Melindungi Anak dari Jerat Kekerasan: Dampak Penganiayaan dan Upaya Pencegahannya

Penulis : Silfiya Karima, Editor : Ika Amiliya Nurhidayah

Perlu kita ketahui bahwa penganiayaan adalah tindakan atau perilaku yang menyebabkan penderitaan, cedera atau kerugian fisik, emosional serta mental pada seseorang. Bentuknya dapat berupa kekerasan fisik, verbal, psikologis, seksual atau penelantaran. Penganiayaan sering kali melanggar hak seseorang dan memiliki dampak jangka panjang yang serius terhadap kesejahteraan dan kesehatan korban.

Dalam upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak dari segala tindak kekerasan, pemerintah Indonesia telah menyusun beberapa regulasi diantaranya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sebagai tindak lanjutnya telah direspon oleh berbagai pihak hampir seluruh daerah provinsi dan kabupaten/kota, melalui Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, dan Peraturan Bupati/Wali Kota dengan membentuk unit layanan penanganan kekerasan dengan beragam nama, seperti Women Crissis Center (WCC), Pusat Pelayanan Terpadu (PPT), Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang didalamnya terdiri dari unsur SKPD terkait, rumah sakit atau layanan medis, Aparat Penegak Hukum (APH), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Perlindungan Anak (LPA), dan Organisasi Keagamaan.  

Baca Juga: Kekerasan Terhadap Anak-anak: Pentingnya Seks Edukasi dan Parenting untuk Para Remaja

Seiring dengan terbentuknya lembaga layanan terpadu tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia telah mengembangkan sistem aplikasi pencatatan dan pelaporan kekerasan perempuan dan anak yaitu SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) yang dapat diakses oleh semua unit layanan penanganan korban kekerasan perempuan dan anak di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota secara up to date, real time, dan akurat. Menurut data yang diperoleh dari SIMFONI PPA ditemukan bahwa tingkat korban kekerasan terhadap anak di Indonesia mencapai rate ke 2 yaitu sekitar 400 anak.  

Dampak penganiayaan bagi anak di bawah umur dapat sangat serius dan beragam. Beberapa dampak yang mungkin terjadi termasuk cedera fisik dan luka-luka yang bisa menyebabkan rasa sakit dan masalah kesehatan jangka panjang, trauma psikologis dan emosional, seperti kecemasan, depresi, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD), gangguan perkembangan sosial, kognitif, dan emosional, menurunnya performa akademis dan masalah perilaku di sekolah, serta mungkin sulit untuk membangun hubungan sosial yang sehat dan memiliki kepercayaan diri yang rendah. Penganiayaan pada anak di bawah umur dapat memiliki dampak jangka panjang yang serius, oleh karena itu penting untuk mendeteksi dan mencegahnya sejak dini serta memberikan dukungan dan perlindungan kepada anak yang terkena dampak. 

Ancaman penganiayaan bagi kesehatan mental anak dapat berdampak jangka panjang dan serius. Beberapa ancaman itu seperti trauma emosional yang berkelanjutan, seperti kecemasan, depresi, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD), mungkin mengalami kesulitan dalam membangun identitas yang sehat dan positif serta memiliki persepsi diri yang rendah, dapat membuat anak sulit untuk mempercayai orang lain dan membangun hubungan yang sehat. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam membentuk ikatan interpersonal yang positif, dapat meningkatkan risiko anak mengalami gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, depresi, gangguan makan, dan gangguan kepribadian, dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik anak, baik karena cedera fisik langsung maupun karena dampak stres kronis pada tubuh mereka.

Penting bagi kita sebagai orang tua untuk mendeteksi dan mengatasi penganiayaan anak secepat mungkin untuk mencegah dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental dan fisik mereka. Mendukung anak dan memberikan akses kepada mereka untuk bantuan profesional dan dukungan emosional juga krusial dalam proses penyembuhan mereka. Mengatasi anak yang mengalami penganiayaan memerlukan kerja sama antara berbagai pihak, termasuk keluarga, pihak berwenang, profesional kesehatan, dan masyarakat secara luas. Dengan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, anak-anak yang mengalami penganiayaan memiliki peluang yang lebih baik untuk pulih dan berkembang secara positif. 

Baca Juga: Program Sekolah Ramah Anak (SRA) Dan Kontribusi Pemerintah Dalam Menurunkan Tingkat Kekerasan Terhadap Anak Di Indonesia