Penulis: Amma Chorida, Editor: Amarul Hakim
Bagi umat muslim Ramadhan merupakan bulan penuh kemuliaan. Sehingga kedatangan bulan Ramadhan ditunggu-tunggu oleh semua kalangan. Seperti halnya bergotong-royong membersihkan masjid, ada juga sebagian daerah yang mengadakan tradisi nyekar (mendoakan sanak keluarga dimakam), mengenggan (ziarah ke makam wali), dan ada juga yang menyusun agenda kegiatan di bulan Ramadahan. Ketika sudah ditetapkan awal Ramadhan, Marhaban Ya Ramadhan hati umat muslim bersuka cita.
Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ menyampaikan doa Rasulullah menyambut bulan Ramadhan. Rasulullah meminta kepada Allah keberkahan, keimanan, keselamatan dan keislaman. Menghidupkan malam Ramadhan bagian dari ibadah menyucikan diri. Secara bahasa Ramadhan mempunyai arti panas yang membakar. Jika ditelisik makna tersebut rupanya memberi kiasan membakar dosa-dosa umat muslim. Dikutip dari kajian dari KH Ahmad Misbah, sebagaimana yang terkandung dalam hadis “ Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.” (HR. Bukhari Muslim).
Begitu istimewanya, moment-moment tertentu saja yang hanya ada di bulan Ramadhan. Istilah BukBer (buka bersama) selalu melekat dibenak masyarakat. Adanya bukber dari sanak keluarga, saudara, teman hingga tetangga pun mampu menjadi pelekat rasa kebersamaan. Belum lagi sebagian masyarakat yang enggan ke masjid, sholat tarawih menjadi keharusan untuk sholat berjama’ah. Selain itu, ada tong-tonglek yaitu membangunkan orang sahur dengan menabuh ketongan oleh anak-anak. Masih banyak moment-moment yang menjadi tradisi di bulan Ramadhan. Fenomena ini mengajarkan ukhuwwah, mendidik diri sendiri supaya saling mencintai dan peduli.
Keteladan Rasulullah mengugah seluruh umat menjalani Ramadhan dengan ibadah spesial. Termasuk warga Desa Rowolaku mempunyai ciri khas kemaslahatan berbalut nilai agama. Desa Rowolaku berada di Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan. Semenjak berdirinya UIN K.H Abdurrahman Wahid mengubah peradaban desa Rowolaku. Tersebarnya pondok pesantren yang bermitra dengan pihak UIN memberi label desa Rowolaku sebagai kawasan mahasantri. Pondok pesantren Bustanul Masuriyah menjadi induk pesantren di desa Rowolaku. Dari hal tersebut juga mempengaruhi lingkungan warga, apalagi moment bulan Ramadhan.
Menggemakan Lantunan Al Qur’an
Dalam bulan Ramadhan tadarus dimaknai sebagai ritual membaca dan menyimak al-Qur’an. Umumnya tadaraus tidak harus dilakukan di masjid, karena Ramadhan ternyata menuai kesadaran masyarakat untuk menghidupi masjid. Masjid di desa Rowolaku sebagai tempat utama menggemakan tadarus al-Qur’an dan pengajian rutinan. Warga Desa Rowolaku dari berbagai kalangan menganggap masjid tempat untuk menggalih ilmu agama. Adapaun waktu utama melakukan tadarus menurut An-Nawawi dalam kitab al-Adzkar yaitu malam hari. Disunnahkan membaca Al-Qur’an setelah shalat subuh dan antara waktu maghrib menuju isya. Namun, pada prinsipnya kapan saja diperbolehkan untuk melakukan tadarus. Seperti halnya di kawasan mahasantri desa Rowolaku, hampir setiap waktu santri-santri di pondok pesantren melantunkan Al-Qur’an. Pondok Itihadus Syafi’iyah Rowolaku memulai tadarus setelah waktu sahur menunggu waktu subuh. Kemudian pada malam harinya setelah sholat tarawih baik mushola Assalam, mushola Al-Qodir, mushola Nurul Dholam, masjid Usuludin, dan masjid jami’ Nurul Amal tadarus diisi oleh remaja. Umumnya mereka yang tergabung dalam organisasi IPNU-IPPNU Desa Rowolaku.
Lantunan Al-Qur’an menggema desa Rowolaku mulai menjelang subuh sampai pukul 24.00 WIB. Hal inilah menandakan amaliyah tadarus menjadi sebuah kebiasaan dalam bulan Ramadhan. Sehingga dalam satu bulan hampir semua mushola dan masjid bisa khatam 3-4 kali menyesuaikan jumlah warga yang mengikuti tadarus. Penelitian dr Ahmed Al-Qadhi memberi informasi bahwa lantunan Al-Qur’an menimbulkan frekuensi energi positif. Bagi yang menyimak maupun sekedar mendengarkan saja ternyata latunan tadarus berperan menurunkan rasa kesedihan, memenangkan jiwa, memunculkan kebahagiaan dan menangkal berbagai macam penyakit. Dikutip dari artikel Universitas Islam Indonesia, dr Ahmed Al-Qadhi merupakan Direktur Utama Islamic Medicine Institute for Education and Research. Hasil penelitian menunjukan bahwa 65% lantunan Al-Qur’an berpengaruh merelaksasi ketegangan saraf manusia. Terlepas itu, kemaslahatan warga Desa Rowolaku tergambar memberi makanan riangan beserta minuman yang disebut dengan zaburan untuk para tadarus.
Mengalab Barokah Ngaji pasanan
Ramadhan sering dianggap sebagai ladang pahala bagi yang gemar mencari keberkahan Ilahi. Dengan dibekali keimanan dan niat kuat karena Allah ta’ala maka segala bentuk perbuatan akan bernilai ibadah. Tidak terkecuali meskipun sekedar duduk mendengarkan pengajian keagamaan atau ngaji pasanan (pasaran). Masyarakat jawa mengucapkan kata puasa dengan sebutan pasa, lalu pengajian selama bulan puasa Ramadhan dikenal dengan istilah pasanan. Tradisi ngaji pasanan yaitu ngaji kitab kuning bersama kiai atau ustadz melalui metode ceramah. Kitab kuning yang disampaikan merupakan karya ulama-ulama terdahulu terutama kalangan Nahdlatul Ulama. Selain itu, lamanya ngaji pasanan tidak lama sekitar 60-90 menit. Inilah sebagai jembatan warga Rowolaku untuk mendalami ilmu agama baik praktik maupun makna kitab
Pelaksanaan kegiatan ngaji pasanan di desa Rowolaku cukup sederhana yakni di pelataran masjid, pondok pesantren, dan tempat majelis. Pondok pesantren Jombang dan Lirboyo sudah lama mengadakan ngaji pasanan, konsistensai pengadaan dari kedua pondok tersebut membuat semua pondok salaf mengikuti untuk menyelengarakan ngaji pasanan setiap Ramadhan. Sebagaimana “jadikanlah ilmu sebagai pegangan mengahadapi semua permasalahan. Karena surah al-alaq dan al-qolam bentuk pentih Allah supaya umat muslim membaca dan menulis yang mempunyai makna carilah ilmu” pesan ustadz Arif Chasanul Muna pengasuh ponpes Griya Santri Mahabah ketika pengajian Nuzulul Qur’an.
Semua kalangan baik anak-anak, remaja dan orang dewasa yang bukan santri mukim pondok pesantren bisa mengikuti ngaji pasanan. Pondok pesantren di desa Rowolaku mempersilahkan warga untuk menjadi santri kalong selama ngaji pasanan bulan Ramadhan. Keharmonisan memperoleh ridho Allah, menjadikan hampir seluruh santri kalong desa Rowolaku bisa menulis Arab pegon dan memaknai isi kitab. Selama bulan Ramadhan pondok pesantren membuka tiga waktu ngaji pasanan yakni setelah sholat subuh, sholat ashar dan setelah beberapa jam setelah sholat tarawih.
Selain pondok pesantren, tidak ketinggalan semua mushola dan masjid di desa Rowolaku membuka ngaji pasanan setelah selesai shalat subuh. Berhubung jama’ah ngaji pasanan mayoritas orang tua, para kiai menggunakan bahasa jawa. Perbedaan ngajai pasanan untuk orang tua ini cenderung seperti kultum. Akan tetapi, tetap saja mengunakan landasan kitab yang dimaknai per kata yang diterjemahkan dalam bahasa jawa. Dalam penyampaiannya diawal maupun diakhir ngaji pasanan, kiai juga menuntut para jama’ah untuk bersholawat supaya tidak mengatuk. Pada lingkup yang lebih kecil seperti oraganisasi khusus ibu-ibu fatayat juga mengadakan ngaji pasanan, hanya saja tempatnya bergilir dari rumah ke rumah setiap hari Jum’at pagi hari. Sebelum pengajian diisi sholawat burdah dilanjut ceramah kitab Syafinatun Najah.
Dari sini keberkahan Ramadhan selalu tercurah bagi siapa saja yang sengan dengan ikhlas mengumpulkan amaliyah. Perkembangan zaman akan terus mengeser tradisi Ramadhan, bisa saja pemicu faktornya banyak mahasiswa dan pendatang di desa Rowolaku. Sehingga konsep ngaji pasanan yang sekarang, para kiai ataupun ustadz menyelingi dengan bahasa Indonesia dan mempadukan permasalahan masa kini. Kemudian adanya tadarus memberi nuansa kenikmatan bulan Ramadhan. Karena sepanjang jalan lantunan Al-Qur’an memberi ketenangan jiwa. Pembagian takjil gratis dan bersedekah terhadap sesama juga bisa menjadi alternatif berburu keberkahan di bulan Ramadhan. Tetapi menjadi sangat penting ilmu yang melandasi amal ibadah tersebut.