Suronan: Memelihara Tradisi dan Kebudayaan dalam Kearifan Lokal Jawa

Penulis : Nisfatul Lailiyah, Editor : Windi Tia Utami

Indonesia sebagai surga adat menyimpan banyak adat istiadat yang menarik untuk dibahas, salah satunya adalah Suronan. Suronan menjadi tradisi turun temurun yang sering ditemukan di pulau Jawa, khususnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Suronan merupakan tradisi untuk merayakan 10 Muharram menurut penanggalan Jawa. Setiap tahunnya masyarakat Jawa selalu melaksanakan tradisi 1 suro dengan harapan agar tradisi ini tidak punah dan terus bisa dinikmati anak cucu.

Suronan sudah menjadi adat istiadat yang ditidak bisa ditinggalkan. Istilah suro berasal dari kata Asyura yang berarti kesepuluh, maksudnya tanggal 10 bulan Muharram. Masyarakat Pekalongan bagian pesisir memiliki kepercayaan untuk menyucikan diri sebelum memasuki bulan suro. Biasanya masyarakat pesisir akan melakukan mandi taubat dilaut atau dipantai sebagai salah satu bentuk untuk menyucikan diri.

  Selain mandi taubat, masyarakat biasanya membuat selametan atau syukuran berupa bubur abang putih (merah putih) yang kemudian bubur ini dibagikan pada orang sekitar. Adanya tradisi membagikan bubur ini berasal dari kisah para nabi terdahulu yang banyak diselamatkan pada bulan muharram atau suro. Salah satu nabi yang diselamatkan yaitu nabi Nuh as. Setelah diselamatkan pada saat itu, nabi Nuh membuat syukuran berupa makanan yang terbuat dari campuran biji-bijan. Tradisi ini menjadi kebiasaan turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk rasa syukur.

Tradisi lain yang ramai dilakukan saat suronan adalan santunan kepada anak yatim. Sehingga, Suronan juga banyak dikenal dengan sebutan lebaran anak yatim. Semua orang berbondong-bondong melakukan santunan kepada anak yatim baik secara individu maupun berkelompok. Mereka akan menyisihkan sebagian rezeki yang dimiliki untuk diberikan kepada anak yatim.

Selain itu, Ketika Suronan juga terdapat adat atau kebiasaan untuk tidak keluar rumah saat rabu pungkasan. Rabu pungkasan adalah hari rabu terakhir dibulan suro. Saat rabu pungkasan masyarakat tidak dianjurkan untuk keluar rumah dari setelah ashar pada selasa sampai hari rabu setelah ashar. Dalam Islam juga diyakini bahwa saat rabu pungkasan akan diturunkan ribuan balak (musibah), sehingga kita tidak dianjurkan keluar dari rumah jika tidak ada keperluan yang penting sebagai salah satu usaha untuk menolak balak

Banyak sekali warisan tradisi saat suronan yang masih terus diperingati oleh masyarakat daerah jawa khususnya. Dengan segala mitos dan kepercayaan didaerah masing-masing tradisi suronan masih bisa kita temui setiap tahunnya.