedangkan dalam hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Artinya: Barang siapa yang suka diluaskan rezekinya dan dipanjangkan (sisa) umurnya, maka sambunglah (tali) kerabatnya. (HR Bukhori).

Berdasarkan ayat dan hadits tersebut, maka silaturahmi yang dimaksud bukan hanya menyambung hubungan baik dengan orang-orang yang telah berbuat baik saja, namun juga menyambung hubungan baik dengan orang-orang yang memutuskan tali silaturahmi.

Baca juga: Refleksi Puasa: Dari Tradisi Nabi Hingga Makna Spiritual di Era Modern

Anjuran untuk mempererat tali silaturahmi ini merupakan sebuah upaya untuk memperkuat hubungan habluminannas. Sedangkan untuk Habluminallah seringkali terlewatkan pada saat momen hari raya Idulfitri. Sebab, esensi dari mudik itu sendiri bukan hanya terletak pada kegiatan duniawi saja, seperti mempersiapkan bekal untuk mudik ke kampung halaman, membeli pakaian baru agar enak dipandang sanak saudara, mencapai tujuan karir agar bisa membanggakan keluarga, dan lain sebagainya.

Aspek-aspek duniawi ini yang kemudian menjadikan seseorang lupa bahwa mudik juga dapat bermakna kembali ke fitrah sebagai manusia yang suci dan persiapannya juga harus diperhatikan, terlebih untuk keperluan di Akhirat. Bukan hanya sekadar bekal untuk mudik dan bertemu dengan sanak saudara saja, namun juga bekal untuk menjadi pribadi yang istiqomah menjalankan ibadah yang telah ditingkatkan di bulan Ramadan guna menjadi bekal di akhirat nanti.

Baca juga: Ramadan Bulan Kebangkitan Ummat

Sehingga mudik dalam hal ini juga dapat menjadi pengingat manusia bahwa bukan hanya bekal pulang ke kampung halaman saja yang dipersiapkan, namun persiapan pulang yang sesungguhnya, yakni kampung Akhirat, juga harus disiapkan. Karena pulang ke kampung akhirat adalah sebuah hal yang pasti, hanya waktunya saja yang tidak diketahui