Merangkai Tradisi: Keberagaman dan Kekuatan Identitas dalam Nyadran Gunung Silurah

Penulis : Khoirul Umam, Editor : Windi Tia Utami

Membahas budaya lokal yang ada di indonesia seakan tidak ada habisnya. Keberagaman budaya menjadi unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, namun, ditengah keberagaman yang ada, Indonesia mampu merangkul semuanya, menjadikan keberagaman sebagai faktor pemersatu bukan faktor yang justru dapat memecah belah, sehingga akhirnya keberagaman dianggap sebagai identitas nasional. Keberagaman di Indonesia sendiri terdiri dari banyak hal, baik tarian, rumah adat, lagu daerah, pakaian adat, upacara adat, dan sebagainya.

Setiap daerah memiliki tradisi yang berbeda dengan daerah lain. Contohnya di desa Silurah, ecamatan Wonotunggal, kabupaten Batang terkenal dengan adat Nyadran atau Nyadran Gunung. Upacara yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas keselamatan yang diberikan oleh Tuhan, dan sebagai bentuk tawakal kepada-Nya dalam menjalani kehidupan ini masih Lestari dan menjadi bagian tak terpisahkan dari desa Silurah.

Sejarah Nyadran Gunung Silurah berawal dari kisah 500 tahun lalu dimana terdapat musibah yang melanda desa Silurah, kekacauan terjadi dimana-mana. Sampai akhirnya pemimpin adat mendapat petunjuk dalam mimpi untuk melakukan serangkai ritual agar penyakit dan malapetaka yang melanda segera sirna yakni dengan tradisi Nyadran Gunung Silurah yang digelar mengikuti kalender hijriyah, tepatnya pada malam Jumat Kliwon di bulan Jumadil Awal.

“Alhamdulillah pada pagi hari ini menjadi bagian nikmat bagi kami semua, bisa menyelenggarakan kegiatan adat Nyadran atau sedekah bumi, dengan harapan selalu melestarikan budaya dan alam,” ungkap kepala desa Silurah, Suroto saat ditemui usai acara kirab budaya di desa Silurah, Kamis (24/11/2022).

Rangkaian Nyadran Gunung Silurah berisi kegiatan yang juga menyatu dengan alam, mengajarkan kepada manusia untuk tidak lupa menjaga kelestarian alam, dimulai dari kirab hasil bumi, pelepasan burung, penanaman pohon, penyebaran benih ikan, ider-ider desa, potong kambing kendit, slametan dan pentas ronggeng, serta pementasan wayang kulit. Nyadran Silurah terdiri dari rangkaian upacara seperti:

1.Tasyakuran Malam Jumat

Pada malam Jumat Kliwon di bulan Jumadil Awal, seluruh warga desa berkumpul dengan menggunakan pakaian adat setempat. Mereka melakukan ider-ider desa atau mengelilingi desa sambil memanjatkan doa. “Untuk hari ini tadi sudah kirab budaya warga berbondong-bondong membawa hasil panen sebagai simbol puji syukur kepada Allah yang akan disajikan besok” jelas Suroto, Jumat (25/11/2022).

  1. Pemotongan Kambing Kendit

Keesokan harinya, tokoh adat Desa Silurah melaksanakan penyembelihan kambing kendit. Kambing  kendit merupakan kambing yang memiliki ciri khas berupa bulu hitam dengan beberapa bagian tubuh yang berwarna putih. Penyembelihan ini biasanya dilakukan di lereng Gunung Rogo Kusumo. Dalam tradisi ini, penyembelihan kambing kendit dilakukan setiap tahun dan setiap tujuh tahun sekali dilakukan pemotongan kebo bule. “Memilih kambing kendit sendiri memang tradisi turun-temurun yang diyakini sebagai alat ritual yang dianggap punya “kekuatan” akan mau menolong dari hal gaib,” terang Suroto.

Tradisi ini diyakini warga setempat dapat menjauhkan mara bahaya dan kejahatan. Keyakinan ini telah menjadi keyakinan mutlak di desa Silurah, bahkan menurut pengakuan Suroto, pernah sekali tidak melaksanakan penyembelihan kambing kendit, lalu terjadi pagebluk atau wabah penyakit di desa Silurah.

  1. Sesaji dan Doa

Daging kambing yang telah dipotong sebelumnya kemudian dijadikan sesaji yang diletakkan di lima titik, termasuk di Watu Larangan (batu larangan). Sedangkan daging yang lain dimasak dan dimakan bersama dengan tujuan mengeratkan silaturahmi dan rasa kekeluargaan antar warga desa. Selama prosesi ini, terdapat ritual khusus berupa pemanjatan doa bersam dan menggunakan sesaji, seperti air enam rupa, panggang emas, degan hijau, kembang tujuh rupa, dan tumpeng serba hitam. “Tujuannya selain sebagai wujud syukur kepada alam, doa bersama juga agar dijauhkan bala, sebelumnya sekitar tahun 90an pernah tidak digelar dan ternyata terjadi musibah pagebluk, ya kita meminta doa yang terbaik serta untuk melestarikan budaya,” ujar Suroto.

  1. Ritual di Gunung

Setelah menyembelih kambing, sesepuh adat naik ke Gunung Rogo Kusumo diiringi dengan gending Jawa untuk mendoakan leluhur dan memohon keselamatan. Ada tempat-tempat tertentu di gunung ini yang disinggahi untuk berdoa.

  1. Kegiatan Kesenian

Selama perayaan Nyadran Gunung Silurah, terdapat beberapa pertunjukan kesenian yang ditampilkan, seperti ronggeng dan wayang kulit. Kegiatan ini bertujuan untuk menghibur dan melestarikan budaya setempat.

Itulah penjelasan mengenai tradisi Nyadran Gunung Silurah yang dilaksanakan oleh warga Desa Silurah. Warga desa percaya apabila upacara adat ini tidak dilakukan maka akan terjadi musibah pada desa mereka.

Melalui tradisi nyadran gunung  kita juga dapat belajar mengenai beberapa nilai kehidupan seperti nilai ketuhanan, sosial, hingga moral. Nilai ketuhanan tertuang pada ungkapan rasa syukut kita kepada Tuhan atas nikmat dan rezeki yang diberikan kepada kita. Nilai sosial yaitu kita dapat belajar untuk merangkai kerukunan dengan masyarakat lewat upacara nyadran gunung ini. Dan nilai moral yaitu dapat kita implementasikan pada sikap kita yang berusaha untuk melestrikan budaya ini agar tetap terjaga. Setiap kegiatan akan selalu ada pesan yang termaktub di dalamnya sehingga upayakan agar kita selalu memberikan yang terbaik pada setiap kegiatan yang kita jalani.