Gus Dur, Tokoh yang Memiliki Dua Tanggal Lahir

Penulis: Fajri Muarrikh, Editor: Sirli Amry

Siapa yang tidak tahu sosok KH. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa dengan nama Gus Dur, adalah cendekiawan muslim yang pernah menjadi Presiden ke empat Republik Indonesia serta menahkodai organisasi Islam terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama, selama tiga periode lamanya.

Gus Dur adalah putra sulung dari seorang Menteri Agama RI pertama, KH. Wahid Hasyim—cucu Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri organisasi Nahdlatul Ulama ini dilahirkan di Denanyar, Jombang; lebih tepatnya di rumah pesantren milik KH. Bisri Syansuri, kakek dari jalur ibunya.

Dalam buku “The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid”, karya Greg Barton pada bagian I dijelaskan bahwa ketika Gus Dur menjabat sebagai presiden, teman-teman dan keluarga Gus Dur merayakan hari ulang tahunnya, namun tampaknya orang yang hadir di Istana Bogor pada hari Jum’at 4 Agustus 2000 itu tak menyadari bahwa sebenarnya bukan itu tanggal lahirnya.

Tepat hari ini, 7 September, adalah hari lahir Gus Dur yang sebenarnya. Seperti yang sering diceritakan oleh puteri sulung Gus Dur, Alissa Wahid, kepada teman-teman penggerak Komunitas GUSDURian, bahwa Gus Dur mempunyai dua tanggal lahir, yang pertama adalah 4 Agustus, adalah hari lahir yang legal, yang tercatat dalam administrasi kependudukan negara. Dan 7 September adalah hari lahir Gus Dur yang secara sah.

Baca Juga: Gus Dur: Pengaruh, Perspektif, dan Pemikiran tentang Pendidikan Islam

Alissa Wahid bercerita yang bersumber dari ibunya, bahwa Nyai Solichah, ibunda Gus Dur, tak terpikir ketika masa mudanya (dalam tahun-tahun pertama perkawinannya bisa membaca huruf Arab, tetapi tidak bisa membaca huruf latin), bahwa pejabat catatan sipil di pedesaan adalah seorang muslim yang saleh akan mencatat hari lahir anak sulungnya itu tanggal 4 Agustus. Memanglah benar, putra sulungnya itu dilahirkan pada hari keempat bulan kedelapan. Akan tetapi perlu kita ketahui bersama bahwa tanggal itu adalah menurut penaggalan kalender Islam, yakni tanggal 4 Sya’ban 1940, atau dalam kalender masehi pada saat itu bertepatan tanggal 7 September.

Kendati demikian, Gus Dur dan para puteri tidak mempermasalahkan hal tersebut. Mereka tetap membiarkannya dan menjadikan hal tersebut sebagai salah satu keunikan dari sosok seorang Gus Dur.

Maka dari itu, Jaringan GUSDURian, sebuah komunitas yang digawangi oleh Alissa Wahid itu merayakan hari lahir Gus Dur dari 4 Agustus hingga 7 September sebagai puncaknya di setiap tahunnya.

Baca Juga: Abdurrahman Wahid (Gus Dur): Perjalanan Sejarah Menuju Kepresidenan RI

Jaringan GUSDURian memperingati hari lahir Gus Dur diisi sebagai momentum refleksi, ruang belajar, dan arena sinergi bagi penggerak komunitas GUSDURian, serta merawat Nilai, Pemikiran dan Keteladanan (NPK) Gus Dur. Dari hal itulah sampai pada akhirnya Jaringan GUSDURian menyuarakan tagline yang berbunyi “Gus Dur Sudah Meneladankan, Saatnya Kita Melanjutkan”.