Panggung FEBIFEST UIN Gus Dur Pekalongan Dimeriahkan oleh Habib Husein ja’far Al-Hadar Usung Tema “Milenial Merawat Peradaban”

Pewarta : Tegar Rifqi, Editor : Ima

Pekalongan – DEMA  Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Gusdur Pekalongan menggelar FEBI FESTIVAL atau FEBIFEST, Sabtu (18/05) dilaksanakan di gedung Student Centre kampus 2 UIN Gusdur Pekalongan. Salah satu rangkaian dari kegiatan ini adalah pelaksanaan dialog kebangsaan yang diisi oleh Habib Husein Ja’far Al Hadad sebagai pemateri dengan mengangkat tema “Milenial Merawat Peradaban”.

Acara ini sekaligus menjadi launching dari pembukaan FEBIFEST ke-7 yang diselenggarakan oleh DEMA FEBI. Harapannya acara ini dapat sekaligus mengenalkan dan menarik antusias dari para peserta terhadap acara FEBIFEST yang akan digelar dalam waktu dekat. Jumlah peserta yang hadir sekitar 1200 yang diantaranya dihadiri oleh sebagian besar sivitas akademika UIN Gusdur Pekalongan, mulai dari para mahasiswa, dosen, pejabat tinggi kampus seperti dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Gusdur Prof. Shinta Dewi Rismawati, Prof. Muhlisin selaku wakil rektor bagian kemahasiswaan dan kerjasama, hingga Prof. Zaenal Mustakim selaku rektor UIN Gusdur Pekalongan. Selain dari kedatangan para sivitas akademika UIN Gusdur Pekalongan, acara ini juga terbuka untuk umum sehingga baik mahasiswa kampus lain atau masyarakat juga hadir pada acara ini.

“Dalam acara ini alasan kami menghadirkan habib ja’far sebagai narasumber adalah seperti yang bisa kita lihat melalui media sosial bahwa beliau ini menjadi tokoh sentral yang konten dakwah-nya sangat disukai oleh anak muda saat ini karena cara penyampaiannya yang dianggap menarik sehingga mudah dipahami dan memiliki ciri khas tersendiri,” Ujar Imam selaku ketua pelaksana. Selain itu, Imam juga menyampaikan alasan DEMA FEBI mengundang Habib Ja’far sebagai narasumber juga tidak lain adalah karena kesesuaian tema yang diambil yaitu tentang merawat perdaban dimana anak muda memiliki peran penting dalam menjaga dan merawat peradaban yang salah satunya dengan cara menanamkan moderasi beragama yang juga sangat tercermin dari sosok Habib Ja’far.

Salah satu hal menarik dalam acara tersebut adalah kedatangan dari para tokoh lintas agama dan budaya yang ada di Kabupaten Pekalongan sebagai tamu undangan. Diantaranya ada Muatajirin tokoh Agama Islam di Linggoasri, Romo Teguh Santoso selaku tokoh Agama Kristen, kemudian Kusnaeni yang merupakan tokoh Agama Hindu, hingga Wisnu Murti Tri Budiarto merupakan tokoh Agama Konghucu.

Acara dimulai dengan lantunan bacaan al-qur’an oleh salah satu mahasiswa UIN Gusdur, kemudian dilanjut dengan menyanyikan lagu kebangsaan indonesia raya dan sambutan oleh Prof. Zaenal Mustakim selaku rektor sekaligus membuka acara.

Dalam sambutannya, Prof. Zaenal Mustakim menuturkan, “salah satu cara merawat peradaban yakni dengan adanya moderasi beragama. “Salah satu faktor moderasi beragama yaitu komitmen kebangsaan, kita harus tahu bahwa meskipun kita berbeda beda agamanya, sukunya, kebudayaannya, tapi kita masih satu bangsa, yaitu bangsa indonesia.” Prof. Zaenal Mustakim juga menjelaskan bahwa toleransi juga tak kalah penting dalam menjaga kerukunan dalam perbedaan di indonesia dan itu yang sudah dilakukan oleh Gus Dur.

Setelah sambutan dari rektor, selanjutnya sambutan dari masing-masing tokoh agama secara bergantian. Dimulai dari Romo Teguh selaku Paroki ST. Yohanes Rasul Karanganyar, menyampaikan rasa penasarannya terkait peradaban seperti apa yang harus dijaga, bagaimana caranya, dan apa yang harus dimiliki milenial agar dapat menjaga beradaban itu. Kemudian dilanjutkan oleh Mustajirin menyampaikan bahwa setiapa agama itu baik dan sebagai seorang yang beragama sudah semestinya kita menjunjung toleransi. Selanjutnya ketiga adalah sambutan dari Kusnaeni yang menyampaikan bahwa setiap manusia membutuhkan kasih sayang dari sesama serta mencintai perbedaan artinya juga sama dengan merawat peradaban itu sendiri. Yang terakhir sambutan dari Wisnu selaku perwakilan dari Klenteng Po An Thian Jetayu Kota Pekalongan.

Habib Ja’far memulai penjelasannya dengan menegaskan bahwa toleransi menjadi aspek utama dalam kita menjaga kerukunan bukan hanya antar umat beragama saja, melainkan juga dalam setiap perbedaan yang ada. Habib Ja’far juga menjelaskan bahwa peran anak muda sangat penting dalam menentukan arah perkembangan peradaban Indonesia di masa depan. Maka dari itu diperlukan bekal iman agar nantinya kita dalam menjalani hidup selalu memiliki arah dan tujuan yang jelas.

“Agama itu lahir untuk peradaban, agama itu ada untuk melawan kebiadaban. Oleh karena itu, meskipun setiap agama berbeda dalam kebenaran tapi pasti akan selalu bersama dalam kebaikan meskipun dengan cara yang berbeda,” tegas Habib Husein Ja’far Al Hadad dalam penyampaian materinya.

Habib Jafar juga membahas berbagai tantangan yang dihadapi oleh generasi milenial dalam menjaga nilai-nilai toleransi di tengah arus informasi yang sering kali memecah belah. Habib Jafar mendorong mahasiswa untuk aktif mencari pengetahuan dan berdialog secara terbuka untuk mengurangi prasangka dan stereotip yang tidak berdasar. “Ada dua isu yang masih harus kita selesaikan dari media sosial, yang pertama adalah sikap intoleransi dan yang kedua adalah pembulian,” tambahnya.

Berdasarkan penjelasan yang diberikan, isu toleransi dan pembulian masih menjadi masalah yang nampak jelas bagi masyarakat di media sosial. Oleh karena itu, habib jafar berpesan untuk para anak muda yang melek dan sadar akan teknologi untuk menggunakannya dengan sebaik mungkin, terlebih jika bisa bermanfaat bagi orang lain. Karena sedari awal memang teknologi disiapkan dan dikembangkan untuk keberlangsungan generasi selanjutnya.

“Pastikan kita punya persepsi, visi, dan idealisme yang tepat dalam melihat sesuatu, karena pada dasarnya teknologi adalah alat yang kita gunakan tergantung pada apa yang kita inginkan, bisa menuju kearah kebaikan, bisa juga berakhir pada keburukan tergantung jalan apa yang anda pilih,” tutup-nya.