Di era digital saat ini, konsep agama mempunyai banyak pemikiran, model, sikap, dan sudut pandang yang beragam. Tuntutan global menuntut dunia pendidikan untuk senantiasa beradaptasi terhadap perkembangan teknologi dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dengan menyesuaikan pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran. Perguruan tinggi berkembang dari tahun ke tahun seiring berkembangnya era digital. Perkembangan tersebut juga tidak terlepas dari nilai dan peran perguruan tinggi Islam, termasuk Universitas Islam Negeri (UIN) di Indonesia. Peran Universitas Islam Negeri (UIN) dalam menghadapi era digital tentunya tidak lepas dari peran agama Islam. Namun selain agama, beberapa aspek yang berkaitan dengan perguruan tinggi yaitu aspek teknologi, hukum, ekonomi, dan lingkungan juga harus ada.
Pembahasan konsep moderasi beragama telah ramai diperbincangkan di beberapa media sosial. Dalam konteks keagamaan, radikalisme agama dapat dimaknai sebagai sikap fanatik terhadap suatu pendapat tertentu sehingga menolak pendapat orang lain. Memahami agama secara tekstual tanpa melihat atau mempertimbangkan esensi syariat dapat menyebabkan ektrimisme. Radikalisme agama berawal dari cara pandang, sikap, dan perilaku seseorang dalam beragama yang eksklusif. Moderasi beragama merupakan sebuah solusi dalam menghadapi berbagai perbedaan yang berujung pada intoleransi beragama dan menghadapi banyaknya kelompok-kelompok ekstremis dan fundamentalis. Persemaian benih-benih paham radikalisme di lingkungan kampus tumbuh dari kelompok-kelompok studi atau kajian sesama mahasiswa. Bukan dari mata kuliah agama yang diwajibkan di kampus. Para senior di kelompok kajian-kajian itu mendoktrinasi paham keagamaan kepada para mahasiswanya. Sementara itu, peran para dosen pengampu mata kuliah agama umumnya kurang berperan dalam melahirkan warna radikal dalam pemahaman keagamaan mahasiswa khususnya di UIN. Di tambah majunya teknologi informasi dan pencetakan buku-buku yang membawa paham trans nasional menambah subur dan berkembangnya paham keagamaan yang radikal tersebut.
Paham tersebut membawa pada perubahan dalam dunia pendidikan atau perguruan tinggi di Indonesia. Sampai-sampai di Indonesia sendiri dapat menjadi paham keagamaan yang keras dan menyebabkan paham intoleransi pada sebagian mahasiswa, ternyata hal itu terjadi pada semua kelompok mahasiswa dari semua agama di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa ada yang salah dalam pendidikan agama di Indonesia mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga ke pendidikan tinggi. Idealnya pendidikan agama sejak dini mengantarkan mahasiswa pada paham inklusif sedini mungkin. Solusi yang mungkin dilakukan dalam Moderasi beragama pada perguruan tinggi dengan perkembangan teknologi yaitu dengan mengadakan diskusi akademik yang transparan dan mudah diakses dalam teknologi yang kemudian tidak mengandung radikalisme. Nantinya dalam pengembangan teknologi Moderasi beragama tentunya sangat penting dalam penyiapan berbagai aspek yang berkaitan dengan Moderasi beragama.
Menganalisis berbagai kebutuhan dan memahami terhadap potensi yang ditawarkan oleh teknologi yang ada moderasi beragama menjadi sangat penting. Apalagi pemanfaatan teknologi ini harus dibarengi dengan persiapan aspek lain, seperti sumberdaya ekonomi, regulasi dan aspek yang berkaitan yang tentunya menjadi hal yang sangat penting dalam mendukung perkembangan teknologi dan tidak melebih-lebihkan urusan agama. Sebagai contoh ada beberapa video di youtube, instagram, facebook ataupun tiktok terkait ceramah agama. Yang mana ceramah agama tersebut jika tidak difilter dapat menimbulkan doktrinisasi kepada para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dengan atau tanpa teknologi, dunia pendidikan Indonesia selalu berbenah untuk selalu menjadi lebih baik demi anak bangsa.
Pemerintah menjadikan kampus sebagai pusat pengajaran moderasi beragama. Konsep moderasi beragama menjadi salah satu pembahasan yang penting, karena sikap seseorang dalam beragama sangat menentukan pola praktik keagamaan yang telah dianut dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Idealnya, kehadiran agama menjadi pedoman sekaligus sebagai penyaring terhadap berbagai penyimpangan yang terjadi di masyarakat, namun justru menjadi salah satu sumber konflik. Hakikatnya, agama harus dijadikan sebagai pedoman yang dapat menyeimbangkan dan mengatur berbagai kemaslahatan umat manusia, dan tidak hanya dalam urusan keluarga, tetapi juga menyangkut etika bernegara. Seperti fenomena yang kerap terjadi, yakni maraknya aksi radikalisme dan terorisme dengan mengatasnamakan Islam, hal ini kerap memosisikan Islam sebagai agama yang jauh dari konsep rahmatan lil alimin.
Ide utama moderasi adalah mencoba mencari menemukan persamaan bukan menonjolkan perbedaan. Jika keduanya dipadukan, maka akan muncul budaya yang harmonis. Seperti halnya yang telah dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta kepada segenap civitas akademika untuk mewaspadai gerakan radikalisme dan ekstrimisme di dalam kampus, karena mahasiswa dapat dijadikan sebagai pintu masuk dari gerakan tersebut. Bahkan yang menjadi kewaspadaan bagi BNPT adalah tentang ideologi keagamaan radikal.
Dengan demikian, konsep moderasi beragama menjadi solusi dalam menumbuhkan harmonisasi dalam keberagamaan agar tidak terjebak sikap intoleransi dan tindakan kekerasan. Sehubungan dengan itu, generasi muda khususnya setiap mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam menjaga harmonisasi dan keutuhan bangsa di masa yang akan datang. Kedalaman tingkat pemahaman mahasiswa tentang moderasi beragama akan mempengaruhi pemikiran dan sikap serta tindakan yang akan dilakukan, khususnya dalam wacana menyatukan dan merekatkan persatuan kepada semua komponen bangsa dalam bingkai keberagaman budaya bangsa, sehingga tidak ada lagi pandangan yang menyatakan bahwa agama adalah salah satu sumber konflik.
Membangun sikap moderasi beragama di lingkungan kampus merupakan upaya untuk menghormati keberagaman beragama dan membangun kesadaran kolektif mahasiswa PTKIN. Melalui paradigma Islam Terapan dan strategi penyemaian moderasi beragama tersebut diharapkan dapat membentuk mahasiswa yang berpikir moderat dan menunjukkan tingkat toleransi yang tinggi. Berawal dari moderasi beragama di kampus, harapannya menyebar ke Masyarakat, sehingga kita menemukan model keberagamaan yang menyejukkan.
Penulis : Alyan Fatwa M.Pd
Dosen UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan