Meneladani Sikap Patriotisme Pahlawan Nasional: Pangeran Diponegoro.

Oleh Shofi Nur Hidayah

Tidak hanya berasal dari kalangan prajurit dan tokoh politik saja, pahlawan nasional Indonesia banyak yang berasal dari lulusan pondok pesantren. Karena pondok pesantren sendiri memiliki sejarah yang panjang dalam proses kemerdekaan Indonesia. Salah satu pahlawan yang merupakan santri lulusan pondok pesantren adalah Pangeran Diponegoro. Beliau ditetapkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan Keppres No 8/TK/1973, gelar tersebut diberikan untuk menghormati dan mengapresiasi perjuangan Pangeran Diponegoro semasa Perang Jawa atau Perang Diponegoro sebagai bentuk usaha mempertahankan tanah air dari kolonial Belanda. Pangeran Diponegoro juga dikenal dengan sebutan kesatria Piningit atau kesatria tersembunyi.

Pangeran Diponegoro sendiri lahir di Yogyakarta tepatnya pada hari Jum’at, 11 November 1785 dari seorang ibu yang merupakan selir bernama R.A Mangkarawati dan ayahnya bernama Gusti Raden Mas Surojo, yang kemudian naik tahta dan bergelar Hamengkubuwono III. Saat lahir Pangeran Diponegoro diberi nama Raden Mas Mustahar yang akhirnya diberi gelar pangeran dengan nama Pangeran Diponegoro pada 1812 ketika sang ayah naik tahta. Masa kecil Pangeran Diponegoro diasuh oleh nenek buyutnya, yakni GKR Ageng Tegalreja yang merupakan putri dari salah satu ulama terkenal yakni Ki Ageng Deproyudo.

Menurut sejarawan Peter Carey dalam bukunya yang berjudul Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro 1785-1855 menyebutkan bahwa Pangeran Diponegoro pernah belajar di Pondok Pesantren Gebang Tinanar, Ponorogo dan diasuh langsung oleh Kiai Hasan Besari. Sepanjang hidupnya, Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pribadi yang cerdas, gemar membaca, dan ahli dalam bidang hukum Islam. Beliau juga lebib tertarik pada masalah-masalah keagamaan ketimbang masalah politik keraton, dan lebih senang membaur langsung dnegan rakyat.

Beliau bukanlah seseorang yang gila jabatan, hal ini dibuktikan dengan penolakannya ketika hendak diangkat sebagai raja menggantikan ayahnya dikarenakan menyadari bahwa dia lahir bukan dari seorang ibu permaisuri. Dari sejarah panjang kehidupannya, ada sikap-sikap yang patut untuk diteladani generasi muda dari sang pangeran. Sikap tersebut adalah patriotisme, yakni sifat rela dan berani berkorban atas segala yang dimiliki termasuk nyawa demi tanah airnya. Dalam konteks ini, Pangeran Diponegoro semasa hidupnya berani dan tegas berjuang membebaskan rakyat dari kesewenang-wenangan Belanda. Kedua ada sifat cinta tanah air, dimana pernah suatu ketika Pangeran Diponegoro marah besar terhadap Belanda karena tidak menghargai adat istiadat setempat. Setidaknya dari sekian banyak sifat dan sikap positif beliau, kita mampu mencontoh dua sifat tersebut agar menjadi pribadi yang berguna bagi nusa dan bangsa.