Ramadan Bulan Kebangkitan Ummat

Penulis: Prof. Imam Kanafi, Editor: Azzam Nabil H.

Bulan suci Ramadan sejatinya memiliki misi besar bagi kebangkitan ummat Islam untuk peradaban. Sejarah telah membuktikan bahwa saat bulan Ramadhan, tepatnya tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H atau 13 Maret 624 M, ummat Islam yang berjumlah 313 berjuang melawan kafir Quraisy saat itu yang berjumlah 10.000 pasukan, dan kemanangan dipihak kaum Muslimin. Padahal saat itu kaum Muslimin dalam keadaan sedang menunaikan ibadah puasa Ramadan.

Di bulan Ramadan pula, Rasulullah saw. mendapatkan pencerahan spiritual tingkat tinggi sehingga diturunkannya wahyu al Qur’an kepada Beliau untuk kepentingan ummat Islam, bahkan al Qur’an yang diturunkan tersebut untuk petunjuk hidup seleuruh makhluk di alam semesta raya ini. Dengan pusaka al Qur’an lah kabangkitan Islam dimulai dan selanjutnya dikembangkan secara serius sehingga melahirkan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang menopang kemajuan peradaban Islam yang berlangusng berabad-abad lamanya.

Karenanya bulan Ramadan ini harus dijadikan momentum strategis bagi ummat Islam untuk merancang kebangkitan paradaban ummat. Semua ritual dan amalan kabaikan yang dianjurkan selama bulan Ramadhan mulai puasa, sholat-sholat sunnah, baca al Qur’an, sedekah dan sebagainya sejatinya dalam rangkan membangkitkan jiwa raga ummat untuk membangun peradaban yang lebik.

Baca juga: Tradisi Menyambut Ramadan: Nyekar, Padusan, dan Nyadran

Ada 3 hal yang harus ditargetkan untuk diaktifasi dalam rangka membangun peradaban Islam di bulan Ramadan ini. Pertama, membangun kesadaran kolektif akan jati diri (ma’rifatun nafs/self understanding). Ritual puasa yang benar, dengan kondisi pelemahan fisik-biologis karena tidak makan, sejatinya bertujuan untuk menghidupkan aspek ruhani insani dengan melahirkan kesadaran diri sebagai hamba Tuhan dan sekaligus sebagai khalifah fil ardl (pembangun peradaban). Kesadaran vertikal dan horizontal ini yang harus didapatkan dengan amalan-amalan Ramdhan. Salat tarawih dan munajat lainnya akan disebut berhasil manakala melahirkan kesadaran dan pencerahan spiritual diri dengan mantapnya posisi diri sebagai hamba dan khalifah sekaligus yang harus diemban dalam 11 bulan berikutnya.

Kedua, kapasitas membaca situasi lingkungan dan tantangan masa depan, sebagaimana diwahyukan al Qur’an yang ayat pertamanya memerintahkan iqra’, menunjukkan secara tegas ummat Islam dengan tradisi tadarusan itu mengandung mmaksud agar selain membaca ayat qauliyah yang juga mensinergikanya dengan ayat-ayat kauaniyah untuk menetapkan strategi masa depan. Membaca ayat kauniyah dimulai dari pembacaan situasi ekonomi, politk, budaya dan sebagainya pada skala mikro sampai makro didukung oleh analisis multidisipliner  akan menghasilkan langkah-langkah yang inovatif dalam pembangunan ummat secara berkesinambungan.

Ketiga, integritas sumber daya manusia yang berakhlaq al karimah, yang memang jadi tonggak peradaban. Tanpa penegakan akhlaq yang mulia peradaban tidak akan tegak dan sebaliknya negara akan hancur bila moralitas tidak diindahkan oleh ummat. Maka Bulan Ramadan adalah bulan pembentukan akhlaq karimah sebagai prasarat berdirinya peradaban ummat.

Baca juga: Malam Lailatul Qadar (Malam yang Lebih Baik dari Seribu Bulan)

Bila ketiga hal tersebut dapat diwujudkan selama bulan Ramadan, maka masa depan peradaban ummat dan bangsa dapat diharapkan. Oleh karenanya peribadatan tidak hanya dikerjakan secara normatif formalitik sahaja, namun juga dilakukan dengan memaknai pesan moral dan pesan perennialnya; terbangunnya kesadaran kolektif sebagai hamba dan khalifah, meningkatkan kemampuan membaca situasi dan tegaknya akhlaq yang mulia.