Pewarta : Eka Rizqiani, Editor : Amarul Hakim
Jakarta (4/11), Mahasiswa Program Studi Ilmu Al Qur’an dan Tafsir UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan (UIN Gusdur) melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan yang dilaksanakan di Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur’an (LPMQ) Jakarta.
Mahasiswa melakukan kunjungan dan mengikuti acara diskusi keislaman di Pusat Studi Al Qur’an (PSQ) bersama Prof. Quraish Shihab. Tema yang diangkat dari acara tersebut adalah “Diskusi keislaman: Toleransi, pendidikan Akhlak dan penguatan moderasi”. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Masjid Jami’ Bayt Al Qur’an Pondok Cabe Tangerang selatan, Banten. Dalam diskusi tersebut beliau Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A ditemani oleh Ustadz Drs. H. Muhammad Taufiq AB.
Acara dimulai dengan pemaparan materi oleh Abi Quraish Shihab mengenai pembahasan toleransi, pendidikan akhlaq, dan penguatan moderasi. Kemudian dilanjutkan diskusi bersama berupa tanya jawab. Beliau memaparkan mengenai perbedaan toleransi, moderasi, dan pluralisme. “Toleransi adalah menghargai tanpa mengorbankan prinsip. moderasi adalah cara pandang, sikap, dan perilaku yang selalu mengambil posisi di tengah-tengah, adil, dan tidak ekstrem, sedangkan pluralisme adalah mengakui kebebasan tanpa mengorbankan prinsip namun tidak mencampuradukkan,” terang Abi Quraish.
Salah satu mahasiswa UIN KH. Abdurrahman Wahid, Sokhifah Hidayah bertanya mengenai sejauh mana batasan seorang muslim dengan non-muslim dalam berinteraksi dan bagaimana cara agar akidah kita sebagaiman seorang muslim tidak tercampur aduk dengan akidah saudara kita yang non-muslim dalam berinteraksi, serta apakah membenarkan ajaran-ajaran yang berasal dari agama non Islam juga termasuk perbuatan yang mencampur adukkan agama?.
Ustadz Drs. H. Muhammad Taufiq AB menjawab, “Boleh saja berinteraksi dengan non-muslim tapi kita harus pegang prinsip, yang terpenting adalah kita harus berakhlaq yang baik dengan orang diluar Islam, jangan sampai untuk menyenangkan hati non-muslim kita justru melewati batasan-batasan agama kita,” jawab Ustadz Taufiq.
Abi Quraish Shihab juga menambahkan jawaban, “Berulang-ulang Al-Qur’an menyampaikan pesan untuk jangan mencaci, jangan menghina orang-orang yang tidak menyembah Allah karena itu bisa mengundang mereka mencaci Tuhan, Nabi bersabda salah satu dosa yang paling besar adalah memaki orang tua, maksudnya bukan anak yang memaki secara langsung kepada orang tua, tapi anak yang memaki orang tua orang lain sehingga orang itu memaki orang tua kita. Selain itu, terdapat ajaran-ajaran kebenaran yang semua sepakat yakni kebenaran yang diakui secara universal terlepas apapun agamanya,” tambah Abi Quraish.
Sesi diskusi tersebut ditutup dengan penyampaian Abi Quraish mengenai contoh toleransi dalam banyaknya karya tafsir yang muncul. Menurut beliau tafsir yang harus kita terima adalah yang berusaha menggapai kehendak Allah atas apa yang telah difirmankannya dalam Al-Qur’an, dengan semua piranti bahasa Arab beserta kaidah tafsirnya. Ketika ada karya tafsir yang muncul dan ditulis dengan melewati semua hal tersebut, namun nyatanya satu sama lain masih ada perbedaan, maka perbedaan tersebut bisa kita toleransi. Sedangkan apabila ada seseorang yang berusaha menafsirkan tanpa kaidah tafsir dan ilmu bahasa dalam bahasa Arab, maka hal tersebut yang kita tolak.
Baca juga : Menghayati Kekayaan Mozaik Nusantara Melalui Program KKN Moderasi Beragama se-Indonesia
Pada kegiatan diskusi keislaman ini memberikan banyak ilmu dan pengalaman bagi mahasiswa mengenai toleransi, pendidikan akhlak dan penguatan moderasi. Begitu banyak pesan-pesan yang bisa diambil dari diskusi tersebut, yang akan menjadikan kita lebih mengerti apa arti dan sejauh mana batas serta toleransi dan moderasi beragama. sehingga menjadikan hidup kita lebih rukun dengan sesama dan tidak mengklaim bahwa kita paling benar dan yang lainnya salah.