Mengenal Islam di Singapura: Potret Kehidupan Beragama dengan Pendekatan Harmoni

Penulis : Kharisma Shafrani, Editor : Amarul Hakim

Singapura merupakan negara yang memiliki jumlah Muslim sekitar 15,6% dari total 5,64 juta jiwa penduduk. Islam masuk ke Singapura pada abad ke-8 hingga abad ke-11 bersamaan dengan kedatangan para pedagang Muslim dari Arab dan Persia. Pedagang Muslim yang menetap di Singapura kemudian menikah dengan penduduk setempat sehingga komunitas Muslim terbentuk secara perlahan.

Setiap warga Singapura memiliki hak untuk memeluk dan mempraktikkan agamanya, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pemerintahan negara dan tidak memicu permusuhan antaragama. Agama harus dipisahkan dari urusan pemerintahan, politik, dan pendidikan. Meskipun sebagian besar penduduk singapura merupakan non-muslim, namun negara ini memiliki sejumlah lembaga pendidikan Islam yang memiliki peran penting dalam memelihara dan menjaga ajaran Islam di lingkungan yang multikultural, salah satunya adalah lembaga HAYBA Academy Singapore.

HAYBA Academy adalah lembaga yang berbasis di Singapura, yang berfokus pada pemberdayaan asatizah (pendakwah Islam) dan pengembangan masyarakat Muslim. Misinya adalah untuk membantu para asatizah agar lebih efektif dalam perannya membangun masyarakat yang unggul di era modern yang penuh tantangan. Selain menyediakan pendidikan agama Islam yang berkualitas, HAYBA juga berupaya mengembangkan ekonomi masyarakat Muslim melalui promosi sistem dan produk yang halal serta mendukung keterlibatan aktif umat Muslim dalam pembangunan ekonomi dunia.

Baca juga : FUAD UIN Gus Dur Laksanakan Program International Research Collaboration dan Student Mobility ke Malaysia

Lembaga ini menyediakan berbagai layanan, termasuk konsultasi terkait pendidikan agama, keterampilan hidup, serta motivasi pribadi, yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam. Tujuan utama mereka adalah memfasilitasi pemahaman agama yang lebih baik dan membantu masyarakat Muslim dalam menjalani kehidupan yang lebih seimbang dan bermakna. HAYBA juga merupakan yayasan yang didirikan untuk pembangunan masjid, wakaf, dll yang digunakan untuk investasi ke luar negeri karena banyak projek yang dilakukan.

Berdasarkan hasil wawancara Tim Hijratunaa dengan HAYBA Singapura, negara ini memiliki pendekatan yang berbeda dalam menjaga keberlangsungan agama Islam dibandingkan dengan Indonesia. Beberapa bentuk praktik kehidupan beragama Islam di Singapura antara lain sebagai berikut:

  1.     Undang-Undang Administrasi Hukum Islam (AMLA)

AMLA di Singapura mengatur urusan keagamaan umat Islam di negara tersebut. Undang-undang ini disahkan pada tahun 1966 dan mulai berlaku pada 1 Juli 1968. AMLA mengatur beberapa hal, di antaranya: 

          Pembentukan dewan agama untuk memberikan nasihat terkait masalah agama Islam 

          Pembentukan Pengadilan Syariah di Singapura 

          Pengadilan Syariah menangani dan memutuskan perselisihan terkait pernikahan Muslim, perceraian, dan pertunangan 

AMLA merupakan undang-undang resmi yang diputuskan oleh parlemen dan banyak perubahan-perubahan. Salah satu bentuk penerapan undang-undang ini adalah adanya sertifikasi bagi seorang ustadz atau ustadzah. Bagi ustadz yang akan mengajar harus memiliki sertifikasi, termasuk mengajar Qur’an, hal itu bersifat wajib dengan pengecualian jika hanya mengajar keluarga sendiri yaitu anak, cucu, dan istri. Seorang ustadz tidak bisa mengajar sembarangan jika tidak memiliki sertifikat, jika berani mengajar bisa dipenjara. Dalam proses sertifikasi, calon ustadz wajib mengikuti kursus selama tiga tahun.

Baca juga : LP2M UIN Gus Dur Pekalongan Adakan Pengabdian Masyarakat Kepada Admin TPQ Se-Kecamatan Tirto

  1.     Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS)

MUIS adalah badan pemerintah yang mengatur urusan agama Islam di Singapura. Didirikan pada tahun 1968, MUIS bertanggung jawab atas kepentingan komunitas Muslim di Singapura, memberikan nasihat kepada pemerintah dalam hal yang berkaitan dengan agama Islam, dan mengatur aspek kehidupan keagamaan. Beberapa tanggung jawab MUIS adalah mengenai fatwa, halal, zakat dan wakaf, pendidikan agama, manajemen masjid, dan haji. Dengan perannya ini, MUIS membantu memastikan bahwa komunitas Muslim di Singapura dapat menjalankan ibadah dan kehidupan keagamaan dengan baik sesuai dengan syariat Islam.

  1.     Multikulturalisme dan Toleransi

Pemerintah Singapura mempromosikan multikulturalisme dengan mengakui keberagaman etnis dan agama sebagai kekuatan nasional. Penduduk Singapura terdiri dari berbagai kelompok agama, termasuk Islam, Kristen, Budha, Hindu, Taoisme, dan kelompok agama lain yang lebih kecil. Toleransi antar agama dijaga melalui program-program pendidikan, kampanye sosial, dan kebijakan pemerintah yang mendorong persatuan dalam keragaman.      

Masyarakat Singapura bebas menganut agama apa saja asal tidak mengganggu kerukunan agama lain. Selain itu, seluruh agama di Singapura itu hidup sendiri, bergaji sendiri, sehingga harus memiliki income sendiri. Bisa dari menulis buku, berniaga, atau hal lain yang dapat dijadikan pemasukan.

  1.     Menerapkan Sistem Harmoni Antaragama

Singapura merupakan negara yang menggunakan pendekatan harmoni. Dalam mengelola masyarakatnya, dengan penekanan kuat pada hukum dan ketertiban, mirip dengan Mesir yang mungkin dikenal karena kekuatannya dalam menegakkan stabilitas nasional. “Malfais” di sini mungkin mengacu pada kesalahan atau kekeliruan, menunjukkan bahwa sistem hukum di Singapura sangat kuat dan tegas, sehingga warga merasa aman karena aturan ditegakkan dengan konsisten. Jika ada pelanggaran, hukum akan bertindak adil, dan kesalahan yang terjadi dianggap sebagai bagian dari ketidaksengajaan yang mungkin dipahami dengan baik oleh sistem tersebut. Singapura memberi rasa kepastian hukum yang membuat masyarakat merasa dilindungi.

Baca juga : Bersama PCINU Hongkong, LP2M UIN Pekalongan Gelar Forum Pengajian Bersama Pekerja Migran

Islam di Singapura menggambarkan kehidupan beragama yang rukun di tengah masyarakat yang beragam. Pemerintah, lewat aturan ketat seperti Asatizah Recognition Scheme (ARS) dan pengawasan dari Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS), memastikan dakwah dan kegiatan keagamaan dilakukan dengan cara yang moderat dan inklusif, sehingga toleransi antaragama tetap terjaga. Dengan sikap tegas terhadap radikalisme dan kebijakan yang mendukung kerukunan, Singapura sukses mempertahankan keharmonisan antar berbagai agama di masyarakat multikultural.