Penulis: Syamsul Bakhri, Dosen Sosiologi UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan (Peserta PTP PKDP UIN SAIZU Purwokerto 2024); Editor: Muhammad Rifa’i Subhi
Salah satu pilar utama dari tridarma perguruan tinggi di Indonesia, khususnya perguruan tinggi keagamaan, adalah pengabdian kepada masyarakat. Program kemitraan universitas-masyarakat dalam membudidayakan cabai Jawa untuk membentuk kampung moderasi beragama di Desa Linggoasri, Pekalongan, adalah salah satu contoh pengabdian masyarakat yang relevan. Melalui budidaya cabai Jawa, program ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, tetapi juga mempromosikan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari.
Dosen perguruan tinggi keagamaan memainkan peran penting dalam program ini. Mereka tidak hanya melakukan penelitian, tetapi juga berperan sebagai penggerak perubahan sosial dengan mendorong prinsip-prinsip (1) Kemanusiaan, (2) Kemaslahatan Umum, (3) Adil, (4) Berimbang, (5) Taat Konstitusi, (6) Komitmen Kebangsaan, (7) Toleransi, (8) Anti Kekerasan, dan (9) Penghormatan kepada Tradisi. Misalnya, dalam program ini, para dosen dan mahasiswa melakukan “benchmarking” untuk mempelajari teknik terbaik untuk menanam cabai Jawa, yang kemudian diterapkan di Green House Pembibitan Cbai Jawa Desa Linggoasri. Selain mempromosikan praktik pertanian berkelanjutan yang relevan bagi masyarakat, mereka membantu petani lokal meningkatkan kualitas dan kuantitas bibit. Oleh karena itu, masyarakat linggoasri sekarang memiliki sumber pendapatan baru dari cabai jawa.
Baca Juga : Moderasi Beragama: Solusi untuk Kehidupan Harmonis di Masyarakat Multikultural
Pengabdian dosen ini tidak hanya mencakup aspek teknis pertanian, tetapi juga aspek sosial yang penting untuk membangun moderasi beragama. Peluncuran Kampung Moderasi Beragama di desa tersebut adalah bukti konkret bagaimana dosen dapat mendukung terbentuknya komunitas yang lebih toleran dan harmonis. Kemitraan universitas dengan masyarakat tidak hanya memperkuat perekonomian lokal melalui pertanian, tetapi juga memperkuat kohesi sosial dengan menghadirkan ruang untuk dialog antaragama dan pengenalan nilai-nilai moderasi kepada mahasiswa asing dari berbagai negara.
Program ini memberikan dampak yang signifikan, baik secara lokal maupun nasional. Beberapa penghargaan yang telah diraih oleh program ini menunjukkan bahwa upaya dosen dalam pengabdian berbasis moderasi beragama mendapat apresiasi luas, sekaligus menginspirasi kampung-kampung lainnya untuk menerapkan pendekatan serupa. Sebagai dosen, Tridharma perguruan tinggi bisa dilaksanakan dengan tuntas yaitu dengan menjelaskan pengalaman membina kampung moderasi beragama dalam proses pembelajaran, melakukan pengabdian Masyarakat berbasis moderasi beragama, dan melakukan penelitian berbasis moderasi beragama.
Baca Juga : Pengembangan Kampung Moderasi Beragama Kutorojo Melalui Bank Sampah Dan Budi Daya Magot
Penghargaan-penghargaan yang diraih dalam pengabdian Masyarakat berbasis moderasi beragama di Desa Linggoasri ini adalah Best Paper The 4th International Conference on Univercity Community Engagement (ICON UCE) 2022 yang diselenggarakan oleh Kemenag RI dengan judul “Empowerment of Strategic Elites in Establishing Religious Moderation and Harmony Awareness Villages: Pilot Project of Linggoasri Village, Kajen District, Pekalongan Regency”., Juara 2 Rumah Moderasi Beragama yang diselenggarakan oleh Litbang Kemenag RI Tahun 2023 dan Juara 8 Kampung Moderasi Beragama dari 1000 kampung moderasi beragama yang ada di Indonesia yang diselenggarakan oleh Litbang Kemenag RI Tahun 2023. Desa Linggoasri juga menjadi tempat belajar moderasi beragama bagi siswa-siswi SMA di pekalongan, Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, dan mahasiswa asing dari berbagai negara (Prancis, Belanda, Aljazair, China, Thailand, Korea Selatan, Malaysia, dan Filipina).
Baca Juga : Peran Orang Tua dalam Pembelajaran Multikultural di Sekolah
Secara keseluruhan, peran dosen dalam pengabdian masyarakat berbasis moderasi beragama sangatlah penting untuk menciptakan masyarakat yang toleran, mandiri secara ekonomi, dan harmonis dalam keberagaman. Best Practice yang bisa kita dapatkan dari linggoasri adalah “rukun agawe santosa trah agawe bubrah” yang artinya berpisah atau cerai akan membuat runtuh, kerukunan membuat keadaan sentosa. Program seperti ini membuktikan bahwa pendidikan tidak hanya berhenti di ruang kelas, tetapi juga bisa diwujudkan dalam bentuk aksi nyata yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat.