Penulis: Miftakhul Jannah, Editor: Sirli Amry
Indonesia memiliki warisan budaya yang sangat kaya dan beragam, salah satunya adalah tradisi Sedekah Bumi. Tradisi ini tidak hanya menjadi wujud rasa syukur masyarakat agraris kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi juga menjadi ruang sosial yang menyatukan berbagai latar belakang agama dan budaya. Di sinilah nilai “moderasi beragama” menemukan ruang aktualisasinya yakni pada praktik sosial budaya yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Moderasi beragama yang terkemas dalam balutan budaya lokal ini dilaksanakan pada Minggu, 25 Mei 2025, Pemerintah Desa Jetak lengkong, Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan, menyelenggarakan acara “Ngaji Budaya” dalam rangka Tasyakuran Sedekah Bumi. Kegiatan ini diisi dengan pertunjukan wayang oleh Ki Haryo Enthus Susmono, dalang muda yang dikenal memadukan dakwah, nilai moral, dan hiburan dalam setiap pementasannya.
Baca Juga: Wayang sebagai Jembatan Harmoni antara Spiritualitas dan Sains dalam Budaya Jawa
Acara ini mengangkat dua aspek penting yang menjadi kekuatan masyarakat Indonesia seperti keberagaman budaya dan keberagaman agama. Meski secara umum masyarakat desa ini beragama Islam, acara ini terbuka untuk semua kalangan tanpa memandang latar belakang agama atau kepercayaan. Inilah contoh konkret penerapan nilai moderasi beragama yang menekankan sikap saling menghormati, menerima perbedaan, serta menjaga harmoni sosial.
Wayang sebagai media toleransi dan edukasi, wayang tidak hanya sekedar hiburan rakyat. Dalam banyak pementasan, wayang dijadikan sarana dakwah, edukasi moral, dan refleksi kehidupan. Dalam konteks acara “Ngaji Budaya” ini, pementasan wayang menjadi wadah untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan, penguatan nilai-nilai kemanusiaan, serta pentingnya hidup berdampingan dalam damai.
Baca Juga: Dialog Kebudayaan: Hidup Harmonis dengan Budaya Warga Desa Rowolaku
Hal ini sejalan dengan pernyataan Kementerian Agama RI bahwa moderasi beragama dapat diinternalisasi melalui pendekatan budaya lokal. Tradisi dan kesenian menjadi media yang efektif untuk membangun kesadaran toleransi dan mencegah radikalisme keagamaan (Kemenag, 2020). Acara ”Ngaji Budaya” yang dikemas dalam tradisi Sedekah Bumi di Desa Jetaklengkong bukan hanya pelestarian budaya, tetapi juga menjadi momentum penguatan nilai-nilai moderasi beragama. Melalui kegiatan budaya yang inklusif, masyarakat belajar untuk hidup dalam perbedaan tanpa konflik, membangun empati, dan menjaga persatuan. Dengan demikian, budaya lokal bukanlah penghambat kemajuan, melainkan jembatan menuju masyarakat yang lebih toleran, adil, dan sejahtera.