KH Abbas Abdul Jamil Pesantren Buntet (Photo: Jabar.nu.or.id)
Siapa yang tidak mengenal ketokohan KH Abbas Buntet Pesantren Cirebon. Sosok Kiai yang berpengaruh besar dalam peristiwa heroik 10 November di Surabaya. Kiai yang dikenal alim dan sakti mandraguna dalam memimpin perang dengan pasukan sekutu di Surabaya itu ternyata beliau juga merupakan mursyid (pemimpin) dua tarekat sekaligus yakni tarekat Syatariyah dan tarekat Tijaniyah. Dengan ketokohan dan kepemimpinan karismanya ini, beliau dipercaya KH Hasyim Asy’ari untuk memimpin pasukan dan mampu menggerakkan umat untuk bersatu padu melawan pasukan sekutu. Perlu diketahui bahwa Kepemimpinan dalam tarekat sufi berkaitan dengan hubungan antara mursyid (guru spiritual) dan murid (pengikut). Dalam hubungan ini, mursyid berperan sebagai pemimpin yang memberikan bimbingan spiritual kepada murid dalam mencapai tujuan spiritualnya. Dalam hal ini, mursyid dianggap sebagai figur otoritas yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap murid-muridnya.
Otoritas karismatik, bersandar pada kesetiaan para pengikutnya. Kesucian luar biasa, teladan, heroisme, atau kemampuan istimewa. Tipe ini memberikan pengertian bahwa seorang pemimpin sebagai yang diilhami oleh Tuhan atau kekuatan spiritual dan supernatural. Ada perasaan ‘dipanggil’ untuk menyebarkan panggilannya. Ketaatan pada pemimpin dan keyakinan bahwa keputusannya meliputi semangat dan cita-cita gerakan adalah sumber ketaatan kelompok pada perintah-perintahnya. Dalam konteks tarekat sufi, hubungan kepemimpinan antara mursyid dan murid lebih bersifat pelayanan dan bimbingan, yang bertujuan untuk membantu murid-murid dalam mencapai tujuan spiritualnya. Oleh karena itu, konsep kekuasaan dalam tarekat sufi lebih menekankan pada aspek ketaatan dan penghormatan terhadap mursyid sebagai pemimpin spiritual, dan sifatnya lebih mengikat dari dalam dengan kerelaan dan bukan pada pemaksaan atau dominasi.
Kiai Abbas sendiri memiliki nasab sampai kepada Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, yaitu Kyai Abbas bin Kyai Abdul Jamil bin Kyai Muta’ad bin Raden Moch. Nurrudin bin Raden Ali bin Raden Pindjul bin Raden Bagus bin Pangeran Sutadjaja ing Gebang Kotjap Sultan Matangadji bin Sultan Senapati bin Dalem Kebon ing Gebang bin Pangeran Ratu Kang Seda ing Girilaja bin Pangeran Dipati bin Pangeran Panembahan (Ratu Tjirebon Kang Awal) bin Pangeran Adipati bin Syarifudin Hidayatullah (Ahmad Zaeni Hasan. 2014). Dari silsilah nasab dapat diketahui bahwa Kyai Abbas merupakan tokoh penting dalam genealogi pesantren yang otoritas kepemimpinannya dipegang mutlak oleh para ulama.
Kiai Abbas merupakan ulama yang memiliki pandangan luas bersikap inklusif terhadap berbagai latar belakang yang berbeda seperti para ulama, intelektual, dan politisi. Beliau memiliki derajat keilmuan dan spiritual yang tinggi. Pengakuan beliau memegang mursyid dua tarekat sekaligus merupakan bukti ketinggian keilmuan dan kealiman Kiai Abbas.
Kiai Abbas merupakan seorang ulama yang memiliki ilmu agama sekaligus ilmu kanuragan yang cukup tinggi, beliau merupakan pejuang bagi bangsa dan agama yang hebat. Berkat potensi dan kealimannya Pesantren Buntet Cirebon di bawah kepemimpinannya mencapai masa keemasan, meskipun pada saat itu situasi dan kondisi Negara masih di bawah kolonisasi Belanda. Kealiman dan ketinggian serta wawasan ilmu agama Kiai Abbas mampu menjadi otoritas karismatik yang dihormati serta diikuti oleh masyarakat.
Penulis: Ahamd Baedowi (Sekjen Persada Nusantara)