Penulis: Maftukhatur Rizqoh, Editor: Lulu Salsabilah
Linggoasri merupakan desa yang terletak di selatan pusat pemerintahan di Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Menurut salah satu sesepuh desa tersebut, nama Linggo Asri berasal dari nama batu lingga yaitu simbol dewa Syiwa, berbentuk bulat panjang yang menggambarkan bahwa Desa Linggoasri telah berumur tua dan penuh dengan peninggalan sejarah. Penduduk Desa Linggoasri terdiri dari beberapa penganut agama, diantaranya yaitu islam dan hindu. Mereka hidup dalam harmoni perbedaan namun sangat jauh dari pertikaian bahkan selalu bahu-mambahu dalam setiap acara peribadatan walau berbeda keyakinan. Desa Linggoasri merupakan salah satu dari beberapa desa yang mengajarkan bahwa perbedaan keyakinan bukanlah penghalang sebuah kerukunan melainkan sebuah kekuatan. Budaya yang Sebagaimana telah lama diterapkan oleh masyarakat desa Linggoasri merupakan salah satu hal yang saat ini sedang gencar disebarluaskan, yakni moderasi beragama.
Pada hari selasa, 14 November 2023 mahasiswa dan dosen UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan melakukan mini riset dengan ditemani beberapa masyarakat dan pemuka agama Desa Linggoasri di sebuah tempat bernama CaffeLA. Dalam acara tersebut, pemuka agama hindu, Pak Taswono, menjelaskan bahwa ribuan keanekaragaman dan perbedaan di Indonesia merupakan sebuah anugerah yang luar biasa dari Tuhan sekaligus juga hal yang rawan menimbulkan konflik jika tidak ada upaya untuk menjaga kerukunan dan persatuan antar umat beragama. Oleh karenanya dibutuhkan keikutsertaan seluruh masyarakat untuk menjaga kedamaian di Indonesia. Salah satu bentuk keikutsertaan masyarakat Desa Linggoasri dalam menjaga kedamaian yaitu mereka mengamalkan ajaran moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari.
Moderasi beragama atau dalam agama islam disebut wasathiyah merupakan sikap, cara pandang, dan praktek beragama dalam kehidupan beragama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum dan berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa. Masyarakat Desa Linggoasri mengaku belum tahu teori tentang moderasi beragama tersebut. Namun, lebih dari sebuah pengetahuan tentang teori, mereka bahkan sudah menerapkan ajaran moderasi beragama sejak dahulu kala. Setiap ada acara keagamaan atau acara hajatan pribadi, setiap masyarakat senantiasa dengan sukarela saling membantu walaupun berbeda agama. Bahkan dikatakan terdapat keluarga yangmana anggotanya menganut agama yang tidak sama.
Pak Taswono menjelaskan dalam agama hindu ada kaidah ‘catur parama arta’ yaitu : 1.Darma, 2.Jenana (pengetahuan) dan Wijenana (kebijaksanaan), 3.Ahimsa Parama Darma(tidak melakukan kekerasan), 4.Bakti Rukyata (ikhlas tulus karena Tuhan). Selanjutnya ada catur paramita atau digambarkan sebagai tiang suatu rumah, yaitu : 1.Maitri (kasih sayang universal), 2.Karuna (toleransi), 3.Upeksa, 4.Udita (simpatik). Sedangkan atap suatu rumah yaitu : 1.Satwam, 2.Siwam, 3.Suwasti. Sedangkan isi rumah yaitu : 1. Darma (kebijaksanaan), 2. Arta (kebutuhan hidup), 3. Keinginan, 4. Muksam (ketika mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin). Hal tersebut merupakan ajaran dalam agama hindu yang bertujuan untuk megajak kepada persaudaraan dan kebahagiaan lahir batin atau dunia akhirat. Beberapa sikap yang harus diterapkan yaitu terbuka (mau dan berani menerima pendapat orang lain), bersedia menghargai perbedaan dan menerima kekurangan orang lain, rendah hati, dan pemaaf.
Sedang menurut Pak Mustajirin selaku tokoh agama islam, beliau berpesan agar bisa menanamkan sikap wasathiyah atau kemoderatan, ibarat seperti wasit yang harus berimbang, tidak berat kiri maupun kanan, dan tidak juga seperti wasit yang hanya mencari kesalahan. Menurut beliau prinsip moderasi yaitu : 1.I’tidal (tegak lurus), 2.Tawazun (keseimbangan), dan 3.Tasamuh (toleran). Karena persaudaraan meliputi sesama agama, sesama manusia, dan sesama bangsa.
Masyarakat Desa Linggoasri mengajarkan bahwa hidup dalam perbedaan merupakan suatu anugerah yang harus disyukuri. Mereka telah membuktikan betapa indahnya mengamalkan makna dan nilai moderasi dalam kehidupan sehari-hari. Melalui saling tolong-menolong, menghormati perbedaan keyakinan, dan menjaga keharmonisan, itulah kunci terbukanya perdamaian antar umat beragama. Semoga tidak hanya masyarakat Desa Linggoasri yang mampu menciptakan kerukunan antar umat beragama, namun seluruh masyarakat Indonesia bahkan seluruh manusia.