Penulis : Ahmad Izzadin, Editor : Windi Tia Utami
Islam merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW di Jazirah Arab. Islam dilahirkan dalam keadaan asing dimana pada saat itu masyarakat arab pada umumnya menganut ajaran paganisme yang menyembah kepada patung-patung (berhala). Pada awal kemunculannya, agama Islam melahirkan sebuah perbedaan pandangan pada masyarakat arab pada masa itu, karena ajaran dari agama Islam yang melarang melakukan penyembahan kepada berhala, melainkan mengajarkan untuk menyembah kepada Allah SWT. Begitupun pada awal kemunculannya di Jawa, masyarakat yang pada mulanya mayoritas beragama hindu-buddha yang melakukan ritual peribadatannya melalui patung-patung, lalu mereka diajarkan untuk menyembah Allah SWT yang secara kasat mata tidak terlihat dan wujud-Nya pun tidak diketahui.
Lambat laun ketika Islam sudah mulai menyebar luas di Jawa, dari situ terlihat sebuah keunikan dari Islam di Jawa. Walaupun sudah banyak penduduk yang menjadi muslim, namun mayoritas mereka masih terpaku pada tradisi-tradisi yang sudah ada turun temurun sejak ketika mereka sebelum menjadi seorang muslim. Biarpun begitu namun yang menjadikan unik adalah mampu berpadunya antara tradisi-tradisi tersebut dengan konsep-konsep ajaran agama Islam itu sendiri.
Seperti yang diketahui bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya, ras, suku, bahasa, dan kebudayaan yang beraneka ragam. Di setiap keanekaragaman budaya tersebut terdapat ciri khasnya masing-masing. Banyak sekali aspek-aspek keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia, baik itu dari alat musik, nyanyian, ataupun tarian daerah. Selain itu, juga terdapat berbagai tata cara atau upacara-upacara yang beragam coraknya dari masing-masing daerah. Diantaranya ada Jamasan yaitu mencuci pusaka-pusaka seperti keris yang ada di Keraton Yogyakarta, ada juga Kirab Kebo Bule di Keraton Kasunanan Surakarta yang rutenya dimulai dari Keraton Solo, menuju Jalan Pakubuwono-Bundaran Gladag seterusnya dan berakhir dengan kembali lagi ke keraton. Semua contoh upacara-upacara kebudayaan tadi merupakan bentuk dari peringatan dalam semarak syiar bulan Muharram atau Suro dalam istilah jawanya.
Bulan Suro diambil dari bahasa arab Asyura’ yang berarti sepuluh, yang kemudian lebih familiar dengan sebutan Suro. Masing-masing daerah beragam caranya dalam memperingati datangnya bulan Suro, selain Jamasan dan juga Kirab Kebo Bule, masih banyak yang sering dijumpai di masyarakat. Selain itu juga pada pelaksanaannya juga beragam, ada yang melakukan peringatan pada tanggal 1 Suro yaitu memperingati Tahun Baru Islam, ada juga yang memperingati pada tanggal 10 Suro dalam rangka mengenang wafatnya cucu Nabi Muhammad yaitu Sayyidina Husain. Dalam tata caranya ada yang melakukan dengan syukuran seperti pada umumnya yaitu dengan pembacaan manakib, tahlilan, atau ritual yang lainnya. Selain itu, ada juga yang melaksanakan santunan kepada anak yatim, dan ada juga yang menyemarakkan tahun baru Islam dengan mengadakan pawai obor keliling desa.
Berkaitan dengan pelaksanaan acara beserta dengan dasar dan tujuan diadakan acara pawai oboor dan Muharram tersebut pada daerah Kuripan Kidul dilaksanakan pada malam tanggal 1 Muharram yang didasari dalam rangka untuk memperingati semarak tahun baru Islam. Dan acara tersebut diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting IPNU dan IPPNU Kuripan Kidul juga dibantu partisipasi dari seluruh elemen masyarakat baik dari support dan antusias masyarakat, sumber pendanaan, dan juga partisipasi acara yaitu mengikuti rangkaian pawai. Selain itu, acara tersebut juga didukung dan dibantu oleh pihak pemerintahan seperti Kelurahan Kuripan Kertoharjo dan Kecamatan Pekalongan Selatan. Selain itu juga, untuk mengamankan jalannya acara, dari pihak Kapolsek Pekalongan Selatan dan Koramil Pekalongan Selatan, ikut serta membantu dan mendukung agar acara dapat berjalan lancar.
Semarak peringatan tahun baru Islam dari warga Kuripan Kidul pada setiap tahunnya selalu ditandai dengan peringatan pawai obor yang dimulai setelah dilaksanakan sholat Isya’. Peserta pawai tersebut adalah anggota dari Pimpinan Ranting IPNU dan IPPNU Kuripan Kidul yang menjadi pemegang banner acara pawai dan juga bendera yang dibantu oleh beberapa anggota dari Pimpinan Ranting IPNU dan IPPNU Kertoharjo. Lalu dilanjut dengan beberapa anggota dari Pimpinan Ranting Fatayat Kuripan Kidul, murid-murid dari TPQ dan Madin Darul Ulum Kuripan Kidul sebagai pemegang obor dan murid-murid dari MIS Kuripan Kidul, SD Negeri 01 Kuripan Kidul, SD Muhammadiyah Kuripan Kidul yang juga menjadi pemegang obor. Tak berhenti sampai disitu, juga terdapat partisipasi dari warga yaitu sebagian besar dari masyarkat Kuripan Kidul dari gang 01 sampai gang 26. Selain itu, rangkaian ini dimeriahkan juga oleh grup Marching Band Nusantara dari Batang.
Untuk acaranya sendiri dimulai dari depan area Masjid Darul Hikmah Kuripan Kidul setelah diberikan sepatah-duapatah kata oleh Ustadz Zen Faza selaku Ketua Tanfidziyah Pimpinan Ranting Kuripan Kidul sekaligus Ketua Ta’mir Masjid Darul Hikmah, beliau memberikan apresiasi pada acara tersebut, menurut beliau; “Acara ini baik karena dapat menjadi ajang berkumpulnya masyarakat Kuripan Kidul dalam kebersamaan dan kerukunan serta dalam rangka ikut memeriahkan peringatan tahun baru Islam. Harapannya semoga acara seperti ini dapat berjalan konsisten dan tetap kondusif serta dapat dinikmati oleh seluruh warga masyarakat Kuripan Kidul”. Setelah itu, para peserta memulai rangkaian perjalanan yang diawali dengan berjalan ke utara ke perbatasan antara daerah Kuripan Kidul dengan daerah Kuripan Lor setelah berbalik arah dan berjalan ke selatan ke perbatasan Kuripan Kidul dan Desa Gapuro, lalu berjalan kembali ke area Masjid Darul Hikmah. Ketika seluruh peserta pawai yang terdiri dari seluruh elemen masyarakat dan banom NU Kuripan Kidul sampai di area finish maka rangkaian acara tersebut ditutup dengan penampilan dari salah satu grup Marching Band yang ikut dalam semarak peringatan Muharram tersebut. Penampilan tersebut dilakukan di halaman Masjid Darul Hikmah, Kuripan Kidul.
Pada daerah Kertoharjo pelaksanaan pawai obor dilaksanakan pada malamm tanggal 10 Muharrom, yaitu untuk memperingati hari duka wafatnya cucu Nabi Muhammad yaitu Sayyidina Husain yang ditandai dengan diadakannya santunan anak yatim di Masjid Al-Mujahidin setelah rangkaian perjalanan pawai obor selesai dilaksanakan. Acara tersebut diprakarsai oleh Pengurus Masjid Al-Mujahidin yang berkolaborasi dengan pengurus banom (Badan Otonom) NU Kertoharjo. Rangkaian acara tersebut juga diawali sesudah waktu Sholat Isya’ dengan berjalannya para peserta pawai obor mengelilingi daerah Kertoharjo yang juga start dari area masjid dan finish di area Masjid Al-Mujahidin pula. Setelah itu, dilanjutkan dengan acara hiburan untuk para anak yatim yang mendapatkan santunan dan diakhiri dengan pelaksanaan santunan anak yatim di Masjid Al-Mujahidin dan juga do’a penutup.
Implementasi dari perpaduan antara Islam dan budaya lokal dapat dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, diantaranya di Keraton Yogyakarta dan juga Keraton Kasunanan Surakarta dengan pelaksanaan menurut tradisi dari masing-masing leluhur keraton tersebut. Dimana kesemua pelaksanaan tersebut dilakukan pada bulan Muharram yang merupakan bulan mulia dalam Islam. Selain di lingkup keraton, terdapat pawai obor yang merupakan bentuk tradisi yang sudah sejak lama berjalan di berbagai daerah termasuk juga di Kelurahan Kuripan Kertoharjo yang juga dilaksanakan dalam memperingati datangnya bulan Muharram yang notabene adalah bulan suci dalam kalender Islam. Walaupun terdapat perbedaan waktu pelaksanaan dalam satu kelurahan tersebut, namun tujuannya sama yaitu dalam rangka memperingati semarak bulan Muharram. Di daerah Kuripan Kidul pawai obor dilaksanakan pada malam tanggal 1 Muharram dalam rangka menyambut datangnya tahun baru Islam, sedangkan di daerah Kertoharjo dilaksanakan pada malam tanggal 10 Muharram dalam rangka memperingati hari duka wafatnya Sayyidina Husain yang ditandai dengan dilaksanakan santuna anak yatim setelah selesai pelaksanaan pawai obor.