Memetik Pelajaran dari Konflik Pulau Rempang

Oleh: Intan Anggreaeni S

Pembangunan Rempang Eco City baru baru ini memicu pro dan kontra dimasyarakat. Pulau Rempang sendiri sempat menjadi sorotan baru-baru ini karena konflik antar masyarakat dan aparat gabungan pada 7 September lalu. Konflik tersebt dipicu lantaran adanya proyek Strategis Nasional atau PSN yang rencananya akan mulai digarap pada akhir September ini. Proyek Rempang Eco City sendiri digadang gadang dapat menarik investasi hingga Rp. 382 Triliun pada tahun 2080 nanti dan membutukan sekitar 306.000 tenaga kerja. Pembangunan tersebut juga telah disetujui dan disahkan oleh pemerintah sesuai dengan Peraturan Mentri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023.

Pendirian Rempang Eco City sendiri nantinya akan digunakan untuk keperluan industri, pariwisata, perdagangan, dan sebagainya. Namun akibat dari adanya proyek tersebut sebanyak 17.500 warga dipulau tersebut harus dipidahkan dan 16 perkampungan adat yang ada di pulau tersebut juga akan terganggu eksistensinya. Karena dianggap berpotensi merusak sejarah peradaban masyarakat setempat sehingga pembangunan proyek tersebut menuai penolakan dari warga Pulau Rempang sendiri.  Seperti pada tragedi 7 sepbtember lalu dimana masyarakat setempat menjalankan aksi demontrasi untuk menolak pembangunan proyek ini dan konflik tersebut berlanjut hingga 11 September.

Menimbang dengan adanya konflik tersebut Bahlil Lahadia, selaku Mentri Investasi menegaskan bahwa tidak akan ada pengosongan lahan pada 28 September nanti dan pemerintah sepakat untuk mengganti rugi lahan masyarakat yang terdampak tanpa adanya unsur paksaan. Suardi selaku Juru bicara masyarakat setempat mengatakan bahwa pada intinya masyarakat Rempang tidak pernah menolak adanya investasi, namun jika hal tersebut berdampak pada kampung- kampung sejarah maka hal ini tidak bisa diterima.

Terkait persoalan ini Presiden Joko Widodo juga telah melakukan rapat terbatas dengan mentri mentri yang bersangkutan dan menghimbau agar dapat menyelesaikan masalah secara baik-baik dan kekeluargaan. Total lahan Pulau Rempang sendiri mencapai 17.600 ha dan yang akan diolah hanya sekitar 8.000 ha saja karena sisanya merupakan hutan lindung. Pembangunan ini nantinya akan difokuskan pada ekosistem pabrik kaca dan solar panel yang memakan lahan sekitar 2.300 hektare.

Tindakan yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia dalam menyikapi konflik tersebut merupakan salah satu perwujudan nilai perdamaian. Harapannya dengan musyawarah tersebut dapat menghasilkan jalan tengah terbaik bagi pemerintah maupun masyarakat setempat. Dalam ajaran agama manapun nilai perdamaian merupakan nilai utama yang menjadi pilar dari sebuah kerukunan dan menjadi tujuan utama adanaya ajaran tersebut. Kita sebagai manusia yang beragama dan menjadi warga negara Indonesia di bawah panji hukum perlu memperhatikan nilai perdamaian di dalam kehidupan sehari-hari, kita perlu menghindari apapun yang  mampu memantik perpecahan untuk hidup yang damai. Dengan adanya peristiwa ini kita juga belajar agar jangan mudah percaya terhadap suatu pemberitaan karena seringkali informasi yang telah beredar ditunggangi oleh kepentingan oknum tertentu.