Penulis: Tegar Rifqi, Editor: Azzam Nabil H.
Media sosial sudah menjadi salah satu bagian penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat khususnya bagi generasi muda. Banyak sekali hal yang dapat dipermudah ketika menggunakan media sosial, mulai dari membantu dalam kegiatan sehari hari seperti berkomunikasi, mencari hal baru, ide ataupun refrensi untuk usaha, hingga urusan pekerjaan yang lain. Tidak hanya itu, seiring perkembangan teknologi media sosial memiliki fungsi lebih selain untuk membantu pekerjaan hari-hari, yaitu sebagai sarana media hiburan yang dapat dengan mudah diakses oleh semua orang. Hal itu yang kemudian menarik minat anak muda untuk lebih sering dalam menggunakan media sosial.
Dikutip dari inilah.com yang datanya merujuk pada laporan We Are Social 2024, ada lebih dari sekitar 139 juta jiwa atau setidaknya 49.9% masyarakat indonesia aktif dalam menggunakan media sosial. Alasan penggunaan media sosial juga dibagi menjadi tiga, yaitu karena untuk mengisi waktu luang dengan presentase 58,9 %, kemudian untuk kebutuhan berkomunikasi sekitar 57,1%, dan yang terakhir adalah sebagai sarana hiburan dan melihat tren yang ada dengan presentase 48,8%. Sedangkan merujuk pada databoks.katadata.co.id, pengguna media sosial didominasi kelompok umur 16-34 tahun (54,1%). Melalui data tersebut dapat dilihat bahwa pada dasarnya kebanyakan masyarakat menggunakan media sosial sebagai sarana hiburan dan mencari informasi untuk mengisi waktu luang dimana hal itu memang cukup bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Namun seperti halnya dengan mesin, otak kita juga memiliki batas dalam menyerap informasi yang datang dari luar. Terlebih media sosial saat ini sudah bukan lagi berbasis searching melainkan scrolling. Artinya informasi yang kita terima bukan lagi berdasarkan pada aapa yang ingin kita ketahui, tetapi informasi lain juga akan ikut masuk yang pada akhirnya memberikan beban ekstra untuk otak memprosesnya. Media sosial berbasis scrolling itu seperti Tiktok, IG reels, Youtune short, dan lain lain. Karena kebanyakan media sosial tersebut didominasi oleh anak muda, maka konten yang dihasilkan juga bervariasi, salah satunya adalah konten motivasi tentang hidup sukses di usia media. Namun, konsumsi berlebihan atau tanpa pengendalian terhadap konten semacam ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk menerapkan pengendalian diri dalam mengonsumsi konten motivasi di media sosial.
Perspektif Al-qur’an Pada Dampak Negatif Konsumsi Berlebihan Konten Motivasi
Konten motivasi pada dasarnya bertujuan positif yakni untuk memberikan kita dorongan dan semangat dalam mencapai apa yang kita inginkan. Namun, tidak sedikit juga yang memanfaatkan tren ini untuk flexing dan memamerkan pencapaian yang sudah didapatkan dalam waktu singkat dimana hal itu tidak mudah dicapai oleh orang lain. Mengkonsumsi konten yang berlebihan dapat menyebabkan beberapa masalah kesehatan mental, diantaranya yaitu, pertama, Overload Informasi. Penggunaan media sosial dan mengkonsumsi konten secara berlebihan dapat menyebabkan kelelahan pada otak dalam memproses banyak informasi yang masuk pada satu waktu. Efeknya akan buruk bagi aktivitas sehari hari seperti mudah lupa dan cepat lelah. Selain memberikan efek negatif pada otak, melakukan scrolling berlebihan juga akan membuat kita menyia-nyiakan waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk aktivitas bermanfaat lain. Seperti firman Allah swt. Pada surat An-Najm (39):
وَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ
Artinya: “Bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya,”
Pada ayat tersebut menegaskan betapa pentingnya waktu yang kita miliki. Karena jika kita ingin mencapai sesuatu yang kita inginkan, maka itu semua akan bergantung pada seberapa besar usaha kita.
Baca juga: Sustainable Living: Tak Hanya Sebatas Tren
Kedua, Merasa Rendah Diri. Ketika kita melihat orang lain dengan umur yang sama tapi memiliki pencapaian tinggi, terkadang kita akan mencoba membandingkan diri kita dengan orang tersebut dan pada akhirnya kita akan merasa rendah diri. Hal itu kemudian justru akan berdampak buruk pada apa yang sedang kita kerjakan. Padahal sudah jelas di dalam Al-qur’an banyak sekali ayat yang mengajak agar kita tidak saling membandingkan, salah satunya pada surat An-Nisa ayat 32:
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan. dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Pada ayat tersebut menjelaskan bahwa kita tidak boleh iri dan membanding bandingkan atas apa yang dimiliki orang lain. Karena Allah swt. tahu seberapa besar usaha setiap hambanya, dan tugas kita setelah berusaha hanyalah berserah diri kepada-Nya, karena Allah swt. maha mengetahui apa yang dibutuhkan oleh kita.
Selain itu, yang ketiga yakni Toxic positify. Dampak ini mengacu pada keterpaksaan pada diri kita agar selalu berpikir positif dan mengabaikan emosi emosi negatif. Terlalu berpikir positif akan berdampak buruk terhadap kesehatan mental kita, hal itu dikarenakan kita memaksakan sesuatu yang pada dasarnya di luar kemampuan kita dan berekspektasi terlalu tinggi terhadap hasil yang kita inginkan. Hal ini biasanya terjadi ketika kita mengkonsumsi konten motivasi kemudian kita merasa bahwa “kalau orang lain bisa, kenapa tidak?”, yang kemudian akan membawa kita pada perasaan cemas yang berujung depresi ketika hasilnya tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Terkait hal ini, dalam surat Ali-imran ayat 139, Allah swt. berfirman:
وَلَا تَهِنُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْن
Artinya: “Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.”
Ayat ini menekankan pentingnya menjaga semangat dan tidak berlarut dalam kesedihan setelah menghadapi kegagalan, dengan syarat tetap beriman dan taat kepada Allah SWT. Ayat ini mendorong keseimbangan antara pengakuan atas emosi negatif dan upaya untuk bangkit kembali dengan keimanan yang lebih kuat.
Baca juga: Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam: Konsep, Penyebab, dan Cara Menjaganya
Pengendalian diri dalam mengonsumsi konten motivasi di media sosial sangat penting untuk menjaga kesehatan mental. Kita harus bisa lebih selektif dalam memilih mana mana yang sekiranya memang kita butuhkan dan tidak. Selain itu, pengendalian waktu dalam bermedia sosial juga diperlukan. Dengan menerapkan strategi pengendalian diri, kita dapat memanfaatkan konten motivasi secara optimal tanpa terjebak dalam dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya. Ingatlah bahwa kuncinya adalah keseimbangan dan kesadaran diri bahwa segala sesuatu merupakan kehendak dari Allah swt.