Penulis : Mujaahidah Izzati Khoirun Nisa, Editor : M. Nurul Fajri
Pekalongan, Hijratunaa.com
Mahasiswa UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan, program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Komunikasi Penyiaran Islam, dan Manejemen Dakwah mengikuti kegiatan aktualisasi Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat berbasis Moderasi Beragama di Desa Linggoasri. Kegiatan ini didampingi oleh Dr. Rifa’i Subhi M.Pdi, Adib ‘Aunillah Fasya, M. Si, dan Syamsul Bakhri, M.Sos. Kegiatan ini dihadiri pula oleh dua tokoh dari Desa Linggoasri yang beragama Islam dan Hindu, yaitu Bpk. Mustajirin yang beragama Islam, dan Bpk. Taswono yang beragama Hindu pada tanggal 14 November 2023.
Desa Linggoasri adalah desa yang terkenal dengan kerukunan antar umat beragamanya. Masyarakat desa di sini menganut berbagai agama, antara lain, Islam, Hindu, Budha, dan Kristen. Perbedaan tersebut mencipatakan keharmonisan antar umat beragama dalam bentuk saling toleransi. Islam mengajarkan kita untuk membangun masyarakat dalam bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia sikap dan penghormatan terhadap perbedaan. Saling menghargai, toleransi yang merupakan nilai nilai moderasi beragamama sudah berjalan dari nenek moyang di Linggoasri, bahkan sebelum dikenalkan apa itu Moderasi Beragama di Desa ini (Linggoasri).
Materi yang pertama disampaikan oleh Taswono, yaitu Moderasi Beragama di agama Hindu. Agama Hindu juga mengajarkan konsep moderasi. Taswono menyatakan bahwa moderasi agama dalam sudut pandang agama Hindu bagaikan sebuah rumah yang memiliki pondasi utama, pilar dan atap. Empat pondasi tersebut yaitu: Jnana-Wijnana (pengetahuan-kebijaksanaan), Tattvamasi-Vasudewa Kuntumbhakam (kita semua bersaudara), Ahimsa Parama Dharma (menghindari kekerasan), Yadnya-Bhakti (kesediaan berkorban tanpa pamrih-mengabdi tulus). Pilar Penyangganya: Karuna (cinta kasih), Maitri (pertemanan, persahabatan), Mudita (simpati, empati), dan Upeksa (toleransi).
Hal yang mendasari moderasi beragama, di dalam agama Hindu harus memiliki sifat terbuka untuk menerima dan menghargai pendapat orang lain, kemudian sifat menghargai perbedaan atau menerima perbedaan. Dalam menerapkan moderasi beragama di Linggoasri sudah memiliki tradisi saling membantu. Contohnya pada pelaksanaan Nyepi, umat Islam yang tinggal di Linggoasri ikut membantu dalam kerja bakti kebersihan, memasak, dan keamanan. Pada 10 Muharam biasanya ada santunan anak yatim, tidak hanya umat Islam yang mendapatkan santunan, masyarakat Hindu disana juga ikut mendapatkan santunan karena mereka semua bersaudara.
Masyarakat Linggoasri menerapkan prinsip wasathiniyah yang artinya tengah-tengah atau moderat, disebut juga dengan istilah tawasuth. Dengan prinsip tawasuth menjadikan masyarakat Linggoasri tidak ekstrim dalam menanggapi agama lain dan tentunya rasa saling menghargai itu tertanam di jiwa masyarakat Linggoasri. Mustajirin, selaku tokoh agama Islam setempat mengatakan bahwa ada tiga buah ukhwuwah (persaudraan) dalam Islam. Yang pertama ada Ukhuwah Islamiyah yaitu saudara sesama muslim, yang kedua Ukhuwah Wathoniyah yaitu saudara dalam lingkup satu kenegaraan, dan yang ketiga Ukhuwah Basyariyah atau Uhuwah Insaniyah, yaitu persaudraan sesama umat manusia, tidak memandang apapun agamanya, entah itu Hindu, Kristen, atau lainnya.