Penulis: Abdul Basid (Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam), Editor: Rifa’i
Ibadah kurban mengikuti jejak perjalanan Nabi Ibrahim as., di mana seorang ayah harus menjalankan perintah Tuhannya untuk mengorbankan (menyembelih) anaknya. Perintah tersebut berulang dalam mimpinya yang dirasakan janggal. Kejanggalan tersebut kemudian dikonfirmasikan ke Ismail (putranya) yang menyetujui apabila hal tersebut merupakan perintah Allah swt. Kerelaan keduanya kemudian Allah gantikan Ismail dengan kambing gibas yang besar.
Hukum berkurban merupakan sunnah muakad atau sunah yang sangat dianjurkan, dilaksanakan tanggal 10-13 Dzulhijjah kemudian daging kurban bisa dimasak untuk keluarga dan dibagikan ke tetangga atau orang lain sesuai dengan kadar yang ditentukan. Dalam ibadah kurban terdapat penguatan karakter diri, seperti ketauhidan, keikhlasan, kepasrahan (tawakkal), pengorbanan, kebersamaan, rasa kepedulian, dan spirit mengikis sifat buruk dalam diri kita.
Ketauhidan menjadi landasan peribadatan muslim, di mana semua harus tertuju kepada Allah swt (lillahi ta’ala). Semua hal yang tidak diniatkan kepada Allah tidak akan berfaedah/rusak, kullu syaiun halikun illa alwajhah. Ibrahim sebagai utusan Allah meyakinan diri bahwa perintah tersebut dari Allah dan dilakukan atas dasar lillah, begitu pula dengan Ismail. Keduanya adalah utusan Allah yang harus menjaga kemurnian ibadah dari orientasi selain Allah.
Ibrahim as lama tidak memiliki keturunan, atas permintaannya kemudian Allah memberikan keturunan dari rahim Siti Hajar, yang kita kenal dengan Ismail. Kebahagiaan tersebut kemudian diuji oleh Allah untuk mengorbankan sesuatu yang paling berharga dan dicintainya, yaitu Ismail, anaknya. Kita diajarkan untuk memahami bahwa harta, anak, dan keluarga yang kita cintai sejatinya bukan milik kita, suatu saat apabila diambil yang punya (Allah), kita harus mengikhlaskan. Sedekah terbaik adalah barang yang paling berharga atau layak, bukan sesuatu yang kita sendiri enggan memakai atau memakannya.
Setelah melakukan validasi atas mimpinya dan akan menjalankan perintah tersebut, Ibrahim dan Ismail, memasrahkan diri (tawakkal) kepada Allah swt. Dalam melaksanakan perintah harus sesuai dengan syariat dan menyerahkan urusannya kepada Allah swt. sebagai orang yang beriman, wa ‘ala Allahi fal yatawakkalil mukminin. Tawakkal merupakan ciri orang-orang yang beriman dan dicintai oleh Allah swt, innallaha yuhibul mutawakkilin.
Untuk mempermudah dan mengkordinir ibadah kurban dibuatkan panitia, yang bertugas mengelola dan menyalurkan daging kurban. Kurban mempererat persaudaraan, kebersamaan dan kepedulian antar sesama. Hewan kurban juga bisa disalurkan ke wilayah bencana, atau miskin penduduknya sebagai bentuk kepedulian kita terhadap saudara muslim lainnya. Daging kurban juga diperbolehkan oleh sebagian ulama untuk dibagikan kepada orang-orang yang bukan beragama Islam.
Menyembelih hewan kurban memiliki makna menyembelih sifat-sifat buruk dan menginternalisasi karakter positif dalam diri kita. Rasa kikir menjadi ikhlas, tamak menjadi dermawan, egois menjadi tawakkal, bangga diri menjadi lillah, cuek menjadi peduli, dan penguatan sifat-sifat positif lainnya.
Merugi, apabila berkurban tanpa penguatan karakter positif dan mengikis sifat-sifat buruk (kebinatangan). Berkurban menjadi ritual belaka dan kebanggan yang diperoleh karena pujian dari tetangga dan panitia. Dalam beribadah perlu dicermati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sebagai bentuk identifikasi hakikat peribadatan.