Oleh : Khanifah Auliana
Membeli buku kerap identik dengan seseorang yang ambisius dan suka belajar, padahal nyatanya tak semua orang membeli buku bukan hanya karena suka membaca. Hal itu bisa dilihat dari tujuan tertentu bisa jadi membeli buku untuk kepentingan ujian atau memang ingin menghilangkan rasa jenuh dari bermain gadget seharian. Dengan membaca buku, bisa membantu kita memperluas ilmu pengetahuan dan wawasan dunia yang belum kita ketahui. Dulu sebelum terkenalnya media sosial, orang-orang akan gemar ke toko buku karena ingin mengetahui informasi atau belajar dari yang belum diketahui. Ketebalan buku juga berbeda-beda ada yang memiliki halaman banyak sehingga sangat tebal biasanya di dominasi buku kamus bahasa atau novel dan yang memiliki halaman sedikit seperti majalah serta buku khusus anak-anak agar tidak bosan saat membacanya.
Dari dulu sampai sekarang harga buku memang jauh berbeda, bahkan sekarang ini standar harga buku kisaran 50.000 keatas. Oleh karena ini ketika berencana membeli buku hendaknya menabung atau menyisipkan uang supaya tidak membuat kantong kering. Tapi, harga buku memang sesuai kualitas yang ada, apalagi buku-buku yang dibeli pasti ada manfaatnya bagi diri kita atau orang lain yang meminjamnya. Harga buku yang sekarang cenderung mahal membuat sebagian masyarakat khususnya pelajar berbondong-bondong mencari cara supaya bisa belajar dengan cara yang praktis dan mudah. Segala kemudahan dan kepraktisan bisa langsung dipenuhi ketika sudah membuka media sosial. Tak heran buku pun ikut terseret kedalam sistem media sosial yang serba mudah ini.
Namun bukannya untung, justru buku yang masuk ke dalam jajaran media sosial membuat para pemilik toko buku offline rugi. Loh kok bisa hal tersebut terjadi? Permasalahan ini belum kunjung usai sampai sekarang, apalagi bukan hanya pemilik toko buku yang rugi tapi penulis buku juga ikut dirugikan. Hal itu dikarenakan harga buku yang memang mahal diakali dengan adanya beberapa oknum yang menjual buku dengan harga miring untuk menarik minat pembeli. Cara itu dinilai ilegal karena secara tidak langsung mengambil hak cipta dari penerbit dan penulis. Meski demikian mirisnya ternyata banyak masyarakat Indonesia yang lebih minat membeli buku ilegal atau biasa disebut bajakan. Dalam hal ini, pemerintah dan masyarakat perlu kerjasama agar bisa menuntaskan dan menyingkirkan para oknum penjual buku bajakan. Selain itu ada juga hadis Rasulullah yang menerangkan terkait hal ini.
“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku ketika ia tidak sengaja, lupa atau dipaksa.”
[H.R. Ibnu Majah, no. 2043].
Untuk itu sebelum membeli atau akan menjauh suatu barang di cek terlebih dulu apakah boleh dalam syariat agama. Sebab jika membeli atau menjual barang bajakan terus dilakukan maka akan masuk dalam kategori dosa yang disengaja. Ibaratnya ketika kita sengaja membeli atau menjual buku bajakan khawatirnya rezeki atau ilmu yang kita baca dari buku tersebut tidak barokah dan rezekinya tidak halal.
Solusinya bagi para pelajar sebelum membeli buku, cek lebih dulu harganya jika murah patut dipertanyakan apakah memang benar-benar asli/ORI. Apabila belum memiliki rezeki untuk membeli buku ori yang harga cukup mahal maka usahakan saja meminjam dan sembari menabung karena memulai langkah kecil yang baik akan membawa dampak besar yang baik pula.