Pendidikan Inklusif: Membuka Peluang Kesetaraan Gender Sejak Dini

Penulis: Zahwa Ananda Rizti, editor: Faiza Nadilah

Kata “gender” berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Dalam kamus Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.” Women’s Studies menjelaskan bahwa gender adalah suatu konsep budaya yang berupaya membuat perbedaan dalam peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di masyarakat. Kesetaraan gender sangat penting untuk diajarkan kepada anak-anak sejak dini, karena hal ini membentuk pola pikir dan perilaku mereka di masa depan.

Jika lingkungan anak-anak dipenuhi dengan stereotip gender, maka mereka dapat tumbuh dengan keyakinan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda dalam masyarakat. Sebagai contoh, stereotip yang menyatakan bahwa perempuan lemah dan laki-laki harus kuat dapat menghambat anak perempuan untuk mengekspresikan diri. Gender lebih menekankan aspek sosial, budaya, psikologis, dan non-biologis. Oleh karena itu, perbedaan gender pada dasarnya merupakan konstruksi yang dibentuk, disosialisasikan, dan diperkuat oleh aspek-aspek tersebut, hingga melahirkan ketidakseimbangan perlakuan jenis kelamin.

Nilai-nilai kesetaraan dalam Islam juga mencakup konsep keseimbangan, keadilan, menolak ketidakadilan, keselarasan, dan keutuhan bagi manusia. Saat ini, masalah gender menjadi isu yang sering dibahas dalam semua aspek kehidupan. Meskipun istilah gender tidak hanya berkaitan dengan perempuan, pembahasan faktual lebih sering menyoroti hak-hak perempuan.

Setiap anak memiliki keunikan dan dinamika tersendiri, terutama pada usia dini. Oleh karena itu, pendidikan gender harus mencakup upaya pemberian kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki. Pembongkaran stereotip terhadap perempuan yang diidentifikasi dengan kelemahan atau kedisiplinan harus menjadi langkah awal dalam proses pendidikan. Misalnya, guru dalam pendidikan nonformal juga perlu menghindari perilaku memilih-milih antara siswa laki-laki dan perempuan.

Orang tua juga memiliki peran penting dalam membentuk pandangan anak terkait gender. Mereka sering memberikan stimulasi berdasarkan perbedaan jenis kelamin, seperti pengawasan ekstra ketat untuk anak perempuan dan mainan yang bersifat feminin. Untuk menciptakan masyarakat yang lebih setara, perlu mengubah pola pikir masyarakat terhadap perspektif gender. Taman Pendidikan Al-Qur’an dapat berperan dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak laki-laki dan perempuan untuk belajar dan berkembang.

Beberapa cara yang dapat dilakukan meliputi melibatkan anak-anak dalam kegiatan pengembangan keterampilan tanpa memandang jenis kelamin, memberikan penghargaan yang sama terhadap prestasi dan perilaku anak laki-laki dan perempuan, melibatkan anak-anak dalam kegiatan tanpa batasan gender, menanamkan nilai-nilai kesetaraan gender, dan menentang diskriminasi gender di tempat pendidikan.

Islam juga mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang setara di hadapan Allah
SWT. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa“.

Ayat ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dari asal yang sama, yaitu Adam dan Hawa. Allah SWT juga menciptakan mereka sebagai bangsa-bangsa dan suku-suku agar saling mengenal dan menghormati. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan derajat antara laki-laki dan perempuan di hadapan Allah SWT.