Nyadran: Tradisi Penghormatan Leluhur dalam Bingkai Nilai-Nilai Islam di Dusun Silawan Desa Kutorojo

Pewarta: Akhmad Dalil Rohman, Editor: Amarul Hakim

Tradisi Nyadran merupakan sebuah ritual atau tradisi yang khas dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama di daerah pedesaan, sebagai wujud penghormatan kepada leluhur yang telah meninggal dunia. Tujuannya tidak hanya sekadar memberikan penghormatan kepada roh leluhur, tetapi juga untuk mempererat hubungan antara generasi yang masih hidup dengan mereka yang telah tiada. Di Kabupaten Pekalongan, tradisi ini turut dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Silawan Desa Kutorojo Kecamatan Kajen.

Pelaksanaan Tradisi Nyadran berlangsung di makam Ki Gede Kertasari, yang merupakan lokasi bersejarah bagi masyarakat Dusun Silawan. Tradisi ini digelar setiap 70 hari sekali, tepatnya pada hari Rabu Kliwon pagi sekitar pukul 07.30 WIB. Selain itu terkhusus untuk hari Rabu Kliwon dibulan Suro, masyarakat bergotong royong menyembelih kambing untuk dijadikan lauk sarapan. Ki Gede Kertasari sendiri diakui sebagai tokoh yang membuka lahan pertama di Dusun Silawan, sehingga memiliki makna yang mendalam bagi warga setempat.

Partisipasi dalam Tradisi Nyadran cukup meluas. Mulai dari Kepala Dusun, Ketua RT, tokoh adat masyarakat, hingga ustadz dan seluruh masyarakat Dusun Silawan turut serta dalam pelaksanaannya. Setiap orang yang hadir membawa be makanan yang menjadi santapan bagi masyarakat setempat, seperti nasi, megono, lalapan, gorengan, dan berbagai lauk lainnya.

Rangkaian acara Tradisi Nyadran mencakup beberapa tahapan penting. Mulai dari pembakaran dupa atau kemenyan di makam Ki Gede Kertasari, hingga bersih-bersih makam tersebut yang kemudian dilanjutkan ke makam keluarga masyarakat Dusun Silawan yang telah meninggal. Ada juga sambutan dari Kepala Dusun Silawan, yakni Bapak Kisworo, serta pembacaan doa atau tahlil yang dipimpin oleh Ustadz Wahid, seorang alumni Pondok Pesantren At-Taufiq Wonopringgo.

Tradisi Nyadran tidak hanya merupakan sebuah ritual keagamaan, tetapi juga menjadi momen untuk mempererat tali persaudaraan dan kebersamaan di antara masyarakat. Selesai dari serangkaian kegiatan, acara biasanya ditutup dengan sarapan bersama sebagai bentuk silaturahmi dan kebersamaan yang lebih lanjut. Dengan demikian, Tradisi Nyadran tidak hanya menjadi warisan budaya yang berharga, tetapi juga menjadi simbol keharmonisan dalam kehidupan masyarakat Jawa.

Praktek kehidupan keberagamaan masyarakat Jawa tidak bisa dilepaskan dari tradisi yang sudah berurat akar di masyarakat. Tradisi ini syarat dengan nilai-nilai spiritual, etika dan kemanusiaan. Sangat disayangkan, jika tradisi ini punah oleh ajaran yang secara sepihak menganggapnya sebagai “aneh, sesat, kafir”, dst. Ber Islam, bukan berarti menanggalkan budaya, sebagai identitas dan ciri khas masyarakat Indonesia. Indahnya keharmonian…