Harmoni Ajaran dan Tradisi: Fondasi Masyarakat Moderat di Desa Linggo Asri

Penulis : Marsya Nirmala Dewi, Editor : Azzam Nabil Hibrizi

Hidup di dunia merupakan kehidupan yang dilakukan manusia yang bersifat sementara dan hanya berkesempatan satu kali seumur hidup. Manusia hidup di dunia untuk beribadah dan taat kepada Allah, beruntunglah manusia yang telah memanfaatkan hidupnya untuk beriman kepada Allah. Tidak hanya memikirkan akhirat, manusia juga harus menyeimbangi kehidupan di dunia, supaya manusia bisa menjalani kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat. Manusia dilahirkan ke dunia tidak bisa memilih orang tua, keluarga, dan nasabnya dari mana dan siapa. Melainkan sudah ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi manusia yang bersyukur atas dilahirkannya di keluarga mana pun. Manusia juga tidak bisa memilih agama yang akan dianutnya, baik Islam, Kristen, Katolik, Buddha ataupun yang lain, dan manusia yang terlahir akan mengikuti agama dari orang tuanya. Saat saya belajar di Linggo asri, saya mendapat ilmu dari narasumber tentang Masyarakat Linggo asri sangat menjunjung tinggi rasa toleransi terhadap umat yang berbeda agama di desa tersebut, dan juga tetap menunjukkan rasa toleransi mereka dengan hidup saling berdampingan, rukun dan damai. Bahkan ada di antara mereka yang hidup dalam satu keluarga satu rumah, dengan berbeda agama. Hal ini menandakan seolah-olah perbedaan agama tidak ada dalam kehidupan mereka.

Dari perbedaan di atas, kita sebagai manusia harus bersyukur yang terlahir dari agama Islam, dan kita harus bisa menerapkan prinsip-prinsip moderasi beragama agar kehidupan di masyarakat bisa lebih baik lagi. Beberapa budaya dan lokal di Linggo asri dilaksanakan dengan kerja sama, gotong royong, dan saling menghargai. Contoh nyatanya, Ketika umat muslim mengadakan santunan anak yatim yang dilaksanakan pada sepuluh Muharram atau sepuluh Syuro, santunan tersebut adalah anak belum baligh yang ditinggalkan oleh ayahnya atau disebut anak yatim, akan mendapat sejumlah uang dan sembako dari masyarakat yang sudah ikhlas memberinya. Namun tidak hanya anak muslim yang mendapat santunan tersebut melainkan anak non muslim juga mendapatkannya. Dari hal tersebut bisa dilihat bahwa masyarakat Linggo asri sangat toleransi kepada masyarakat sekitar. 

Tradisi nyadran juga dilaksanakan di Linggo asri. Tradisi ini dilaksanakan sepekan sebelum puasa Ramadhan. Dalam tradisi ini biasanya masyarakat kerja bakti untuk membersihkan tempat kuburan dan membersihkan selokan-selokan rumah. Nyadran adalah tradisi yang setiap setahun sekali dirayakan dalam bentuk untuk saling berbagi, gotong royong dan menjaga komunikasi dengan yang lain. Keharmonisan dalam tradisi ini sangat terasa saat acara sudah dimulai, karena semua orang berkumpul dalam satu tempat dengan tidak membeda-bedakan kaya dan miskin, tua dan muda, putih dan hitam. Karena nyadran mengingatkan kepada kita semua untuk mempersiapkan kematian, bahwa semua orang akan mengalami hal tersebut, tidak perlu sombong menjadi manusia. Dalam pandangan Tuhan, manusia adalah sama tidak berbeda, yang membedakan nya adalah ketakwaannya. 

Tradisi syawalan merupakan tradisi yang dilaksanakan pada hari ketujuh di bulan Syawal. Syawalan di Linggo asri biasanya membuat gunungan megono, kemudian gunungan tersebut diarak oleh masyarakat setempat. Megono sendiri merupakan makanan khas dari pekalongan dan tradisi ini merupakan bentuk bersyukur kepada Tuhan atas rezeki yang telah diterimanya, dan bentuk keikhlasan dari rezeki yang dibagikan . Tradisi ini juga menumbuhkan sikap gotong royong, kerja bakti, saling menghargai dan saling berbagi kepada sesama manusia. Tradisi syawalan sangat menjunjung nilai persatuan, kebersamaan dan saling bekerja sama baik dalam pembuatan gunungan dan arak-arakan . 

Desa Linggo asri sangat menjunjung sikap harmonisasi dalam buda dan lokal. Pada saat orang muslim merayakan hari raya Idul fitri dan Idul adha, tidak sedikit orang non muslim yang membantu untuk gotong royong, memasak, dan menjaga keamanan. Masyarakat non muslim sangat menghargai hari raya muslim dengan tidak mengganggu ibadah  nya dan saling menjaga keharmonisan. Begitu pun sebaliknya, jika hari raya nyepi berlangsung, umat muslim saling membantu dalam kerja sama, memasang penjir, menjaga keamanan dan masak bersama. Ini semua terjadi karena adanya keharmonisan dalam masyarakat yang diterapkan di kehidupan yang banyak perbedaan. Sehingga masyarakat Linggo asri sudah terkenal dengan sikap moderat dan kerukunan dalam kehidupannya. 

Dari kearifan lokal dan ajaran Islam tersebut, masyarakat Linggo asri bisa mewujudkan kerukunan dan keharmonisan dalam masyarakat hingga bisa menjadi masyarakat yang moderat. Sebab itu, tradisi harus kita jaga dan lestarikan selama tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Tradisi sebagai upaya untuk mempersatukan masyarakat dan mempererat tali persaudaraan antar manusia,  antar manusia, dan bisa menjadi antisipasi jika terjadi konflik dan perpecahan antar masyarakat, sehingga bisa menjadi masyarakat yang damai, harmoni, dan sejahtera. Kunci dari kerukunan adalah menjaga tradisi dari warisan nenek moyang dahulu, agar tetap lestari dan populer ke mancanegara. 

Keharmonisan dalam tradisi nyadran, syawalan, dan santunan anak yatim di Desa Linggo Asri mencerminkan sikap gotong royong, saling menghargai, dan persatuan dalam masyarakat. Tradisi nyadran, yang melibatkan kerja bakti membersihkan tempat kuburan dan selokan rumah, mengajarkan nilai-nilai saling berbagi dan persiapan menghadapi kematian. Sementara itu, tradisi syawalan dengan pembuatan gunungan megono dan arak-arakan menunjukkan sikap bersyukur, gotong royong, dan kebersamaan dalam masyarakat. Selain itu, santunan anak yatim yang dilakukan oleh umat muslim juga melibatkan anak non-muslim, menunjukkan toleransi dan kepedulian terhadap sesama masyarakat.

Oleh sebab itu, dengan adanya keharmonisan antara ajaran Islam dan budaya lokal setempat dapat membentuk fondasi yang kuat bagi masyarakat yang hidup dalam kedamaian dan keselarasan. Dengan menekankan nilai-nilai toleransi, gotong royong, dan saling menghargai, masyarakat Linggo Asri mampu menciptakan lingkungan yang inklusif dan harmonis. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Islam dan budaya lokal dapat saling melengkapi dan memperkaya satu sama lain, menciptakan masyarakat yang moderat dan damai. Dengan demikian, Desa Linggo Asri menjadi contoh nyata bagaimana ajaran agama dan budaya lokal dapat bersatu demi menciptakan masyarakat yang harmonis dan sejahtera.