Gusdur Memorial Lecture dan 2628 Mahasiswa Baru: Bersama Gaungkan Kemerdekaan Demokrasi

Pewarta: Ika Amiliya Nur Hidayah, Editor: Fajri Muarrikh

Pekalongan – hijratunaa.com Sebanyak 2628 mahasiswa baru Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid (UIN Gus Dur) Pekalongan mengikuti Gus Dur Memorial Lecture dalam rangka Studium Generale di Gedung Student Center pada Senin, (26/08).

Acara tersebut menghadirkan pembicara Ketua PBNU sekaligus Senior Advisor Jaringan Gusdurian, Mohamad Syafi’ Alielha atau yang akrab disapa Savic Ali.

Turut hadir dalam acara tersebut beberapa tokoh agama dan budayawan, di antaranya Pendeta Gereja Kristen Jawa Pekalongan Dwi Argo Mursito, humas Gereja Katolik Santo Yohanes Rasul Karanganyar, Sartono, mantan ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Pekalongan Mahmud Mansur, Ketua Parisada Pekalongan Wasiyo, S.Ag, Ketua LDII Pekalongan H. Umar, Budayawan Pekalongan Ribut Achwandi, Santri Gus Dur Saiful Huda Shodiq, serta Koordinator Sekretariat Nasional (Seknas)Jaringan Gusdurian Jay Ahmad.

Puteri sulung Gus Dur, Alisa Wahid, dalam pidato virtualnya mengungkapkan, Gus Dur Memorial Lecture merupakan sebuah serial kerja sama antara jaringan Gusdurian dengan berbagai civitas akademika sebagai upaya untuk mengambil inspirasi dari perjalanan Gus Dur.

Baca Juga: Rakerwil Gusdurian Jateng-DIY: Dorong Penggerak Komunitas dan Masyarakat Sipil guna Perkuat Kualitas Demokrasi

“Gus Dur Memorial Lecture adalah serial yang kami luncurkan di jaringan Gusdurian dengan bekerja sama dengan civitas akademika dari berbagai titik di Indonesia untuk mengambil inspirasi dari perjalanan panjang perjuangan almaghfurlah Gus Dur,” ujarnya.

Gus Dur Memorial Lecture ini mengusung tema “Demokrasi, Mahasiswa, dan Kepemimpinan Global.” Wakil Rektor II, Prof. Dr. H. Maghfur, M.Ag. mengungkapkan bahwa tema tersebut diangkat sebagaimana isu yang sedang marak saat ini, di mana demokrasi di Indonesia sedang mengalami pembelokan dari tujuan dasarnya. Oleh karenanya diadakanlah Gus Dur Memorial Lecture untuk bersama-sama menyuarakan kemerdekaan demokrasi.

“Demokrasi mengalami pembelokan, yang seharusnya memiliki tujuan dasar untuk pembangunan, kesejahteraan masyarakat, dan membangun partisipasi, tetapi faktanya situasi demokrasi kita saat ini dikendalikan dengan kekuasaan uang. Di forum ini bersama-sama kita akan menyuarakan secara nyaring, bersama-sama tentang kebenaran, keadilan, kemerdekaan, dan kebebasan,” jelasnya.

Savic Ali, dalam pemaparannya mengungkapkan, bahwa dibanding monarki, demokrasi adalah sistem politik terbaik saat ini.

“Hari ini demokrasi mungkin bisa dibeli dengan uang, demokrasi mungkin bisa diatur-atur aturan mainnya, tapi dibanding monarki, di mana rakyat tidak punya hak suara, demokrasi tetap menjadi sistem politik yang terbaik,” jelasnya.

Acara ini menjadi momentum penting bagi mahasiswa baru untuk mendalami dan memahami nilai-nilai demokrasi dalam konteks mahasiswa dan kepemimpinan global. Dengan menghadirkan tokoh-tokoh agama, budaya, dan akademisi, acara ini menekankan pentingnya menjaga kemerdekaan demokrasi di Indonesia, terutama di tengah tantangan yang ada saat ini.