Integrasi Sains dan Agama dalam Pemikiran Badiuzzaman Said Nursi

Penulis : Kharisatun Nafila, Editor : Amarul Hakim

Dalam sejarah perkembangan pemikiran manusia, relasi antara sains dan agama sering dianggap secara dikotomi. Sains dianggap sebagai rasionalitas manusia, sedangkan agama dianggap sebagai sesuatu yang bersumber dari wahyu. Pada era modern saat ini kemajuan ilmu pengetahuan sering diiringi oleh krisis spiritual dan merosotnya peran agama dalam kehidupan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya kecenderungan masyarakat pada pandangan hidup sekuler, serta menurunnya minat terhadap kajian-kajian keagamaan di berbagai institusi Pendidikan.

Di tengah arus sekularisme dan materialisme yang berkembang pesat, muncul beberapa tokoh yang berupaya memadukan antara sains dan agama tersebut. Salah satunya yaitu Badiuzzaman Said Nursi, yang merupakan seorang pemikir Turki yang hidup pada masa transisi kekhalifahan menuju negara sekuler modern.

Badiuzzaman Said Nursi lahir pada tahun 1877 di Nurs, sebuah desa kecil di wilayah Anotalia Timur, Turki. Ia dikenal sebagai seorang ulama, cendikiawan, dan pembaharu Islam yang sangat produktif terutama dalam merespon tantangan intelektual dan spiritual umat Islam pada masa transisi dari kekhalifahan ustmaniyah menuju negara Republik Turki yang sekular. Badiuzzaman Said Nursi menganggap bahwa sains dan agama merupakan dua kekuatan yang tidak saling meniadakan, melainkan dua cahaya yang saling melengkapi dalam membimbing manusia dalam kebenaran. Melalui karya monumentalnya yaitu Risalah Nur yang menawarkan sebuah pendekatan baru dalam memahami wahyu dan alam semesta secara terpadu.

Baca juga : Pemikiran dan Kepemimpinan KH. Ahmad Rifa’I BIN Raden Muhammad Marhum Chilmy Munazil

Menurut Nursi, alam adalah “Kitab terbuka” yang dapat dibaca melalui ilmu pengetahuan, sedangkan Al-Qur’an adalah petunjuk yang mengarahkan manusia untuk memahami realitas yang benar. Nursi memperkenalkan konsep mana-i harfi yaitu pendekatan dalam membaca alam dan fenomena kehidupan sebagai tanda atau isyarat yang menunjuk kepada keberadaan dan sifat-sifat ilahi. Melalui pendekatan tersebut setiap fenomena alam bukan hanya objek kajian ilmiah, tetapi juga sarana untuk memperdalam keimanan. Ia menolak pandangan bahwa sains dan agama berada dalam konflik tetapi mengajak manusia untuk mengintegrasikan keduanya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks Pendidikan, Nursi mengusulkan model integrasi ilmu agama dan sains yang dikenal dengan istilah madrasah al-zahirah yaitu lembaga pendidikan yang menggabungkan ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu modern. Lembaga ini diidealkan sebagai ruang pembelajaran yang tidak hanya mencetak ilmuwan dan ulama, tetapi manusia seutuhnya yang memiliki keseimbangan antara akal dan hati. Tujuannya adalah untuk menciptakan generasi yang tidak hanya memahami ajaran agama secara mendalam, tetapi juga mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan dalam kehidupan.

Pendekatan tersebut relevan dengan tantangan zaman modern, di mana sekularisasi dan materialisme seringkali memisahkan antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai spiritual. Nursi menekankan bahwa ilmu pengetahuan modern, seperti fisika dan kimia dapat digunakan untuk memperkuat keimanan jika dipahami dalam konteks spiritual. Sebagai contoh ia menjelaskan bahwa perubahan energi di alam semesta menunjukkan adanya kekuatan yang tidak berubah, yaitu Tuhan yang Maha Kuasa. Pendekatan ini menunjukkan bahwa nursi tidak hanya melihat sains sebagai alat untuk memahami dunia fisik, tetapi juga sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Baca juga : Moderasi Beragama sebagai Solusi Mengatasi Polarisasi Sosial di Indonesia

Pemikiran Badiuzzaman Said Nursi menunjukkan bahwa sains dan agama bukanlah dua kutub yang saling bertentangan. Melainkan dua jalan menuju kebenaran yang saling menguatkan. Di era modern yang penuh tantangan, pendekatan integratif yang ditawarkan oleh Badiuzzaman Said Nursi menjadi sangat relevan. Oleh karena itu penting bagi kita untuk meninjau kembali cara pandang terhadap sains dan agama, serta membangun Pendidikan yang mampu menggabungkan keduanya secara harmonis.