Tradisi Nyadran di Desa Kutorojo: Mahasiswa KKN 59 Posko 82 UIN Gus Dur Aktif Berpartisipasi

Penulis : Nanang, Editor: Kharisma Shafrani

Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) 59 kelompok 82 UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan ikut serta dalam melestarikan Tradisi Nyadran bersama warga Desa Kutorojo. Tradisi ini dilaksanakan pada tanggal 17 Juli 2024 atau bertepatan pada tanggal 10 Muharram 1446 H. Tradisi tahunan ini dihadiri oleh tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat.

Tradisi Nyadran di desa ini telah berlangsung selama bertahun-tahun hingga menjadi tradisi wajib masyarakat Kutorojo khususnya di Dusun Gunungtelu. Tradisi ini dilaksanakan di tiga petilasan yang tersebar pada tiga dusun, diantaranya Dusun Silawan, Dusun Kutorojo, dan Dusun Gunungtelu. Pada Dusun Silawan, Nyadran dilakukan di petilasan Ki Ageng Rantam Sari, Dusun Kutorojo dengan Petilasan Candi Kutomoyo, serta di Dusun Gunungtelu dengan petilasan Ki Ageng Wangsaraga.

Di Dusun Gunungtelu lokasi petilasan berdekatan dengan area pemakaman. Sudah menjadi unggah-ungguh ketika memasuki petilasan, warga melepas alas kaki karena petiasan dianggap sebagai rumah mereka. Acara Nyadran dibuka dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama dan lembaga adat setempat, dilanjutkan dengan pembacaan Yasin Tahlil yang dipimpin oleh Ustadz Ghoni, pemotongan kambing, bersih-bersih area makam, dan diakhiri dengan makan bersama.

Baca juga : Nyadran: Tradisi Penghormatan Leluhur dalam Bingkai Nilai-Nilai Islam di Dusun Silawan Desa Kutorojo

Kambing yang digunakan dalam Tradisi Nyadran harus memiliki kriteria-kriteria tertentu. Wasto mengungkapkan kambing yang akan disembelih harus kambing jantan dewasa.

“Kambing yang digunakan untuk Nyadran harus kambing yang jantan dewasa dan kendit, jadi kendit itu bulunya punya garis warna lingkar di bagian perut. Kambing kendit itu didapat dari iuran yang ditariki dari masyarakat,” ungkap Wasto.

Dasim, salah satu tokoh masyarakat juga menuturkan bahwa kambing yang digunakan dalam Nyadran harus dimandikan terlebih dahulu dengan air yang dicampur arang padi. Setelah dimandikan kambing diberi kalung dengan tali khusus dan kembang-kembang. Kriteria kambing yang akan disembelih pada Nyadran dan ritualnya menggambarkan bahwa Nyadran memiliki nilai budaya yang sangat kental pada setiap prosesnya sehingga wajib dilakukan dan dijaga tradisinya.

Di lain sisi, Tradisi Nyadran juga mampu menjaga sikap-sikap persatuan bagi masyarakat Desa Kutorojo. Keterlibatan seluruh lapisan masyarakat serta mahasiswa KKN UIN Gus Dur, acara ini dapat menumbuhkan sikap antusias untuk melaksanakan tradisi rutinan sehingga mampu menciptakan suasana kekeluargaan. Kebersamaan muncul dimulai ketika masyarakat bersama mahasiswa KKN datang di area pemakamandan pembacaan doa, Yasin dan Tahlil, dilanjutkan dengan gotong-royong membersikan area pemakaman, hingga puncaknya saat memasak dan makan bersama.

Baca juga : Dialog Interaktif Membentuk Kesepakatan Toleransi Agama dan Kepercayaan: Menuju Kampung Moderasi Beragama di Desa Kutorojo

Keterlibatan mahasiswa KKN UIN Gus Dur dengan masyarakat Desa Kutorojo khusunya Dusun Gunungtelu menjadi bentuk implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam ranah pengabdian. Selain itu mahasiswa juga mendapatkan pengalaman yang luar biasa tentang bagaimana Tradisi Nyadran bisa menumbuhkan sikap persatuan. Harapannya tradisi ini dapat menjadi percontohan budaya yang membawa nilai positif dan masih bertahan hingga generasi yang mendatang.