Penulis : Amma Chorida Adila, Editor : Kharisma Shafrani
Keanekaragaman budaya nusantara memberi sebuah identitas kekayaan bangsa Indonesia. Berbicara mengenai budaya, dalam benak masyarakat pasti teringat akan warisan para leluhur. Warisan ini dianggap memiliki nilai kehormatan untuk dijaga serta dilestarikan dari generasi ke generasi berikutnya. Meskipun terkadang dianggap sebagai hal kuno, nilai dan filosofi budaya mampu melindungi masyarakat dari perpecahan sosial. Budaya memiliki peran yang sangat penting di tengah masyarakat heterogen, baik mereka yang pribumi maupun pendatang.
Seorang pakar antropologi, Parsudi Suparlan menuturkan budaya merupakan semua pengetahuan manusia yang dimanfaatkan untuk mengetahui dan memahami pengalaman serta lingkungan yang dialaminya. Pemikiran ini didukung oleh Koentjaraningrat yang mendefinisikan kebudayaan sebagai seluruh gagasan, rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan cara belajar. Dialog kebudayaan menjadi bagian dari upaya pelestarian budaya di masyarakat setempat, salah satunya di Desa Rowolaku.
Desa Rowolaku teletak di Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Desa ini mempunyai keunikan budaya yang mengandung akulturasi nilai Islam. Keunikan itulah yang kemudian membuka dialog kebudayaan antara mahasiswa KKN UIN K.H. Abdurrahman Wahid atau yang kerap disebut UIN Gusdur, dengan beberapa tokoh masyarakat Desa Rowolaku. Dialog yang dilakukan sangatlah sederhana, berupa interaksi yang dilandasi rasa ingin tahu untuk terciptanya aspirasi positif bagi generasi penerus Desa Rowolaku. Secara geografis, kampus UIN Gus Dur masih termasuk lingkungan Desa Rowolaku. Menurut informasi dari ustadz Bukhoiri, salah satu pemuka agama Desa Rowolaku mengatakan bahwa dahulu desa tersebut masih kental dengan kejawen (budaya Jawa), salah satunya budaya tarian sintren. Sewaktu beliau kecil, masyarakat desa ini sering menggelar tarian sintren. Tari sintren yaitu tarian semacam ritual untuk memanggil roh atau dewa. Tarian ini diiringan dengan gamelan, kemudian penarinya dimasukkan ke dalam kurungan dan tiba-tiba menjadi cantik.
Seiring berkembangnya zaman, banyak masyarakat yang mengenyam pendidikan di pondok pesantren, hal ini menjadikan perubahan di Desa Rowolaku. Tersebar dakwah dan kegiatan majelis baik di masjid maupun mushola. Tarian sintren lambat laun ditinggalkan oleh masyarakat. Namun sampai saat ini masih ada beberapa warga yang pernah menjadi pemerannya. Tidak menutup kemungkinan warga bisa menikmati pagelaran hiburan Jawa, tarian sintren kemudian teralihkan oleh budaya pewayangan. Biasanya budaya pewayangan dilaksanakan pada bulan legeno atau bulan setelah syawal. Pandangan ustadz Bukhoiri mengenai masyakat Desa Rowolaku, tidak semua orang itu dapat menerima ajaran Islam dengan mudah. Sehingga untuk menyeimbangkan budaya desa, maka terjadi pergantian pagelaran hiburan. Tahun pertama mengadakan pagelaran wayang, tahun kedua mengadakan pengajian umum, begitu seterusnya. Semua acara diagendakan oleh pihak desa dan selalu bertempat di halaman balai desa. Hal ini bertujuan agar seluruh masyarakat dapat merasakan hiburan serta kajian.
Selanjutnya, topik pembahasan dialog kebudayaan mengarah pada budaya Jawa yang masih tetap dipertahankan di Desa Rowolaku. Adapun budaya tersebut yakni tradisi nyadran. Nyadran merupakan tradisi doa bersama di makam leluhur dan sanak keluarga yang telah meninggal dunia. Pelaksanaan tradisi nyadran yaitu menjelang bulan Ramadhan yang bertempat di pemakaman umum Desa Rowolaku. Nyadran diawali dengan warga membawa jajan kemudian dibagikan dan membawa uang untuk juru kunci makam. Kemudian lambat laun para tokoh agama mengajari warga membaca tahlil dan berdoa, agar memperoleh keberkahan dari Allah. Kurang lebih tiga tahun kebelakang warga sepakat tradisi nyadran selain pembacaan tahlil dikonsep hampir seperti sedekah bumi. Jadi warga secara merata dibagi ada yang membawa jajan, nasi berkat dan tumpeng untuk dibagikan kembali kepada warga, sedangkan warga yang membawa uang di masukan ke dalam kotak amal untuk sedekah perbaikan makam. Dari sini, warga Desa Rowolaku saling bergotong royong mempererat tali persaudaraan.
Saat ini warga Desa Rowolaku sudah menyadari bahwa ajaran Islam itu agama yang Rahmatan lil’alamin. Sehingga banyak budaya bernuansa religi yang diciptakan seperti rutinan rebana, rutinan yasin, tahlil, dan manaqib. Dijelaskan oleh Ismail Dimiyanti, mantan Kepala Desa Rowolaku, bahwa selama bulan Ramadhan ada ngaji posonan atau kajian setelah subuh, dilanjutkan dengan tadarus setiap masjid dan mushola. Tidak ketinggalan juga takbir keliling setiap malam Idul Fitri, semua warga berantusias meramaikan perayaan malam Idul Fitri dengan mengikuti karnaval mengelilingi desa.
Selain bergandengan dengan budaya, warga Desa Rowolaku juga melakukan kegiatan sosial, salah satunya adalah kegiatan jimpitan. Jimpitan dilakukan dengan warga menaruh uang koin ke dalam kaleng bekas atau gelas plastik yang sudah terpasang di dinding rumah. Setiap sore atau malam hari, uang koin tersebut diambil oleh ketua RT atau perwakilan warga. Hasil dari jimpitan dijadikan sebagai dana sosial desa, seperti digunakan untuk memperbaiki lampu jalan yang rusak atau pemasangan lampu di jalan desa. Selain itu, uang koin juga dimanfaatkan untuk warga yang sedang mengalami kesusahan.
Pada dasarnya budaya- budaya yang dipaparkan di atas merupakan beberapa bagian saja, tentu masih ada budaya lainnya. Keterbatasan waktu menjadi terbatasnya informasi yang diperoleh. Dialog kebudayaan antara mahasiswa KKN UIN Gusdur dengan tokoh masyarakat disimpulkan bahwa warga Desa Rowolaku hidup harmonis dengan budaya mereka, karena indikator keharmonisan menurut tokoh Al-Qaimi meliputi ketenangan, ketentraman, kasih sayang, saling melengkapi, belas-kasih dan pengorbanan, serta bekerja sama. Dalam membina keharmonisan dapat didasari oleh sikap saling menghormati, menerima, menghrgai, mempercayai dan mencintai satu sama lain. Inilah definisi keharmonisan terjalinnya suatu hubungan interaksi dan tindakan yang memberikan pengaruh positif bagi lingkungan sekitar.